SALAH satu prinsip pokok dalam transaksi jual beli adalah harus didasari oleh sikap saling suka atau saling ridha (Innamal bai’ ‘an taradin; hanya saja jual beli harus didasari saling meridhai) sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi. Atas dasar itulah, agama memberi kesempatan kepada kedua belah pihak yang melakukan transaksi atau akad jual beli untuk memilih antara dua kemungkinan, yaitu melangsungkan transaksi (akad) jual beli atau membatalkannya, atau yang sering disebut dengan khiyar.
Secara lughah (bahasa), khiyar berarti; memilih, menyisihkan atau menyaring. Secara semantik kebahasaan, kata khiyar berasal dari kata khair yang berarti baik. Dengan demikian khiyar dalam pengertian bahasa dapat berarti memilih dan menentukan sesuatu yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan pegangan dan pilihan. Sedangkan menurut istilah, khiyar adalah; hak yang dimiliki seseorang yang melakukan perjanjian usaha (jual-beli) untuk menentukan pilihan antara meneruskan perjanjian jual-beli atau membatalkannya.
BACA JUGA: Hibah Lebih Lapang dari Jual Beli
Khiyar dalam transaksi atau akad jual beli – sebagaimana dijelaskan oleh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya “Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu”, banyak sekali ragamnya. Ulama Hanafiyah membagi khiyar menjadi 17 macam, dan ulama Hanabilah membaginya menjadi 8 (delapan) macam, yaitu; Khiyar Majlis, Khiyar Syarat, Khiyar Ghubn, Khiyar Tadlis, Khiyar Aib, Khiyar Takhbir Bitsaman, Khiyar bisababi takhaluf, dan Khiyar ru’yah.
Sementara Ulama Malikiyah membagi khiyar menjadi 2 (dua) macam (khiyar mutlak dan khiyar naqishah), yakni apabila terdapat kekurangan atau aib pada barang yang dijual. Sedangkan Ulama Syafi’iyah berpendap bahwa khiyar terbagi dua; Pertama, khiyar at-tasyahhi, yakni khiyar yang menyebabkan pembeli memperlamakan transaksi sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam majlis maupun syarat. Kedua, khiyar naqhisah yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafazh atau adanya kesalahan dalam pembuatan atau pergantian. (Lihat Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaili, Juz. IV, hlm. 519-522, Damaskus, Dar Al-Fikri, cet. Ke-2 th.1985).
Pertama: Khiyar Majlis (Hak Pilih di Lokasi Perjanjian)
Pengertian khiyar majlis adalah; hak untuk memilih bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi atau perjanjian jual-beli, antara melanjutkan atau membatalkan transaksi/perjanjian selama masih berada dalam majlis akad (seperti; di toko, kios, pasar dan sebagainya). Atau, khiyar majlis adalah; kebebasan untuk memilih bagi pihak penjual dan pembeli untuk melangsungkan jual beli atau membatalkannya selama masih berada ditempat jual beli. Apabila kedua belah pihak telah terpisah dari majlis maka hilanglah hak khiyar sehingga perubahan dalam jual beli itu tidak bisa dilakukan lagi.
Dalam ungkapan yang paling sederhana, khiar Majlis adalah tawar menawar antara penjual dan pembeli pada saat mereka masih berada di tempat transaksi, yang menyebabkan terjadinya jual beli atau sebaliknya.
Dampak dari khiyar majlis adalah, transaksi jual beli dinilai sah dan mengikat secara hukum semenjak disepakatinya akad jual beli hingga mereka berpisah, selama mereka berdua tidak mengadakan kesepakatan untuk tidak ada khiyar, atau kesepakatan untuk menggugurkan hak khiyar setelah dilangsungkannya akad jual beli.
Landasan Hukum Khiyar Majlis
Landasan dasar disyariatkannya khiyar ini berdasarkan hadis-hadis Nabi saw., antara lain:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيْعًا أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَإِنْ خَيَّرَ أَحَدُهُمَا الآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعَ وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ تَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعَ. – رواه البخاري ومسلم
“Dari Ibnu Umar ra. dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, “Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (HR. Al.Bukhari dan Muslim)
عَنْ عَمْرُو ابْنُ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَفْقَةَ خِيَارٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يُفَارِقَ صَاحِبَهُ خَشْيَةَ أَنْ يَسْتَقِيلَهُ – رواه الترميذى والنسائي
“Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Pembeli dan penjual (mempunyai) hak khiyar selama mereka belum berpisah, kecuali jual beli dengan akad khiyar, maka seorang di antara mereka tidak boleh meninggalkan rekannya karena khawatir dibatalkan.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i).
Kedua: Khiyar Syarat (Hak Pilih Berdasarkan Persyaratan)
Khiyar Syarat yaitu, khiyar yang dijadikan syarat pada waktu akad jual beli, artinya pembeli atau penjual memilih antara meneruskan atau membatalkan transaksi sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Setelah hari yang ditentukan itu tiba, maka jual beli itu harus dipastikan apakah dilanjutkan atau tidak.
Dalil yang dijadikan dasar disyariatkan (kebolehan) khiyar Syarat adalah hadis yang diriwayatkan imam al-Bukhari, Musllim, Nasa’i dan Abu Dawud:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَفْتَرِقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتِ الْبَرَكَةُ مِنْ بَيْعِهِمَا. قَالَ أَبُو دَاوُدَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا أَوْ يَخْتَارَ. – رواه أبو داود
“Dari Abdillah bin al-Harits, dari Hakim bin Hizam bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak khiyar dalam jual belinya selama mereka belum berpisah,jika keduanya jujur dan keduanya menjelaskannya (transparan), niscaya diberkahi dalam jual beli mereka berdua, dan jika mereka berdua menyembunyikan atau berdusta, niscaya akan dicabut keberkahan dari jual beli mereka berdua. Abu Dawud berkata “sehingga mereka berdua berpisah atau melakukan jual beli dengan akad khiyar.” (HR. Al-Bukhari-Muslim dan imam ahli hadis lainnya)
عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: اَلْبَيِّعَانِ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ عَلَى صَاحِبِهِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا إِلاَّ بَيْعَ الْخِيَارِ – رواه مسلم
“Dari Nafi’ dari Ibnu Umar; bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Dua orang yang melakukan jual beli, masing-masing mereka memiliki hak untuk memilih atas saudaranya (teman akadnya) selama mereka berdua belum berpisah kecuali jual beli dengan menggunakan akad khiyar.” (HR. Muslim).
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَنْتَ بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ. ثُمَّ أَنْتَ فِى كُلِّ سِلْعَةٍ ابْتَعْتَهَا بِالْخِيَارِ ثَلاَثَ لَيَالٍ فَإِنْ رَضِيتَ فَأَمْسِكْ وَإِنْ سَخِطْتَ فَارْدُدْهَا عَلَى صَاحِبِهَا. – رواه ابن ماجه
“ Nabi saw bersabda: Apabila kamu menjual maka katakanlah dengan jujur dan jangan menipu. Jika kamu membeli sesuatu maka engkau mempunyai hal pilih selama tiga hari, jika kamu rela maka ambillah, tetapi jika tidak maka kembalikan kepada pemiliknya.” (HR. Ibnu Majah)
Secara faktual, khiyar syarat sebagaimana dijelaskan di atas sangat dibutuhkan oleh seseorang dengan berbagai alasan dan pertimbangan, sehingga kedua belah pihak merasa nyaman dan hak-hak mereka terlindungi.
Namun, terkait dengan batas maksimal waktu kebolehan khiyar Syarat, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Dalam hal ini pendapat para ulama dapat dikategorikan menjadi tiga pendapat: Pertama: Mazhab Hanafi, Syafi’i dan Zhahiri berpendapat; bahwa tidak boleh bagi kedua belah pihak yang berakad atau salah satunya untuk memberikan syarat lebih dari tiga hari untuk jenis barang apa saja. Jika keduanya atau salah satunya menyaratkan lebih dari tiga hari, maka akadnya menjadi rusak (tidak sah).
Kedua: Mazhab Hambali, Al-Auza’i dan sebagian ulama Hanafi berpendapat; kedua belah pihak boleh mensyaratkan lebih dari tiga hari asalkan penjual merelakannya (ridha). Sedangkan yang ketiga; Madzhab Maliki berpendapat; bahwa tempo khiyar berbeda-beda berdasarkan perbedaan barang yang dijual apakah ia termasuk barang yang perlu ada khiyar untuk mencari informasi atau meminta pendapat keluarga atau pihak yang ahli di bidangnya, seperti dalam satu, dua atau tiga hari untuk memilih baju, satu bulan untuk membeli tanah, semuanya ditetapkan berdasarkan keperluan dan pertimbangan barang yang dijual.
BACA JUGA: Hukum Jual Beli saat Azan Jumat
Dari ketiga pendapat ulama’ tersebut, tentu yang paling realistis adalah gabungan dari pendapat yang kedua dan ketiga, yaitu kebolehan untuk melakukan hak khiyar disesuaikan dengan keperluan dan pertimbangan barang serta keridhaan dari pihak penjual.
Jika tengggang waktu khiyar yang disyaratkan habis tanpa pernah terjadi penolakan atau meneruskan akad pada saat tenggang waktu masih tersisa, maka khiyar dianggap gugur, sebab ia terbatas dengan tenggang waktu tertentu, dan sesuatu yang dibatasi dengan batas waktu (limits) tertentu maka ia dianggap habis jika masa itu tiba.
Perbedaan dan Persamaan antara Khiyar Syarat dan Garansi
Jika mencermati pengertian, tujuan dan maksud disyariatkannya khiyar Syarat, maka dapat difahami bahwa antara khiyar Syarat dan garansi memiliki perbedaan yang cukup mendasar sekalipun dalam hal tertentu memiliki sisi kesamaan.
Perbedaan mendasarnya adalah; bahwa Khiyar Syarat merupakan suatu transaksi antara penjual dan pembeli yang dapat menyebabkan terjadinya pembatalan transaksi jual beli sesuai dengan kesepakan kedua belah pihak. Sedangkan garansi umumnya merupakan salah satu bentuk pelayanan pihak penjual untuk menjamin kualitas barang, dimana selama waktu yang telah ditentukan, penjual memberikan perawatan terhadap barang yang telah dijual jika terjadi sesuatu, baik menyangkut perawatan maupun kerusakan dan tidak berakibat pada pembatalan transaksi jual beli.
Adapun persamaannya adalah, baik khiyar Syarat maupun sistem garansi, sama-sama memiliki motif untuk menjamin hak-hak mereka (penjual dan pembeli) sehingga mereka tidak merasa dirugikan dan terciptanya kepuasan dan saling ridha antara mereka berdua sesuai dengan spirit yang diajarkan oleh Rasulullah saw “Innamal bai’ ‘an taradhin” (hanya saja jual beli harus atas dasar saling meridhai). []
BERSAMBUNG
SUMBER: TUNTUNAN ISLAM