Oleh: Rakhmat Basuki
erbe1979@yahoo.com
TENTU kita sering mendengar ungkapan bernada prihatin: mengapa Indonesia dengan jumlah umat islam yang mayoritas, namun masih banyak terjadi tindak kejahatan? Korupsi juga banyak dilakukan oleh mereka yang notabenenya seorang muslim? Apakah mereka tidak shalat? Apakah shalatnya belum baik?
Pertama, Shalat Mencegah Perbuatan Keji dan Munkar
Di dalam surat Al – Ankabut ayat 45 Allah SWT SWT berfirman yang artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan – perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah SWT (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah – ibadah yang lain). Dan Allah SWT mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Terkait dengan hal ini, Ibnu Katsir dalam tafsirnya memberikan penjelasan bahwa shalat itu mengandung dua hikmah, yaitu dapat menjadi pencegah diri dari perbuatan keji dan perbuatan munkar. Maksudnya dapat menjadi pengekang diri dari kebiasaan melakukan kedua perbuatan tersebut dan mendorong pelakunya dapat menghindarinya.
BACA JUGA: Shalat Malam 4 Khulafaur Rasyidin, Dahsyat
Di dalam sebuah hadits melalui riwayat Imran dan Ibnu Abbas secara marfu’ telah disebutkan : Barang siapa yang shalatnya masih belum dapat mencegah dirinya dari mengerjakan perbuatan keji dan munkar, maka tiada lain ia makin bertambah jauh dari Allah SWT.
Banyak atsar (perkataan sahabat Nabi SAW) yang menerangkan masalah ini, antara lain dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harun…..dari Imran ibnu Husain yang menceritakan bahwa Nabi SAW pernah ditanya (seseorang) tentang makna firman-Nya : Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan – perbuatan) keji dan munkar. (Al-Ankabut : 45). Maka beliau SAW menjawab melalui sabdanya : Barang siapa yang tidak dapat dicegah oleh shalatnya dari mengerjakan perbuatan keji dan munkar, maka tiada (pahala) shalat baginya.
Shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar apabila seorang hamba mendirikannya; menyempurnakan syarat dan rukunnya disertai sikap khusyu’ (hadirnya hati) sambil memikirkan apa yang ia baca, maka hatinya akan bersinar dan menjadi bersih, imannya bertambah, kecintaannya kepada kebaikan menjadi kuat, keinginannya kepada keburukan menjadi kecil atau bahkan hilang, sehingga jika terus menerus dilakukan, maka akan membuat pelakunya tercegah dari perbuatan keji dan munkar.
Hubungannya dengan Allah SWT terjalin, sehingga Allah SWT memberikan penjagaan kepadanya. Setan yang mengajak kepada kemaksiatan merasa kesulitan untuk menguasai dirinya. Inilah buah yang dihasilkan dari shalat.
Terjebak Dalam Ritual Semata
Ibnu Katsir menambahkan dalam tafsirnya, sesungguhnya di dalam shalat itu terkandung tiga pekerti, setiap shalat yang tidak mengandung salah satu dari ketiga pekerti tersebut bukan shalat namanya; yaitu ikhlas, khusyuk (hadirnya hati), dan zikrullah (mengingat Allah SWT).
Ikhlas akan mendorongnya untuk mengerjakan perkara yang baik, khusyuk akan mencegahnya dari mengerjakan perbuatan munkar, dan zikrullah yakni membaca Al-Qur’an menggerakkannya untuk amar makruf dan nahi munkar.
Menjadi penting bagi kita untuk melakukan evaluasi terhadap diri kita masing-masing sejauh mana ibadah shalat yang kita tunaikan.
Apakah shalat kita sudah kita lakukan dengan ikhlas, khusyuk dan penuh zikrullah? Ataukah kita masih melakukan shalat hanya sekedar menggugurkan kewajiban semata. Masih jauh dari keikhlasan, kekhusyukan dan belum menuntun hati kita untuk zikrullah (ingat kepada Allah SWT).
Terkadang atau bahkan mungkin sering, kita shalat tidak dengan performance terbaik kita. Pakaian sekedar menutup aurat (walaupun syah secara syari’at).
Tidak dilakukan pada awal waktu. Dilakukan secara sendirian (munfarid). Ditunaikan dengan terburu-buru, tidak tuma’ninah. Secara fisik kita shalat, namun belum sepenuhnya menyertakan fikiran dan jiwa dalam shalat kita. Kita masih terjebak dalam ritual semata.
BACA JUGA: Astaghfirullah, Inilah Penyebab Terhalangnya Seseorang Melakukan Shalat Malam
Terjebak Dalam Seremonial
Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW memberikan sebuah amanat penting bagi kita semua bahwa shalat lima waktu merupakan sebuah amalan yang istimewa. Karena begitu istimewanya, sampai-sampai Allah SWT menghadapkan langsung Nabi SAW kepada-Nya.
Karena begitu istimewanya maka shalat pula yang merupakan amalan yang pertama kali dihisab. Karena begitu istimewanya maka kita tidak boleh meninggalkannya dalam kondisi apapun juga. Saat kita sangat sibuk, senang, susah, musafir bahkan sakit sekalipun kita tidak boleh meninggalkannya. Dan Allah SWT memberikan rukhsah pada kondisi-kondisi tertentu.
Karena keistimewaannya pula, peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi SAW selalu diperingati di Indonesia. Bahkan dijadikan hari libur nasional. Masyarakat kita bersemangat untuk mengadakan peringatan di mana-mana. Di masjid, sekolah, kantor dan berbagai tempat lainnya. Sebuah semangat yang baik.
Dan akan lebih baik lagi manakala semangat memperingati Isra’ dan Mi’raj Nabi SAW diikuti dengan semangat mendirikan shalat lima waktu. Ini yang menjadi esensi dasar.
Sekali lagi, kita kadang lebih sering terjebak pada hal-hal yang bersifat seremonial daripada yang esensial. Bersemangat dalam menyelenggarakan dan mengikuti peringatan Isra’ dan Mi’raj namun tidak mendapatkan esensi dari kegiatan itu. Hal ini yang perlu menjadi bahan perenungan kita bersama.
Ironi yang kadang terjadi adalah seseorang yang biasanya shalat subuh berjama’ah di masjid namun dia tidak bisa shalat berjama’ah seperti biasanya dengan alasan bangun kesiangan karena malamnya baru mengikuti peringatan Isra’ dan Mi’raj yang dilaksanakan sampai larut malam. Bahkan ada yang lebih parah lagi sampai tidak menunaikannya karena siang bolong baru bangun tidur. Astaghfirullah.
https://www.youtube.com/watch?v=oIuZQuVwcds&t=89s
Yang menjadi tolok ukur keberhasilan peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi SAW bukanlah meriahnya acara. Bukan pula banyaknya peserta yang hadir. Namun yang menjadi ukuran keberhasilan adalah manakala mereka yang tadinya belum shalat menjadi shalat. Yang shalatnya belum lima waktu menjadi lima waktu.
BACA JUGA: Anda Punya Keinginan? Lakukanlah Shalat Hajat
Yang shalatnya belum tepat waktu menjadi tepat waktu. Yang shalatnya belum berjama’ah di masjid menjadi berjama’ah di masjid. Yang shalatnya belum khusyuk menjadi khusyuk. Demikian seterusnya.
Tentunya kita sama-sama berharap dan berdo’a semoga dengan peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi SAW akan menumbuhkan kesadaran dalam diri kita dan masyarakat muslim semuanya akan pentingnya mendirikan shalat.
Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya shalat berjamaah di masjid. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya khusyuk dalam shalat. Sehingga pada akhirnya shalat yang bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar benar-benar terealisir dalam diri kita.
Wallahu’alam. []