ADA beberapa poin yang perlu diperhatikan di sini:
1. Shalat dan puasa adalah dua ibadah yang masing-masing berdiri sendiri. Yang satu tidak menjadi syarat bagi yang lain. Berbeda halnya dengan wudhu misalnya, yang menjadi syarat sah shalat.
Karena masing-masing berdiri sendiri, meninggalkan salah satu ibadah tidak mempengaruhi keabsahan ibadah yang lain. Shalatnya orang yang tak puasa di bulan Ramadhan tanpa uzur, tetap sah. Demikian juga, puasanya orang yang tak shalat lima waktu tetap sah.
2. Sebagian ulama, semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan para pengikut beliau, menjadikan pelaksanaan shalat lima waktu sebagai standar iman dan kufur.
BACA JUGA:Â Puasa tapi Tak Shalat, Bagaimana?
Sederhananya, orang yang meninggalkan shalat lima waktu, meski hanya karena malas (tetap mengakui kewajiban shalat) dihukumi kafir. Karena dihukumi kafir, maka berlaku kaidah “ibadahnya orang kafir tidak sah”.
Karena itu, bagi yang mengikuti pendapat ini, puasanya orang yang tak shalat lima waktu, tidak sah, karena ia dihukumi kafir, dan puasanya orang kafir tak sah.
Namun, jumhur (mayoritas) ulama tidak berpendapat demikian. Orang yang meninggalkan shalat karena malas dan semisalnya, selama masih mengakui kewajiban shalat lima waktu tersebut, tidak dihukumi kafir.
Ia masih muslim, namun pelaku maksiat dan dosa besar. Ibadah pelaku dosa besar, selama masih muslim, tetap diterima. Karena itu, menurut jumhur, puasa orang yang tak shalat lima waktu tetap sah.
3. Poin 1 dan 2 adalah terkait keabsahan puasa, yang berarti puasanya sudah tertunaikan dan ia tidak diwajibkan mengqadhanya. Kewajiban puasanya telah terlaksana.
Hanya saja, puasa orang yang tidak shalat lima waktu ini, serupa dengan orang yang puasa namun masih mengerjakan perbuatan-perbuatan buruk dan keji, yang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan yang ia dapatkan dari puasanya hanyalah rasa lapar dan haus. Sah memang, tapi tak bernilai.
BACA JUGA:Â Shalat dan Puasa tapi Tidak Zakat, Bagaimana?
4. Namun meski “tak bernilai”, tetap tak elok jika dikatakan “lebih baik tidak usah puasa saja…”. Yang lebih tepat, sebagaimana disampaikan juga oleh ulama yang saat ini tinggal di Doha di laman FB-nya, yang maknanya, “Puasa yang anda lakukan sudah bagus, teruskan. Dan lebih baik lagi jika diikuti juga dengan melaksanakan shalat lima waktu.”
Ini fiqih dakwah. Yang dituju sama, namun dilakukan/diungkapkan dengan cara berbeda, akan mendapatkan hasil yang berbeda.
Cara penyikapan dan penyampaian yang lebih baik kepada mad’u, akan menghasilkan penerimaan yang lebih baik.
Wallahu a’lam. []
Oleh: Muhammad Abduh Negara