DALAM kehidupan seorang Muslim, hubungan seksual diatur sedemikian rupa dalam Islam. Termasuk soal gairah suami-istri—utamanya hasrat suami.
Ada faktor psikologis yang menyebabkan hasrat suami begitu tinggi, sementara istri memiliki hasrat seksual yang lebih rendah. Untuk itu, tidak perlu membandingkan dengan orang lain.
BACA JUGA: Ini 5 Manfaat Jima untuk Kesehatan!
Persoalan hasrat seksual adalah persoalan pribadi yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Tidak ada keistimewaan sedikitpun pada orang yang memiliki hasrat seksual setiap hari, dibandingan mereka yang hasratnya hanya muncul setiap pekan sekali atau sebulan.
Tentunya selama hubungan seksualnya masih dalam batas-batas normal yang dikenal di masyarakat.
Perbedaan ini seharusnya menjadi suatu pendorong pasangan suami-istri untuk saling memahami, dan untuk saling memerhatikan kondisi psikologis pasangannya. Utamanya, istri memahami soal hasrat suami yang memang cenderung berbeda dengannya.
Perbedaan ini harusnya menjadi ladang kebaikan untuk membangun kesepakatan, keserasian dan kedekatan. Ini poin pertama.
Poin yang kedua. Meskipun persoalan seks merupakan salah satu unsur pembentuk yang penting bagi kehidupan rumah tangga, tetapi masih banyak unsur pembentuk yang lainnya.
Sebagai contoh, pergaulan yang baik atau mengemban tanggung jawab bersama merupakan ladang-ladang yang sangat luas bagi sepasang suami-istri untuk dapat saling memahami, meskipun salah satu pihak memiliki kekurangan dalam masalah seksual.
Dengan memperhatikan pergaulan yang baik, kekurangan yang ada pada pasangan pasti akan diterima.
Harus pula dipahami oleh seorang suami bahwa dalam pernikahan, dia tidak hanya akan mendapat kesenangan dan dapat memuaskan hasrat seksualnya, tetapi juga akan memperoleh sejumlah tanggung jawab baru.
Apakah dia benar-benar siap untuk mengemban semua itu tanpa sedikit pun mengurangi hak salah seorang istrinya dan juga hak-hak anak-anaknya?
https://www.youtube.com/watch?v=H6PDCbgOgls&t=1s
Hilangkanlah Tekanan untuk Selalu Berhubungan Suami istri
Suami harus paham, jangan sampai hasratnya yang tinggi jadi memberikan tekanan kepada istrinya. Seorang istri, sebenarnya, tidak melulu tidak menginginkan kemesraan bersama suaminya.
BACA JUGA: Hukum Darah yang Keluar Setiap Kali Jima?
Bukannya istri tidak suka atau menginginkan hubungan jima. Sebaliknya, hasrat suaminya yang terlalu menggebu yang meredam hasrat istri. Sederhananya, ini tentang tekanan. Hubungan suami istri tanpa dasar memberi tekanan pada wanita—dan tekanan tidak membuat siapa pun bergairah.
Jangan sampai, hasrat suami yang tinggi ini menyebabkan istri hanya menyediakan diri sebagai kewajiban saja, tanpa adanya kesenangan dan unsur rekreasi dari pihak istri.
Jangan sampai juga, pihak istri mencari cara dengan halus menghindari jima dengan suami. []