Xinjiang – Organisasi non pemerintah, yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia, Human Rights Watch (HRW), menilai bahwa tindakan pemerintah Cina yang melarang para orang tua Muslim di wilayah Xinjiang, untuk memberi nama Islami kepada anak mereka sebagai pelarangan yang tidak masuk akal.
Dalam sebuah pernyataan, Direktur HRW Cina, Sophie Richardson, mengatakan bahwa anak-anak yang memiliki nama terlarang tersebut tidak akan terdaftar pada kartu keluarga, juga tidak akan mendapatkan dokumen penting guna memasuki sekolah umum dan berbagai layanan sosial.
Menurutnya, kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Cina tersebut adalah penindasan. Hal ini juga bukan solusi terhadap insiden kekerasan dan ketegangan etnis di Xinjiang, yang pecah akhir-akhir ini.
Larangan tersebut justru berpotensi untuk menaikkan kemarahan etnis Uighur, jika pemerintah Cina nekat menetapkan kebijakan tersebut. “Pemerintah seharusnya dapat mengurangi, bukannya melakukan suatu kebijakan yang bersifat penindasan,” kata Sophie, seperti dikutip dari Free Malaysia Today.
Ia menambahkan, selain larangan terhadap nama Islami tersebut, Beijing turut menegakkan aturan lain yang membatasi kebebasan beragama dengan dalih memerangi ekstrimisme agama. Contohnya pada 1 April lalu, pemerintah China melarang pria untuk memanjangkan jenggot, dan melarang wanita untuk mengenakan kerudung di tempat umum.
Pemerintah Cina juga turut memaksa para warganya untuk menonton progam televisi atau mendengarkan radio milik pemerintah. Bagi mereka yang menolak untuk melakukannya akan dikenakan hukuman.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Cina membatasi nama-nama Islami seperti Medina, Mekkah, Muhammad untuk disematkan kepada bayi yang baru lahir. Hal ini diterapkan di Xinjiang, tempat di mana 10 juta Muslim Uighur tinggal.
Orang tua yang menamai anaknya dengan nama-nama itu dianggap melebih-lebihkan semangat religius.[]
Sumber :Kiblat