NU’MAN bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi atau yang biasa kita kenal dengan Imam Abu Hanifah, suatu hari berpapasan dengan seorang anak kecil yang berjalan mengenakan sepatu kayu.
“Hati-hati Nak, dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai kamu tergelincir,” tutur Imam Abu Hanifah.
Bocah ini pun tersenyum sembari mengucapkan terimakasih atas nasihat Abu Hanifah. Tak lama kemudian, anak kecil itu bertanya.
“Bolehkah saya tahu nama bapak?” tanya si bocah.
“Nu’man nama saya, ” jawab sang imam.
“Jadi, Bapak ini yang terkenal dengan gelar Al-Imam Al-A’dhom (Imam agung) itu..? ” ujar si bocah setegah bertanya.
“Bukan saya yang memberi gelar itu, masyarakatlah yang berprasangka baik, lalu memberi gelar itu kepada saya.”
“Wahai Imam, hati-hati dengan gelar bapak. Jangan sampai bapak tergelincir ke neraka karena gelar,” ujar bocah itu.
“Sepatu kayu saya ini mungkin hanya menggelincirkan saya di dunia. Tapi gelar bapak dapat menjerumuskan bapak ke dalam api yang kekal, jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya.”
Tak lama kemudian, Ulama besar ini tersungkur menangis. Ia bersyukur karena nasihat itu tak disangka datang dari lidah seorang bocah kecil.
Betapa banyak manusia tertipu karena jabatan, kedudukan, dan popularitas hingga menjadi sebuah keangkuhan yang menguji keselamatan hidup. []
Red: Tia Apriati Wahyuni.