BELAKANGAN ini banyak sekali peristiwa saling judge atau saling menghakimi antar sesama umat beragama. Bahkan tidak jarang ada beberapa oknum yang tega menyebut dirinya paling benar dalam beragama dibanding orang lain. Lalu bagaimana islam memandang hal ini? Apa hukum merasa diri paling benar dalam beragama islam?
Mendekati akhir jaman, kita sering merasa disulitkan untuk menilai mana yang benar dan salah. Apa yang kita anggap benar belum tentu benar sepenuhnya di hadapan Allah SWT.
BACA JUGA: Benarkah Lelaki Bisa Jatuh Cinta Berkali-kali?
Bisa jadi apa yang kita anggap keliru ternyata lebih baik. Oleh karena itu, sangat penting untuk tidak pernah menggagap diri paling benar dalam beragama. Allah sendiri dalam Al Quran berfirman,
“(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)
Setan penuh tipu daya untuk menjerumuskan umat manusia ke dalam neraka. Selain mengajak untuk berbuat dosa dan kerusakan, setan juga kerap melancarkan godaan yang dirasa benar dan baik padahal kenyataannya tidak.
Salah satu contohnya adalah menanggap orang lain lebih salah dalam beribadah dibanding dirinya sendiri. Dengan cara ini, setan seolah membuat manusia merasa dirinya suci dan bebas dari dosa.
Salah satu contoh perbuatan merasa diri paling benar adalah mengabarkan ke orang lain bahwa dirinya paling benar dan paling dalam ilmunya.
Merasa diri paling benar atau paling suci dalam beribadah adalah hal yang dibenci oleh Allah. Karena ini adalah perbuatan Yahudi dan Nasrani yang jelas-jelas dicela oleh Allah dalam Al Quran. Kebiasaan Yahudi dan Nasrani ini diabadikan dalam kitab suci Al Quran,
“Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja”. Katakanlah: “Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui ?” (QS. Al-Baqarah: 80)
Kebiasaan mereka ini pun kemudian dijelaskan secara gamblang oleh Allah melalui ayat berikut ini,
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (QS. Al-Baqarah: 111)
Karena kebiasaan mereka ini, Allah Ta’ala kemudian mencela perbuatan mereka dan diganjar oleh dosa. Hal ini juga berlaku bagi umat Islam yang merasa dirinya paling benar dibanding umat islam lainnya.
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.” (QS. An-Nisa’: 49)
“Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka).” (An-Nisa’: 50)
Masih sehubungan dengan hukum merasa diri paling benar, Rasulullah juga melarang umatnya untuk merasa dirinya lebih suci atau lebih baik dalam beragama. Sebagaimana disebutkan dalam haditsnya berikut ini:
“Janganlah kalian merasa diri kalian suci, Allah lebih tahu akan orang-orang yang berbuat baik diantara kalian.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, umat muslim dianjurkan untuk lebih mengenal dirinya sendiri. Karena dengan mengenal diri sendiri dapat menghindari kita dari penyakit hati seperti: sombong, riya, ujub, takabur, dan lain sebagainya. Selain itu, dengan mengenal diri sendiri juga untuk menghindari perdebatanyang tidak perlu.
Stop! Jangan Merasa Paling Benar!
Kalimat ini bisa jadi diucapkan oleh orang tertentu ketika melakukan diskusi atau berdebat, akan tetapi jika diperhatikan justru perlu ditinjau kembali bagi yang mengucapkan kalimat ini. Artinya yang berkata seperti ini perlu introeksi diri karena justru dialah yang “merasa paling benar”
Misalnya ada seseorang yang mengungkapkan pendapatnya atau pendapat ulama yang ia yakini terhadap suatu hal tanpa menyinggung pendapat lain yang berbeda dengannya. Tiba-tiba ada orang yang berkata dan mengomentari: “Anda jangan merasa paling benar, pendapat anda perlu ditinjau ulang juga (bahkan terkadang dengam bahasa yang kasar atau menyindir)”
Saudaraku, perkatikan hal berikut:
“Bisa jadi pada orang yg ketika orang lain memberikan pendapat, kemudian ia tidak setuju dan bahkan ia mencela (menyindir-nyindir) Ia pikir: dia lah yg paling benar, orang lain yg menyampaikan pendapat itu adalah salah”
Justru orang yang mengatakan “jangan merasa paling benar” itu yang merasa paling benar, karena:
- Ia menyangka pendapatnya yang benar yang lain salah sehingga tidak boleh disampaikan
- Ia mengkritik atau bahkan mencela orang yang menyampaikan pendapat yang berbeda denganya
- Bahkan ia tidak mau orang lain menyampaikan pendapatnya dan bahkan memaki-maki di postingan orang lain.
Saudaraku, Dakwah dalam Islam itu mudah, jika diterima Alhamdulillah, jika ditolak maka tidak boleh dipaksakan dan dimusuhi karena mereka masih saudara kita se-Islam.
BACA JUGA: Begini Tata Cara Shalat Jenazah yang Benar
Dalam agama tidak ada paksaan untuk menyakini dan tidak boleh memaksa orang lain berhenti akan dakwahnya, tentu dakwah yang sesuai manhaj ahlus sunnah wal jamaah.
Allah Ta’ala berfirman,
“ Tidak ada paksaan dalam memeluk agama.” (QS. Al Baqarah: 256) []