“JANGAN pamer susahmu, karena orang yang benci kamu makin seneng, yang deket kamu belum tentu peduli”, demikian nasihatnya waktu bertemu di kelas.
Kita satu kelas di sekolah binis waktu itu, isi kelas sangat heterogen baik dari usia, ras dan agama. Di kelas itu saya satu satunya muslimah dan berkerudung panjang.
Pertama kali saya masuk, datang terlambat karena perjalanan ke kampus butuh waktu 3 jam perjalanan.
Pandangan mereka asing padaku, karena memang aku satu-satunya yang “berbeda”. Ada kesan kaku mereka pertama berinteraksi denganku. Mereka begitu berhati-hati. Tapi kesan bahwa aku “menyeramkan” hilang setelah 2 minggu bergabung dengan mereka. Berbalik malah kalau 5 menit waktu kelas aku belum hadir mereka akan telepon mastiin aku dimana. Kelas yang serius seringkali cair dengan “celetukan” ku yang menurut mereka “gokil akut”.
BACA JUGA:Â Â Jangan Terima Makanan dari Orang Tak Dikenal
2 tahun aku dikelas, dekat satu sama lain sampai bikin group. Ada seorang wanita separuh baya, tampilannya sedehana. Tapi jangan ditanya bisnisnya 😊. Gak pernah sekalipun ngomongin kesulitan bisnis yang dia jalanin. Dia cuma senyum dan orangnya sangat humanis.
Sampai sekali waktu, kita makan berdua bareng, itu kali pertama kita berdua makan bareng. Ternyata dia menjanda sudah 14 tahun. Suaminya meninggal karena sakit, yang menghabiskan seluruh aset bahkan meninggalkan hutang. Dia mulai hidup sendiri bukan dari titik 0 tapi dari minus dan harus membesarkan 4 anak yang masih kecil-kecil. Perjuangannya berat, tanpa support keluarga, yang ada tekanan-tekanan karena keluarga tidak mau diberatkan.
Tapi dia juga gak minta pertolongan ataupun belas kasihan siapa-siapa. Dia tidak pernah menampakan statusnya sebagai seorang janda, karena menurutnya status tersebut gak diterima dengan baik oleh lingkungan sosial. Bahkan surat kematian suaminya tak diurusnya ke kelurahan agar status di KTP dan KK tidak berubah.
Dia berjuang dengan tetes keringat dan airmatanya sendiri, dan 4 anaknya semua sekarang sekolah di luar negeri.
“Orang yang nampak peduli itu kadang cuma alat untuk memuaskan rasa ingin tahunya, lalu jadi bahan gosip”. Begitu dia bilang.
“Telan saja pahitmu, pahit kehidupan itu obat yang bikin kita makin kuat di kehidupan kedepan.” Demikian salah satu pelajaran darinya juga saat itu.
“Datangi dan hadapi, lalu lawan dengan tegas orang yang mengganggumu bukan dengan keras, karena kalau dengan keras emosimu sudah gak lagi terkontrol dan gak bisa lagi bedain mana yang benar dan enggak secara objective”. Begitu pendapatnya soal ketika kita diganggu orang.
“Jadi wanita kuat, supaya bisa punya anak yang hebat. Kalau ibunya mentalnya sehat anaknya juga jiwanya kuat. Kalau ibunya cengeng, banyak ngeluh, banyak tergantung sama orang, nanti anaknya jadi pecundang.” itu juga pesannya waktu itu.
BACA JUGA:Â Â Ikan Cupang, Julid, dan Kebahagiaan
“Kenapa Jiejie cerita hal yang pribadi sama aku, padahal jijie kan menutup pribadi jijie sama orang?” tanyaku.
“Dari pertama lihat kamu, jijie rasakan dan lihat sesuatu yang beda sama diri kamu. Jijie gak bisa ungkapin, tapi kayak ada magnet energy didirimu yang bikin orang nyaman dan aman dengan kehidupan pribadinya,” demikian alasannya.
Di group ramai. Jiejie berpulang karena Covid-19. Gak ada yang tahu kapan jiejie mulai sakit. Aku check WA nya… jijie WA aku 10 hari lalu dan gak terbaca. Tertumpuk WA-WA jualan dan titipan sedekah. Payah betul aku
Jijie, selamat jalan. Terimakasih banyak contoh dan nasehat yang udah diberi. Cuma bisa berurai air mata pagi ini. []