PUASA seperti kewajiban syariat pada umumnya. Puasa diwajibkan hanya bagi mukallaf, yaitu muslim, berakal, dan baligh. Lantas bagaimana dengan anak yang belum baligh, bolehkah anak tersebut dipaksa puasa agar terbiasa?
Dalam hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Pena catatan amal diangkat (kesalahannya tidak dihitung) untuk 3 orang: orang yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai besar (baligh), dan orang gila sampai sadar,” (HR. Ahmad 24694 & Nasai 3445).
Berdasarkan hadis ini, anak yang belum baligh tidak wajib berpuasa. Hanya saja, dianjurkan bagi orang tua untuk melatih anaknya berpuasa. Terutama ketika anak itu mendekati usia baligh. Diharapkan, ketika masuk usia baligh, dia tidak keberatan untuk berpuasa. Dan untuk usaha ini, orang tua berhak mendapat pahala amar makruf, mengajak anaknya untuk melakukan ketaatan.
Ibnu Batthal mengatakan,
“Ulama sepakat bahwa ibadah fardhu tidak wajib kecuali setelah baligh. Hanya saja, mayoritas ulama menganjurkan untuk melatih anak-anak melakukan ibadah, dengan harapan mendapatkan keberkahan, dan orang tua yang mendidik semacam ini akan mendapat pahala. Karena dengan dibiasakan melakukan ibadah, akan memudahkan mereka untuk melaksanakan ibadah, jika sudah diwajibkan,” (Syarh Shahih Bukhari Ibnu Batthal, 4/107).
Diantara yang menganjurkan adanya latihan puasa bagi anak adalah Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, az-Zuhri, Atha, Qatadah, dan Imam as-Syafi’i rahimahullah.
Dan seperti inilah tradisi yang dilakukan para sahabat. Mereka melatih anak-anaknya untuk berpuasa. Puasa pertama yang diwajibkan untuk para sahabat adalah puasa Asyura. Ketika itu diwajibkan, mereka melatih anak-anaknya untuk ikut berpuasa.
Dalam hadis dari sahabat Rubayyi bintu Muawwidz radhiyallahu ‘anha, beliau bercerita,
Bahwa di pagi hari Asyura, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus beberapa sahabat untuk memberi tahu tentang kewajiban puasa ke kampung-kampung anshar,
Siapa yang hari ini sudah sarapan, hendaknya dia puasa di sisa harinya. Dan siapa yang berpuasa, belum makan, hendaknya dia lanjutkan puasanya.
“Kamipun berpuasa dan kami mengajak anak-anak kami untuk berpuasa. Kami buatkan boneka dari kapas. Jika ada yang menangis minta makanan, kami beri boneka itu, sampai datang waktu berbuka,” (HR. Bukhari 1960).
Latihan semacam ini tentu saja dengan pertimbangkan kondisi fisik anak. Sehingga jika anak sakit-sakitan, atau suka kelelahan.
Sehingga mengenai usia berapa yang paling tepat untuk membiasakan puasa, semua kembali kepada kemampuan anak. Artinya, latihan bisa dilakukan selama tidak memberatkan, meskipun sebaliknya, anak jangan sampai tidak puasa sama sekali dengan alasan memberatkan. Allahu a’lam.[]
Sumber: Konsultasi syariah