TUKAR cincin, bolehkah dalam Islam?
Ketika seseorang sudah mantap untuk mengakhiri masa lajangnya, itu berarti ia sudah siap untuk menikahi perempuan yang dicintai. Tapi sebelum itu, langkah awal yang harus ia lakukan, setelah ia mengenal pasangannya ialah mengkhitbah (melamar).
Tentu saja, menjadi hal yang aneh, ketika seseorang melangsungkan pernikahan tanpa adanya lamaran terlebih dahulu.
BACA JUGA: Hey Jomblowan-Jomblowati, Inilah 6 Langkah Dapatkan Jodoh
Seperti halnya kita ingin memiliki sesuatu milik orang lain, maka ia harus meminta izin terlebih dahulu pada pemilik barang tersebut.
Begitu pula ketika kita akan menikahi seorang perempuan. Perempuan itu masih milik kedua orangtuanya. Maka, kita harus melamarnya, sebagai jalan meminta izin untuk memilikinya.
Saat meminta izin itu, kita tidak perlu melakukan ritual tukar cincin yang memang marak dilakukan oleh banyak orang. Kita tidak perlu memberikan tanda bahwa perempuan itu sudah berada dalam kepemilikannya dan akan segera memiliki seutuhnya. Cukuplah keluarga menjadi saksi niat baik kita yang ingin memilikinya.
Memangnya, mengapa tak boleh tukar cincin?
Menurut Muhammad Thalib (2002: 48) bertukar cincin bukan merupakan cara Islam melainkan cara bangsa Roma (Eropa) yang mendapat pengesahan dari gereja. Jadi, saling tukar cincin pada mulanya bukan merupakan cara umat Kristiani pula, melainkan warisan kebudayaan bangsa Romawi.
BACA JUGA: 10 Cincin Ahli Neraka
Berkaitan dengan tukar cincin ini, maka Rasulullah ﷺ melarang kaum muslimin untuk meniru-niru kebiasaan kaum kafir. Ia bersabda, “Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka,” (HR. Abu Dawud).
https://www.youtube.com/watch?v=D8vF1uzEr_M&t=115s
Kita tentu tak ingin disamakan dengan golongan orang-orang non Muslim bukan? Oleh sebab itu, jangan tiru kebiasaan mereka. Apalagi sampai membiarkan lelaki menggunakan emas. Padahal, itu sangat dilarang keras dalam Islam. Maka, khitbahlah perempuan yang Anda sukai, dan tak perlu tukar cincin dengannya. []