MAKNA “muhtaram” di sini adalah terjaga darahnya, tidak boleh dibunuh. Secara umum, manusia statusnya muhtaram, kecuali yang dihalalkan darahnya oleh Islam, seperti orang yang murtad, kafir harbi (yang memerangi umat Islam), pelaku pembunuhan secara sengaja, begal atau penyamun yang membunuh korbannya, pezina muhshan dan orang yang meninggalkan shalat tanpa uzur, dengan syarat-syarat tertentu.
Adapun hewan, yang termasuk hewan muhtaram, tidak boleh dibunuh, adalah hewan yang boleh dimakan dagingnya (ma’kul al-lahm) jika ia dimatikan bukan untuk dimakan atau dimanfaatkan anggota tubuhnya.
BACA JUGA: Apakah Hewan Bisa Memprediksi atau Membawa Kabar Duka?
Artinya, hewan yang ma’kul al-lahm, boleh disembelih secara syar’i untuk dimakan dagingnya dan dimanfaatkan kulit, tanduk, dan semisalnya.
Namun jika tidak untuk tujuan tersebut, tidak boleh membunuhnya.
Sedangkan hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya (ghayru ma’kul al-lahm), hanya hewan yang mu’dzi (bisa mendatangkan bahaya, kerugian atau semisalnya bagi kita) saja yang tidak muhtaram, sehingga boleh dibunuh.
Misalnya babi dan hewan fawasiq seperti burung gagak, elang, tikus, ular dan anjing liar yang buas.
BACA JUGA:Â Bolehkah Menyembelih Hewan yang Sakit?
Adapun hewan ghayru ma’kul al-lahm yang tidak berbahaya atau merugikan kita, tak boleh dibunuh, kecuali jika ada hajat untuk itu.
Wallahu a’lam. []
Rujukan: Mushthalahat Fiqhiyyah, karya Syaikh Muhammad Ghiyats Ash-Shabbagh, dalam muqaddimah ‘Umdah As-Salik Wa ‘Uddah An-Nasik, karya Al-‘Allamah Ibn An-Naqib Al-Mishri, Halaman 19, Penerbit Dar Al-Fayha, Damaskus, Suriah.
Oleh: Muhammad Abduh Negara