MENUNAIKAN ibadah haji ke Baitullah di kota Mekah adalah cita-cita setiap Muslim. Namun ibadah yang termasuk dalam rukun Islam ini hanya disyariatkan bagi orang yang mampu melaksanakannya. Adapun bagi mereka yang sudah berhaji, tentu menginginkan mereka menjadi haji yang mabrur.
Menurut bahasa, haji mabrur berarti haji yang baik atau yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Taala. Menurut istilah, haji mabrur adalah haji yang mendorong pelakunya menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Sedangkan menurut syar’i, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
BACA JUGA: 5 Fakta Ibadah Haji yang Jarang Diketahui
Haji mabrur merupakan salah satu pintu menuju surga. Namun untuk mencapai derajat mabrur tentu membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dan ilmu yang cakap ketika melaksakan ibadah haji. Sangat disayangkan jika kita ia melewatkan haji dengan penuh kesia-siaan.
Kita bisa mengetahui tanda-tanda orang yang memperoleh haji mabrur. Apa sajakah tanda itu?
1 Hajinya dipenuhi dengan banyak amalan baik
Amalan shaleh tersebut seperti dzikir, shalat di Masjidil Haram, shalat pada waktunya, dan membantu teman seperjalanan. Ibnu Rajab berkata, “Maka haji mabrur adalah yang terkumpul di dalamnya amalan-amalan baik, plus menghindari perbuatan-perbuatan dosa,” (Lathaiful Ma’arif 1/67).
Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan berkata baik selama haji. Nabi SAW pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab, “Memberi makan dan berkata-kata baik,” (HR. Al-Baihaqi 2/413 no. 10693, dihukumi shahih oleh Al-Hakim dan Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits ash-Shahihah 3/262 no. 1264).
2 Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal
Allah Subhanahu wa Taala tidak akan menerima kecuali yang halal. Sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi SAW, “Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik,” (HR. Muslim).
3 Amalan-amalannya dilakukan dengan ikhlas dan baik
Sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya harus dijalankan, dan semua larangan harus ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusnya yang telah ditentukan.
4 Tidak berbuat maksiat selama ihram
Maksiat dilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam kondisi ihram, larangan tersebut menjadi lebih tegas, dan jika dilanggar, maka haji mabrur yang diimpikan akan lepas.
Di antara yang dilarang selama haji adalah rafats, fusuq dan jidal. Allah berfirman, “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji,” (QS. Al-Baqarah: 197)
Nabi Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya,” (HR. Muslim [1350] dan yang lain, dan ini adalah lafazh Ahmad di Musnad [7136]).
Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihram.
BACA JUGA: 6 Amalan di Bulan Haji
Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah, apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala bentuk maksiat adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadis di atas.
Jidal adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.
Ketiga hal di atas dilarang selama ihram. Adapun di luar waktu ihram, bersenggama dengam pasangan kembali diperbolehkan, sedangkan larangan yang lain tetap tidak boleh.
Demikian juga, orang yang ingin hajinya mabrur harus meninggalkan semua bentuk dosa selama perjalanan ibadah haji, baik berupa syirik, bid’ah maupun maksiat.
5 Setelah haji menjadi lebih baik
Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal shalih melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah tidak menerima amalannya.
Ibadah haji adalah madrasah. Selama kurang lebih satu bulan para jamaah haji disibukkan oleh berbagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Untuk sementara, mereka terjauhkan dari hiruk pikuk urusan duniawi yang melalaikan. Di samping itu, mereka juga berkesempatan untuk mengambil ilmu agama yang murni dari para ulama tanah suci dan melihat praktik menjalankan agama yang benar.
Logikanya, setiap orang yang menjalankan ibadah haji akan pulang dari tanah suci dalam keadaan yang lebih baik. Namun yang terjadi tidak demikian, apalagi setelah tenggang waktu yang lama dari waktu berhaji. Banyak yang tidak terlihat lagi pengaruh baik haji pada dirinya.
Bertaubat setelah haji, berubah menjadi lebih baik, memiliki hati yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal yang lebih mantap dan benar, kemudian istiqamah di atas kebaikan itu adalah salah satu tanda haji mabrur. []