PUASA Syawal, selama ini dikenal sebagai puasa sunah. Namun, tahukan, puasa 6 hari di bulan Syawal ini juga dihukumi makruh oleh sebagian ulama mazhab.
Perbedaan pendapat tentang hukum puasa Syawal itu bukan hal baru. Ini telah ada sejak ratusan tahun lalu, yakni 13 abad lalu.
Pendapat yang mengatakan bahwa puasa Syawal itu makruh adalah pendapat mazhab Imam Maliki di Madinah. Pendapat ini memang berbeda dengan pendapat jumhur ulama Mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali, yang sepakat bahwa puasa Syawal itu termasuk puasa sunah.
BACA JUGA: Puasa Syawal, Harus 6 Hari Berturut-turut?
Bagimaman perbedaan tersebut bisa terjadi? Ahmad Zarkasih, Lc., dalam buku Yang Harus Diketahui dari Puasa Syawal, menjelaskan tentang kedua perbedaan pendapat tersebut.
Berikut penjelasan singkat tentang perbedaan 2 hukum puasa Syawal tersebut:
1 Puasa Syawal termasuk sunah
Jumhur ulama selain mazhab Maliki berpendapat bahwa puasa Syawal itu sunah. Mereka menyandarkan pendapatnya kepada hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Kitab Shahih. Dari Sahabat Abu Ayyub Al Anshari, Nabi SAW bersabda:
“Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diikuti puasa 6 hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sebulan penuh.” (HR Muslim, Kitab Al-Shiyam, Bab Kesunahan Puasa 6 Hari Syawal)
Dalam tersebut, ada pahala yang dijanjikan Allah kepada muslim yang mengerjakan puasa 6 hari di bulan Syawal tanpa ada ancaman terhadap orang yang tidak melakukannya. Artinya, ini adalah anjuran. Jadi, ini merupakan sunah. Bukan sebuah kewajiban karen tidak ada ancaman dalam meninggalkannya.
BACA JUGA: Bolehkah Puasa Syawal Digabung Puasa Qadha
2 Puasa Syawal termasuk makruh
Pendapat ini dipegang oleh mazhab Maliki. Ini bukan karena ketidaktahuan tentang adanya hadis yang diriwayatkan sahabat Abu Ayyub Al Anshari.
Imam Maliki merupakan seorang ulama hadis terkemuka. Beliau adalah ahli hadis (muhaddits) dan dikenal sebagai imam mazhab yang kuat dalam pengamalan hadis di setia fatwanya.
Terkait hadis yang diriwayatkan Abu Ayyub Al Anshari, Imam Maliki pun mengetahui bahwa hadis tersebut shahih. Namun, hadis ini menyelisihi Amal Ahli Madinah. Lebih dari itu,jalur periwayatan hadis ini tunggal atau disebut hadis ahad. Hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh satu orang di setiap tingkatan sanadnya. Bukan hadis mutawatir yang diriwayatkan banyak orang di setiap tingkat sanadnya.
Imam Ibnu Adil Barr, ulama terkemuka mazhab Maliki, mengatakan dalam kitab karyanya Al Istidzkar (3/379):
“Imam Malik menyebutkan perihal puasa 6 hari Syawal bahwa beliau tidak pernah melihat seseorang dari kalangan ahli fiqih dan ahli ilmu yang berpuasa 6 hari Syawal, beliau (Imam Malik) berkata: ‘Tidak satupun riwayat yang sampai kepadaku tentang puasa Syawal dari salah satu ulama salaf.'”
BACA JUGA: Bagaimana Tata Cara Puasa Syawal?
Seperti yang diketahui, salah satu sumber hukum Islam yang menjadi rujukan Mazhab Maliki adalah Amal Ahli Madinah. Jadi, meski ada hadis shahih jika itu termasuk hadis ahad dan bertentangan dengan Amal Ahli Madinah, maka yang digunakan sebagai sandaran hukum atau mashdar asy syariah oleh mazhab ini adalah Amal Ahli Madinah.
Sehingga, tidak perlu heran jika ada yang memakruhkan puasa Syawal. Bisa jadi sandaran hukum yang dipegangnya didasarkan kepada pendapat Mazhab Maliki. Dalam Islam sendiri perbedaan dalam fiqih itu lumrah dan tidak jadi masalah. []