BETAPA banyak kita jumpai pernikahan yang langgeng bahagia smpai akhir usia, namun juga tidak jarang kita jumpai pernikahan yang hanya berlangsung sesaat saja. Tentu ada sangat banyak faktor yang membuat pernikahan bisa bertahan lama, sebagaimana banyak faktor yang membuat pernikahan berujung petaka.
Salah satunya terletak pada dasar pondasi dalam membangun kehidupan berumah tangga. Apakah menikah dan berumah tangga semata-mata mendasarkan diri pada kata cinta, ataukah dengan pondasi taqwa.
BACA JUGA: Benarkah Lelaki Bisa Jatuh Cinta Berkali-kali?
Jika menikah hanya mengandalkan rasa cinta, maka kehidupan pernikahan akan berada dalam suasana fluktuasi tingkat tinggi. Karena rasa cinta itu bercorak fluktuatif mudah datang dan mudah pergi. Maka hendaknya menikah dan hidup berumah tangga karena memiliki tujuan mulia dan motivasi yang tinggi.
Salah satu pemahaman yang berkembang luas di tengah masyarakat adalah menganggap cinta dan kasih sayang semata-mata sebagai sebuah perasaan. Padahal cinta dan kasih sayang adalah sebuah pilihan, bukan sekedar perasaan. Jika suami atau istri menganggap cinta dan kasih sayang semata-mata hanyalah sebuah perasaan, maka mereka hanya akan berbuat baik dan mesra kepada pasangan apabila perasaan itu datang. Namun di saat perasaan itu hilang, maka mereka akan berlaku menjauh bahkan memusuhi pasangan.
Seharusnya suami dan istri memahami bahwa cinta dan kasih sayang adalah sebuah pilihan. Oleh karena itu, mereka akan selalu berusaha untuk memilih memberikan yang terbaik untuk pasangan, tidak dengan menunggu hadirnya perasaan cinta itu dalam diri mereka. Cinta yang dimaknai dalam bingkai pilihan, akan menjadi cinta yang aktif. Suami dan istri secara aktif memilih untuk melakukan hal terbaik untuk pasangan. Inilah cinta yang aktif. Bukan cinta yang pasif, dengan menunggu hadirnya rasa cinta dalam diri mereka.
Karakter cinta yang aktif bisa kita lihat dari teori segitiga cinta. Menurut Robert J Sternberg, ada tiga komponen penting dalam cinta, yaitu intimacy atau keintiman, passion atau gairah, dan commitment. Ketiga komponen cinta ini menghajatkan sikap aktif manusia.
Dalam perpektif pernikahan, pasangan suami istri harus aktif untuk mewujudkan keintiman, aktif untuk mewujudkan gairah dan bersedia memberikan komitmen kebaikan untuk pasangan. Dengan demikian selalu ada usaha yang bercorak aktif dan dinamis, karena menyadari bahwa cinta dan kasih sayang adalah sebuah pilihan.
Inilah pilihan yang tepat, dan dengan demikian rumah tangga akan berjalan harmonis serta bahagia, bahkan penuh cinta. Karena suami dan istri telah memilih untuk memberikan hal terbaik bagi keluarga. Mereka tidak bersikap diam dan pasif, menunggu hadirnya rasa cinta. Justru mereka menyambut cinta dan kasih sayang dengan cara memilih.
Karakter cinta sebagai sebuah pilihan, telah dinyatakan pula oleh para ulama terdahulu. Para ulama tidak memasukkan unsur cinta sebagai rukun nikah, atau syarat nikah. Cinta dan kasih sayang tidak termasuk komponen sakral yang diwajibkan keberadaannya sebagai sebuah syarat pernikahan. Berbeda dengan komponen lainnya, seperti saksi, wali, mahar, ucapan ijab kabul, dan lain sebagainya yang harus ada. Demikianlah sifat pernikahan orang bertaqwa, dimana mereka akan selalu memiliki pilihan yang tepat. Apakah rasa cinta itu tengah hadir atau tengah tiada, mereka akan tetap memiliki sikap yang tepat.
Ibnu Qutaibah ad-Dinawari menceritakan dalam kitab ‘Uyunul Akhbar, bahwa seseorang datang kepada al-Hasan al-Bashri untuk bertanya, “Saya memiliki seorang anak gadis, dan ia sudah dilamar orang. Kepada siapa saya harus menikahkannya?” Hasan Al Bashri menjawab, “Nikahkan dia dengan orang yang bertakwa kepada Allah. Jika orang itu mencintai putrimu, ia akan memuliakannya; dan jika ia membencinya, ia tidak akan menzhaliminya.”
Nasihat serupa juga pernah diucapkan oleh seorang ulama ketika menjawab pertanyaan yang sama,
“Janganlah kamu menikahkan putrimu kecuali dengan laki-laki yang bertakwa. Karena jika dia mencintai istrinya maka akan memuliakannya dan jika tidak suka maka tidak akan mendzaliminya.”
https://www.youtube.com/watch?v=D8vF1uzEr_M&t=71s
Hanya orang bertaqwa yang bisa bersikap dengan tepat dalam kehidupan. Coba kita cermati nasehat para ulama di atas. Lelaki bertaqwa tidak bersikap pasif menunggu datangnya rasa cinta untuk melakukan hal terbaik terhadap sang istri. Apakah dalam kehidupan berumah tangga akan selalu hadir cinta atau tidak, namun ia selalu memilih untuk melakukan dan memberikan hal terbaik bagi sang istri.
BACA JUGA: Jadilah Suami yang Dicintai bukan Ditakuti
Tentu saja sikap serupa akan dimiliki oleh perempuan bertaqwa. Dalam hidup berumah tangga, perempuan bertaqwa, ”jika dia mencintai suaminya maka akan memuliakannya dan jika tidak suka maka tidak akan mendzaliminya”. Betapa indah hidup berumah tangga apabila suami dan istri adalah orang-orang bertaqwa. Meeka bisa bersikap dan memilih yang benar dan tepat untuk kebahagiaan hidup berumah tangga. Tidak dengan menunggu hadirnya rasa cinta, namun dengan aktif memilih untuk selalu melakukan hal terbaik bagi keluarga. []
SUMBER: PAKCAH