PUASA di bulan Ramadhan hukumnya wajib dan termasuk rukun Islam yang lima. Artinya bukan orang Islam namanya jika tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Namun Islam adalah agama yang paling pengertian dengan kondisi manusia. Ada orang yang dibolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena alasan yang syar’i, seperti sakit, wanita haid atau sedang dalam perjalanan. Dengan syarat ia wajib mengqadha atau mengganti puasa yang ditinggalkannya di luar bulan Ramadhan.
Berikut beberapa ketentuan dan larangan yang perlu kamu ketahui mengenai puasa ganti atau puasa qadha:
1 Hukum puasa qadha
Hukum mengganti (qadha) puasa Ramadhan yang ditinggalkan adalah wajib berdasarkan firman Allah SWT yang artinya, “Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)
BACA JUGA: Belum Tunaikan Puasa Qadha Tahun Lalu hingga Ramadhan Datang, Bagaimana?
2 Waktu dan lafaz niat puasa qadha
Waktu berniat puasa qadha ini adalah sama dengan waktu puasa Ramadhan, yaitu pada waktu malam dan berakhir ketika masuk subuh. Kalau berniat selepas subuh, maka tidak sah puasa qadha itu.
Adapun mengenai niat puasa qadha tidak semestinya menuntut kepada satu lafaz yang khusus. Karena letak niat berada di hati. Namun bagi kamu yang ingin lebih memantapkan niat, berikut lafaz puasa qadha:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءٍ فَرْضَ رَمَضَانً ِللهِ تَعَالَى
“Aku niat puasa esok hari karena mengganti fardhu Ramadhan karena Allah Ta’ala.”
3 Bersegera mengganti puasa yang ditinggalkan
Siapa saja yang membatalkan puasa Ramadhan karena safar, sakit dan lainnya bersegeralah untuk menggantinya. Tidak boleh menundanya hingga Ramadhan berikutnya tanpa adanya uzur. Disunnahkan bagi mereka untuk segera membayar qadha’nya agar segera terbebas dari tanggungan.
Namun jika tidak menggadha dengan segera, maka ia wajib betekad untuk itu, dan boleh baginya mengundurkannya karena waktunya panjang. Setiap kewajiban yang waktunya panjang, diperbolehkan mengundurkannya dengan tekad mengerjakannya, diperbolehkan untuk melakukannya secara terpisah-pisah tanpa berurutan.
4 Disunnahkan puasa qadha secara berturut-turut
Qadha disunnahkan untuk dilakukan dengan cara berturut-turut karena qadha mengikuti ada’ (ibadah tepat pada waktunya) menurut ijma'(kesepakatan para ulama’). Terutama jika sudah mencapai bulan Sya’ban namun masih tersisa sejumlah puasa yang harus diqadha, maka ia wajib melakukan qadha dengan cara berurutan. Demikian menurut ijma’. Hal itu karena sempitnya waktu.
Tak boleh menunda qadha hingga tiba Ramadhan berikutnya
Tidak boleh menunda qadha hingga Ramadhan berikutnya tanpa adanya uzur. Berdasarkan ucapan Aisyah ra:
“Suatu ketika aku memiliki utang puasa Ramadhan dan aku tidak bisa mengqadha puasa Ramadhan, melainkan pada bulan Sya’ban karena kesibukan melayani Rasulullah SAW,” (Muttafaqun `alaih).
Namun tidak mustahil jika ada orang-orang dengan alasan tertentu belum juga melaksanakan qadha puasa Ramadhan sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya. Apabila ditunda tanpa halangan yang sah, maka hukumnya haram dan berdosa.
BACA JUGA: Orang yang Wajib Qadha Puasa Ramadhan
6 Niat puasa qadha tak boleh digabung dengan puasa syawal
Disadur dari Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih. No. fatwa: 12728, ternyata tidak boleh melakukan puasa enam hari di bulan Syawal dengan niat ganda, untuk puasa sunnah dan meng-qadha puasa Ramadhan yang pernah ditinggalkan. Kenapa?
Karena puasa Qadha itu wajib, seperti yang disebut dalam firman Alllah SWT: “Siapa saja di antara kalian yang sakit atau dalam perjalanan (kemudian dia berbuka) maka dia (mengganti) sebanyak hari puasa yang ditinggalkan di hari yang lain.” (Qs. Al-Baqarah:184)
Sementara, puasa enam hari Syawal itu hukumnya sunnah, berdasarkan hadis dari Abu Ayyub Al-Anshari. beliau mendengar Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti (puasa) enam hari bulan Syawal, maka itu seperti puasa setahun.” (HR. Muslim)
7 Konsekuensi tunda puasa qadha bertahun-tahun
Siapa yang menunda qadha puasa hingga melebihi tahun kedua, maka di samping wajib qadha, dia wajib membayar fidyah. Yaitu, memberi makan kepada satu orang miskin, sekali sehari (sesuai jumlah hari yang wajib qadha). Demikian pandangan mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali.
Sedangkan, jika dia bisa melakukan qadha sebelum datang bulan Ramadhan tahun depan, tetapi dia sengaja tidak melakukannya. Maka, dia wajib membayar fidyah. Demikian pendapat keempat mazhab.
Nah, jika ingin melakukan qadha beberapa tahun selanjutnya, selain wajib qadha dia juga harus membayar fidyah (sesuai jumlah hari yang wajib diqadha-nya). Ini menurut mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali.
Sedangkan menurut mazhan Syafi’i, dia wajib qadha dan membayar fidyah sebanyakjumlah hari yang wajib diqadha-nya, dikalikan jumlah tahun yang sudah terlewati olehnya. Contoh: si A punya tanggungan qadha 10 hari, dan baru akan melaksanakan qadha 5 setelah lewat 5 tahun, maka, diawajib membayar fidyah sebanyak 50 hari (5×10). []