Intermittent fasting (IF) alias diet puasa adalah metode diet dengan pola makan yang mencakup periode puasa teratur, di mana kita mengonsumsi lebih sedikit kalori di sepanjang hari dalam jam tertentu.
Banyak penelitian yang mengaitkan intermittent fasting dengan sejumlah manfaat. Mulai dari penurunan berat badan, mengurangi faktor risiko penyakit jantung, meningkatkan sensitivitas insulin, dan kontrol gula darah.
Meski diet puasa sudah dinyatakan aman, namun tidak dapat dipungkiri jika metode diet ini juga kerap menimbulkan beberapa efek samping.
Nah, bagi yang tertarik untuk mencoba intermittent fasting, baik untuk mengenali sembilan potensi efek samping terkait diet puasa semacam ini.
1. Rasa lapar ekstrem
Mungkin tidak mengherankan, rasa lapar adalah salah satu efek samping paling umum dari intermittent fasting. Saat kita mengurangi asupan kalori atau menjalani waktu lama tanpa mengonsumsi kalori, kita mungkin mengalami peningkatan rasa lapar.
BACA JUGA: 6 Menu Makanan untuk Diet saat Puasa
Sebuah penelitian yang melibatkan 112 orang menugaskan beberapa peserta ke dalam kelompok pembatasan energi berselang.
Mereka mengonsumsi 400-600 kalori dalam dua hari berturut-turut setiap minggu selama satu tahun.
Kelompok-kelompok ini melaporkan skor kelaparan yang lebih tinggi daripada mereka yang mengonsumsi makanan rendah kalori dengan pembatasan kalori terus menerus.
Studi menunjukkan, kelaparan adalah gejala yang biasanya dialami orang selama hari-hari pertama rejimen.
Satu studi tahun 2020 mengamati 1.422 orang yang berpartisipasi dalam rejimen puasa yang berlangsung selama 4–21 hari.
Baca juga: Kondisi yang Berbahaya untuk Melakukan Diet Puasa
Mereka cenderung mengalami gejala kelaparan hanya selama beberapa hari pertama rejimen.
Jadi, gejala seperti lapar bisa hilang saat tubuh kita beradaptasi dengan periode puasa yang teratur.
2. Sakit kepala dan pusing
Sakit kepala juga merupakan efek samping yang umum dari diet puasa, dan gejala ini biasanya terjadi selama beberapa hari pertama rejimen. Sebuah tinjauan tahun 2020 mengamati 18 studi tentang orang yang menjalani rejimen puasa. Dalam empat studi yang melaporkan efek samping, beberapa peserta mengatakan mereka mengalami sakit kepala ringan.
Menariknya, para peneliti telah menemukan, sakit kepala saat puasa terletak di bagian depan otak dan rasa sakitnya biasanya ringan atau sedang. Terlebih lagi, orang yang biasanya mengalami sakit kepala cenderung mengalami sakit kepala saat berpuasa daripada mereka yang tidak.
Para peneliti menyarankan, gula darah rendah dan penarikan kafein dapat menyebabkan sakit kepala selama intermittent fasting.
3. Masalah pencernaan
Masalah pencernaan, termasuk sembelit, diare, mual, dan kembung adalah gejala yang mungkin kita alami saat melakukan intermittent fasting.
Pengurangan asupan makanan yang menyertai beberapa rejimen puasa dapat berdampak negatif pada pencernaan, sehingga menyebabkan sembelit dan efek samping lainnya. Ditambah lagi, perubahan pola makan yang terkait dengan program intermittent fasting dapat menyebabkan kembung dan diare.
Dehidrasi dan efek samping umum lainnya yang terkait dengan intermittent fasting juga dapat memperburuk sembelit. Untuk alasan ini, penting bagi kita tetap terhidrasi dengan baik saat berlatih intermittent fasting dan memilih makanan padat nutrisi yang kaya serat yang dapat mencegah sembelit.
4. Perubahan suasana hati
Beberapa orang mungkin mengalami iritabilitas dan gangguan suasana hati lainnya saat mereka melakukan intermittent fasting. Ketika gula darah kita rendah itu dapat memicu rasa kesal dan membuat kita lebih mudah marah. Gula darah rendah atau hipoglikemia dapat terjadi selama periode pembatasan kalori atau selama periode puasa.
Hal ini menyebabkan iritabilitas, kecemasan, dan konsentrasi yang buruk. Sebuah studi tahun 2016 pada 52 wanita menemukan, partisipan secara signifikan lebih mudah tersinggung selama periode puasa 18 jam daripada selama periode non-puasa.
Menariknya, meskipun para wanita lebih mudah tersinggung, mereka juga mengalami rasa pencapaian, kebanggaan, dan pengendalian diri yang lebih tinggi pada akhir periode puasa daripada yang dilaporkan pada awal puasa.
5. Merasa kelelahan
Studi menunjukkan, beberapa orang yang mempraktikkan berbagai metode intermittent fasting mengalami kelelahan dan memiliki tingkat energi yang rendah.
Gula darah rendah terkait intermittent fasting dapat menyebabkan kita merasa lelah dan tidak berdaya. Selain itu, intermittent fasting dapat menyebabkan gangguan tidur pada beberapa orang, yang dapat menimbulkan kelelahan di siang hari.
Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan, intermittent fasting sebenarnya dapat mengurangi kelelahan, terutama karena tubuh kita beradaptasi dengan periode puasa yang teratur.
6. Bau mulut
Bau mulut adalah efek samping yang tidak menyenangkan, yang dapat terjadi pada beberapa orang selama intermittent fasting. Hal ini disebabkan oleh kurangnya aliran air liur dan munculnya aseton dalam napas.
Puasa menyebabkan tubuh kita menggunakan lemak untuk bahan bakar. Aseton adalah produk sampingan dari metabolisme lemak, sehingga meningkatkan darah dan napas selama puasa. Terlebih lagi, dehidrasi — gejala yang terkait dengan intermittent fasting — dapat menyebabkan mulut kering dan menyebabkan bau mulut.
7. Gangguan tidur
Beberapa penelitian menunjukkan, gangguan tidur seperti insomnia atau sering tertidur adalah salah satu efek samping paling umum yang terkait dengan intermittent fasting.
Sebuah studi tahun 2020 mengamati 1.422 orang yang berpartisipasi dalam rejimen puasa yang berlangsung selama 4–21 hari. Studi tersebut menemukan, 15 persen partisipan melaporkan gangguan tidur terkait puasa. Mereka melaporkan ini lebih sering daripada efek samping lainnya.
Kelelahan mungkin lebih umum terjadi pada hari-hari awal program diet puasa karena tubuh mengeluarkan banyak garam dan air melalui urine. Ini dapat menyebabkan dehidrasi dan kadar garam yang rendah.
Kendati demikian, penelitian lain menunjukkan, intermittent fasting tidak berpengaruh pada tidur. Sebuah studi tahun 2021 mengamati 31 orang dengan obesitas yang berpartisipasi dalam rejimen puasa sehari-hari, sambil mengikuti diet rendah karbohidrat selama enam bulan.
Studi tersebut mengungkapkan, rejimen ini tidak memengaruhi kualitas atau durasi tidur, serta tingkat keparahan insomnia.
8. Dehidrasi
Seperti disebutkan di atas, selama hari-hari awal puasa, tubuh melepaskan sejumlah besar air dan garam melalui urine. Proses ini dikenal sebagai diuresis alami atau natriuresis puasa. Jika ini terjadi dan kita tidak mengganti cairan maupun elektrolit yang hilang melalui urine, kita bisa mengalami dehidrasi.
BACA JUGA: 4 Buah-buahan yang Direkomendasikan untuk Berbuka Puasa
Selain itu, orang yang melakukan intermittent fasting mungkin lupa minum atau kurang minum. Hal ini sangat umum terjadi saat kita pertama kali memulai rejimen intermittent fasting.
Agar terhidrasi dengan baik, minumlah air sepanjang hari dan pantau warna urin kita. Idealnya, warnanya harus kuning pucat. Apabila urine berwarna lebih gelap kemungkinan besar itulah tanda kita sedang mengalami dehidrasi.
9. Malnutrisi
Apabila seseorang melakukan intermittent fasting yang sangat lama dan tidak mengisi kembali tubuhnya dengan nutrisi yang cukup, maka metode ini dapat menyebabkan malnutrisi.
Hal yang sama berlaku untuk diet pembatasan energi berkelanjutan yang tidak direncanakan dengan baik. Masyarakat pada umumnya mampu memenuhi kebutuhan kalori dan gizinya pada berbagai jenis program intermittent fasting.
Namun, jika kita tidak merencanakan atau mempraktikkan program puasa dengan hati-hati dalam jangka waktu yang lama, kita mungkin mengalami kekurangan gizi bersama dengan komplikasi kesehatan lainnya. []
SUMBER: KOMPAS