SEORANG pria memiliki toko makanan. Ia mengambil beberapa barangnya dari toko, seperti kotak buah-buahan dan barang-barang lainnya. Namun, ia kesulitan jika mengeluarkannya dan meninggalkannya setiap kali melaksanaan shalat berjamaah.
Apakah dia boleh meninggalkan seseorang di belakangnya (untuk menjaga tokonya) kemudian ia melaksanakan shalat jamaah, atau apakah baginya uzur untuk meninggalkan shalat berjamaah tersebut?
BACA JUGA: Hukum Meninggalkan Shalat dan Ancaman 15 Macam Bala
Menurut pendapat yang mewajibkan shalat berjamaah kecuali dengan uzur syar’i maka shalat berjamaah di masjid wajib bagi orang tersebut. Namun demikian, terhadap kasus ini terdapat perbedaan hukum tergantung pada jarak masjid yang dimaksud apakah dekat atau jauh dari tempatnya.
Apabila masjid jauh dari tempatnya sehingga ia tidak dapat mendengar seruan azan maka tidak wajib baginya melaksanaan shalat berjamaah di masjid. Hal ini didasarkan pada hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang berkata,
Seorang tunanetra mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, tidak ada yang bisa memandu saya ke masjid (untuk melaksanakan shalat berjamaah)”
Ia kemudian meminta Rasulullah SAW agar diberikan rukhsoh (keringanan) agar ia dapat melaksanakan salat wajib di rumahnya saja, maka Rasullullah mengizinkannya. Namun, saat orang itu hendak pergi, Rasulullah kemudian memanggilnya dan bersabda, “Apakah engkau mendengar seruan azan?”. “Iya, benar” jawab orang tersebut. Rasulullah bersabda, “Maka jawablah (seruan tersebut)” (HR. Muslim no. 653)
Hadis ini menjadi dalil bahwa orang yang tidak dapat mendengarkan seruan azan tidak ada kewajiban berjamaah baginya.
Adapun jika ia dapat mendengarkan seruan azan, maka berlaku baginya ketentuan berikut:
Apabila ia khawatir kehilangan barang dagangannya jika ia tinggalkan dan ia mendapatkan cara untuk memasukkan dagangannya tanpa ada kesulitan. Atau ia dapat membawa dagangannya yang ada di trotoar dengan menggunakan troli serta meletakkan barang-barang tersebut di dalam troli, sehingga jika azan berkumandang, ia dapat menarik troli tersebut dengan mudah, memasukkannya ke dalam dan menutup tokonya. Apabila dia mampu melakukan itu, tidak ada alasan lagi baginya untuk tetap tinggal di toko atau menyuruh orang lain menjaganya.
Jika ia tidak mendapatkan alternatif lain sementara ia khawatir kehilangan dagangan tersebut jika ia tinggalkan. Sedangkan jika ia memasukkan dagangan tersebut justru akan menghabiskan waktu, maka wajib baginya menjaga shalat berjamaah pada dua waktu yaitu shalat asar dan salat subuh.
Sebagaimana hadis Fadhalah bin ‘Ubaid radhiyallahu ‘anhu yang berkata,
“Rasulullah SAW telah mengajarkan sesuatu kepadaku dan bersabda, “Jagalah shalat lima waktu“. Akupun berkata, “Sungguh aku mempunyai kesibukan di waktu-waktu tersebut, maka perintahkanlah aku untuk mengerjakan suatu amalan ringkas yang apabila aku kerjakan, aku pun mendapatkan pahala”. Rasulullah SAW memahami maksudnya, kemudian bertanya: “Apakah dua waktu itu?”. Rasulullah menjawab, “Shalat yang ada di waktu sebelum matahari terbit, dan shalat di waktu sebelum terbenamnya”. (HR. Abu Daud no. 428, di-dhaif-kan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Sunan Abu Daud, dan juga oleh Al-Albani dalam Silsilah Adh-Dha’ifah no. 3344).
Maka, apabila waktu shalat asar tiba, hendaklah pedagang itu memasukkan barang dangannnya dan janganlah ia meninggalkan shalat berjamaah kecuali di waktu-waktu lain (selain dua waktu tersebut -pen.). Karena jika seseorang tidak mampu melaksanakan dua kewajiban sekaligus, hendaknya ia melaksanakan salah satunya. Sebagaimana kaidah syar’iyyah,
“Adanya kesulitan pada suatu perkara, tidak mengugurkan hukum pada perkara lain yang tidak ada kesulitan.”
https://www.youtube.com/watch?v=fP4xBYzDl7A
Ketahuilah bahwa diperbolehkan meninggalkan kewajiban melaksanakan shalat berjamaah apabila ada uzur yang dengannya diberikan rukhsah (keringanan) untuk tidak berjamaah seperti hujan, lumpur, cuaca yang sangat dingin, sakit, kondisi ketakutan (adanya ancaman apabila keluar rumah) serta kebutuhan yang mendesak dan berbagai kondisi sulit lainnya.
BACA JUGA: Ini Keutamaan dan Pahala Shalat Wajib 5 Waktu
Hal ini sejalan dengan firman Allah Ta’ala,
“Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.” (QS. Al-Hajj : 78)
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
“Allah menginginkan kemudahan bagi kalian dan Allah tidak menghendaki bagi kalian kepayahan.” (QS. Al-Baqarah : 185).
HR. Ibnu Majah No : 766 dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah SAW Bersabda :
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحَسَنَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لاَيَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لاَيُرِيْدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحَطَّ عَنْهُ بِهاَ خَطِيئَةً حَتىَّ يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ فَاءِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي صَلاَةٍ مَا كَانَتْ الصَّلاَةُ تَحْسُهُ
“ Jika salah seorang dari kalian berwudlu dan membaguskannya, kemudian datang ke masjid, dan tidak ada yang menggerakkannya menuju masjid kecuali shalat maka tidaklah ia melangkahkan kaki kecuali dengannya Allah akan mengangkat derajad dan menghapus dosanya hingga ia masuk masjid, dan jika masuk masjid maka ia akan tetap dalam hitungan shalat selama shalatlah yang menahannya ( dari keinginan pulang).” []
SUMBER: MUSLIM