POLEMIK dalam hukum menggunakan jilbab menjadi isu yang hangat di Indonesia belakangan ini. Kewajiban penggunaan jilbab bagi kaum muslimah menuai banyak kontroversi dari berbagai kalangan masyarakat. Para ulama berkata bahwa jilbab adalah baju panjang yang menyelimuti baju bagian dalam wanita.
Pendapat inilah yang dimaksud oleh Imam Syafi’i, Imam Asy Syairozi dan ulama Syafi’iyah lainnya. Itulah yang dimaksud dengan izar oleh para ulama yang diungkapkan di atas seperti dari Al Mahamili dan lainnya. Izar yang dimaksud di sini bukanlah kain sarung.
Pendapat bahwa jilbab merupakan budaya arab juga kerap muncul dari pihak yang kontra dengan wajibnya hukum menggunakan jilbab. Melansir dari kolom Bimbingan Syariah website resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), Senin (29/6/2020), dijelaskan bahwa kata jilbab berasal dari bahasa Arab yang berarti penghalang, penutup dan pelindung, sarung, kemeja, kerudung/selendang.
BACA JUGA: Shalat Seorang Perempuan Tidak Memakai Jilbab Diterimakah? Cek 3 Hal Ini!
Dari pengertian menurut bahasa dan istilah yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian perempuan Islam yang dapat menutup aurat dan hukum menggunakan jilbab diwajibkan oleh agama untuk menutupnya, guna kemaslahatan perempuan dan masyarakat dimana ia berada.
Kontroversi penggunaan jilbab ini tidak lepas dari perbedaan sudut pandang dalam memahami batasan aurat yang harus ditutup oleh perempuan. Dalam Islam, batas aurat perempuan diatur berbeda-beda, perbedaannya tergantung dengan siapa wanita itu berhadapan.
Aurat perempuan ketika berhadapan dengan Allah SWT adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangannya. Ketika berhadapan dengan yang bukan mahramnya ulama sepakat bahwa batasan aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah, telapak tangan, dan kedua telapak kaki.
BACA JUGA: 4 Manfaat Jilbab Lebar untuk Muslimah
Berbeda dengan ketika berhadapan dengan mahramnya, menurut Syafi’iyyah aurat perempuan adalah sama dengan laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut.
Hukum Menggunakan Jilbab Bagi Wanita
Perintah mengenakan jilbab sebagaimana diterangkan dalam ayat:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab Ayat 59)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan katakanlah Muhammad kepada kaum wanita yang beriman, hendaklah mereka menundukkan pandangannya, menjaga kemaluannya, tidak menampakkan perhiasannya kecuali yang tampak dari mereka.
Dan hendaklah mereka melekatkan kerudungnya pada kerahgamisnya (sekira antara ujung kedurung dan pangkal kerah gamisnya tidak menyisakancelah yang dari situ jenjang lehernya menjadi tampak/kelihatan).” (Surat An-Nur ayat 31).
Dalam suatu kesempatan Ibnu ‘Asyur merespon pertanyaan tentang bagian tubuh mana saja dari wanita muslimah yang wajib ditutup rapat dari pandangan orang lain. Hal ini dikutip oleh At-Thahir Al-Haddad:
إِنَّ الَّذِي يَجِبُ سَتْرُهُ مِنَ الْمَرْأَةِ الْحُرَّةِ هُوَ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ عَنْ غَيْرِ الزَّوْجِ، وَمَا عَدَا الْوَجْهَ وَالْأَطْرَافَ عَنِ الْمَحَارِمِ. وَالْمُرَادُ بِالْأَطْرَافِ: اَلذِّرَاعُ وَالشَّعْرُ وَمَا فَوْقَ النَّحْرِ. وَيَجُوزُ لَهَاأَنْ تُظْهِرَ لِأَبِيهَا مَا لَا تُظْهِرُهُ لِغَيْرِهِ مِمَّا عَدَا الْعَوْرَةَ الْمُغَلَّظَةِ. وَكَذَا لِابْنِهَا. وَلَا يَجِبُ عَلَيْهَا سَتْرُ وَجْهِهَا وَلَا كَفَّيْهَا عَنْ أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ.
“Sungguh bagian tubuh dari wanita merdeka yang wajib ditutup adalah bagian tubuh di antara pusar dan lutut di hadapan suaminya; dan selain wajah dan athraf atau berbagai bagian ujung tubuhnya di hadapan mahramnya. Yang dimaksud athraf adalah lengan, rambut dan bagian atas dada.
BACA JUGA: Ini 6 Manfaat Jilbab sebagai Identitas Muslimah
Di hadapan ayahnya ia boleh menampakkan bagian tubuh yang tidak boleh ditampakkan kepada selainnya, kecuali aurat mughallazhah (dua kemaluan). Demikian pula untuk anaknya. Bagi wanita merdeka tidak wajib menutup wajah dan kedua telapak tangannya di hadapan siapapun,” (At-Thahir Al-Haddad, Imra’atuna fis Syari’ah wal Mujtama, [Kairo-Beirut, Darul Kitab Al-Mishri dan Darul Kitab Al-Lubnani: 2011 M], halaman 93-116).
Menurut penulis, jawaban ini menunjukkan bahwa konteks pendapat ulama yang membolehkan rambut wanita muslimah ditampakkan dalam tafsir Ibnu Asyur adalah ketika wanita muslimah dalam kondisi di hadapan mahramnya dan tentu suaminya.
Bukan di hadapan laki-laki ajnabi yang bukan mahramnya, yang justru bertentangan dengan mazhab Maliki yang dianut Ibnu Asyur.
Demikian rangkuman tentang hukum menggunakan jilbab bagi para wanita yang telah dirangkum dari bergai sumber.
Oleh: Andika Murdanto