PAGI ini Harish, anak kami, memilih melanjutkan tidur, ada Hany di rumah. Jadi, berdua sajalah kami jalan pagi.
Dari mulai keluar pintu, Abi jalan sambil chattingan. Pikirnya hanya sekali-sekali, makanya Umi tetap ngomong, niatnya ngobrol.
Nanggepin sih, tapi ya beda aja, namanya sambil chattingan.
Sekitar 100 m dari rumah, Umi berhenti. Duduk di jembatan, tanpa bicara. Abi ikut berhenti, tapi tidak duduk, melanjutkan chattingan.
“Ayo!” katanya.
BACA JUGA: Corona, Cermin Diri
Oke, jalan lagi, tapi Umi ga ngomong sama sekali. Gondok juga, sih. Gimana coba? Jauh banget dari teori komunikasi suami istri, kan? Saat berdua, singkirkan hp. Lah ini, sudah jalan, masih asyik chattingan😏
Belum lagi kalau ketemu tetangga, malu lah. Jalan berdua, tapi kayak yang lagi musuhan. Pasti muka Umi juga keliatan bete, kan?
Biarin! Tetap diam, sambil dzikir sih, mulutnya. Ah, apa kali Umi, mulut dzikir tapi hati ada yg ngganjel, ga sinkron!
Abi ngomong, Umi nanggepinnya tipis-tipis.
Sampai mendekati warung uduk langganan, masih dengan chattingan, Abi tanya,”Mau makan, nggak, Mi?”
Masih dengan sedikit sebel, Umi jawab,”Umi nggak, bosen. Abi aja kalau mau.”
“Abi mau makan.”
Akhirnya masuk juga ke warung, begitupun Abi masih usaha,”Umi mau lontong atau uduk.”
“Umi nggak makan.”
“Uduknya satu aja, Da.”
Sambil nunggu pesenan Abi melanjutkan chattingan.
“Ayo makan barengan!”
Ihh! Males banget, sih! Tapi dirasa-rasa, kok lapar juga, ya?🤭
Akhirnya Umi makan duluan, satu suap.
“Mi, Mba Nety japri,” berkata Abi dengan intonasi sedikit heboh.
“Mba Netynya Mas Lukman?” tanya Umi, dalam hati. Ada yang sakit, kah? Nggak biasanya beliau japri?
“Mau ikut partisipasi pembangunan pondok, ngasih 50 sak semen!” tambah kenceng intonasinya, walau ga teriak. Untung pengunjung warung nggak terlalu ramai.
“Alhamdulillah, Allah kirim Rizki, padahal baru tadi sambil jalan Abi share laporan pembangunannya.”
😱😱😱
Jadi?
Astaghfirullah🤦🤦
Malu sama Allah. Sudah hampir 30 tahun hidup sama Abi, masih aja su’udzon, karena yang diingat teori manusia. Ternyata sepanjang jalan masih mikirin pondok dan terus ikhtiar.
BACA JUGA: Menyalahkan Wanita?
Jazakumullah Khoiron katsiro, barokallah, kami haturkan kepada semua pihak yang mempercayakan wakaf, infak dan sedekahnya kepada kami untuk pembangunan tempat beraktivitasnya para penghafal Qur’an.
Kebahagiaan bagi kami, saat menyediakan setiap waktu untuk memikirkan dan mengupayakan sekuat daya dalam proyek membangun generasi qur’ani, mendapat apresiasi, sinergi dan partisipasi dari hamba-hamba yang disentuh hatinya.
Semoga Allah memberkahi usia yang diberikannya kepada kami, aamiin. []