SALAH satu dhabith (ketentuan) dalam fiqih shalat adalah “كل من صح إحرامه بالفرض صح إحرامه بالنفل” (setiap orang yang sah melakukan shalat fardhu, sah juga melakukan shalat sunnah), kecuali pada tiga keadaan, yaitu:
1. Orang yang tidak menemukan dua alat untuk bersuci, baik air untuk mandi dan berwudhu, maupun tanah untuk tayammum.
BACA JUGA: Shalat Sunnah yang Paling Utama
2. Orang yang tidak menemukan kain atau apapun yang bisa digunakan untuk menutup auratnya.
3. Orang yang badan dan pakaiannya terkena najis yang tidak ma’fu, dan saat itu dia tak bisa menghilangkannya.
Pada tiga keadaan ini, shalat fardhu tetap wajib dilaksanakan, dan shalatnya sah. Namun shalat sunnah tidak boleh dilaksanakan pada tiga keadaan ini, karena “dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih”.
Menghindari mafsadat lebih diutamakan dibandingkan meraih maslahat, menghindari mafsadat shalat tanpa memenuhi syarat sah pada kondisi ini lebih diutamakan dari meraih pahala shalat sunnah.
BACA JUGA: Shalat tapi Arah Kiblatnya Melenceng, Bagaimana?
Muslim yang meninggalkan shalat sunnah tidak mendapatkan dosa, berbeda dengan shalat fardhu. Karena itu, kebolehan shalat pada kondisi tidak memenuhi syarat sah shalat, hanya berlaku bagi shalat fardhu sebagai rukhshah dan agar dia tetap bisa mengerjakan shalat fardhu tersebut pada waktunya, adapun pada shalat sunnah tidak ada keringanan seperti ini.
Wallahu a’lam. []
Rujukan: Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Wa Tathbiqatuha Fi Al-Madzhab Asy-Syafi’i, karya Dr. Muhammad Az-Zuhaili, Juz 1, Halaman 293, Penerbit Dar Al-Bayan, Damaskus.
Oleh: Muhammad Abduh Negara