PADA masa Nabi Musa (Alaihis Salaam), ada seorang penggembala yang hatinya dipenuhi dengan Cinta Ilahi.
Dia, saat menggembalakan dombanya di padang rumput pegunungan, senantiasa berdoa kepada Allah Ta’ala sebagai berikut: “Ya Allah! Di manakah Engkau akan bertemu dengan hamba? Jika Engkau bertemu dengan hamba, aku akan menjadi hambaMu, menjahit pakaianMu, menyisir rambutMu dan jika Engkau sakit, aku akan menghiburMu.
“Ya Allah! Jika aku melihat rumahMu, aku akan membawakan susu dan mentega untukMu siang dan malam. Aku akan mencium tanganmu dan memijat kakimu.
BACA JUGA: Nabi Musa dan Seorang Lelaki Shaleh yang Sedang Sibuk Beribadah di Sebuah Gua
“Ketika waktu-Mu untuk tidur tiba, Aku akan menyapu tempat tidur-Mu. Ya Allah! Semua dombaku dikorbankan untukMu.
“Ya Allah, apapun kata-kata yang hamba ucapkan tentang domba dan kambing hamba, hamba sebenarnya mengucapkannya dalam kerinduan cinta kepadaMu.”
Si penggembala itu membuka hatinya kepada Allah Ta’ala dengan kata-kata cinta ini ketika tiba-tiba Nabi Musa Alaihis Salaam kebetulan lewat dan ketika dia mendengar kata-kata tersebut.
Nabi Musa berkata: “Wahai Penggembala, menurutmu apakah Allah Ta’ala membutuhkan seorang hamba? Apakah Dia berkepala sehingga kamu bisa menyisir rambut-Nya? Apakah Dia bisa lapar sehingga kamu bisa memberinya susu kambing untuk diminum? Apakah Dia menjadi sakit sehingga kamu dapat merawatnya dengan simpatik?
“Hai Orang yang Bodoh! Allah Ta’ala bebas dari segala kesalahan dan kebutuhan. Cepat bertobat! Kata-katamu adalah kata-kata penghujatan. Allah Ta’ala sama sekali tidak membutuhkan layananmu.”
Ketika penggembala mendengar kata-kata Nabi Musa Alaihis Salaam ini, dia menjadi malu pada dirinya sendiri. Dalam ketakutan dan kesusahan, dia merobek pakaiannya dan mulai menangis dengan sedih, melarikan diri menuju gurun.
BACA JUGA: Kisah Nabi Musa dan Jodoh Tidak Terduga
Kemudian Allah Ta’ala mengirimkan wahyu kepada Nabi Moosa Alaihis Salaam: “Wahai Musa, mengapa kamu mengejar hamba-Ku? Aku telah mengirimmu agar mereka menyembah kepada-Ku, bukan untuk membuat mereka menjauh dari-Ku.”
Pelajaran
Pelajaran dari kisah ini adalah bahwa, pada saat menegur atau menasihati seseorang, kita harus ingat bahwa orang yang kita tegur itu mungkin saja orang yang diterima di sisi Allah Ta’ala. Ini mungkin karena cinta mereka yang luar biasa dan sebenarnya bukan tidak sopan, meskipun bagi orang luar mungkin tampak demikian. Allahu alam. []
SUMBER: MA’AARIF- E -MATHNAWI