AURAT laki-laki, di dalam shalat maupun di luar shalat, adalah anggota tubuh di antara pusar dan lutut. Lutut dan pusar sendiri, bukan aurat, tapi sebagian dari lutut dan pusar wajib ditutup, untuk memastikan bagian di atas lutut dan di bawah pusar tertutup sempurna.
Hal ini berdasarkan kaidah ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب, sebuah kewajiban yang tidak bisa terwujud tanpa adanya sesuatu, maka sesuatu itu juga menjadi wajib.
Namun batasan aurat laki-laki di atas, hanya berlaku di hadapan sesama laki-laki dan di hadapan perempuan yang menjadi mahramnya. Sedangkan jika ia di hadapan perempuan non-mahram, ada bahasan tersendiri.
Menurut pendapat yang ashah (paling shahih) di sisi Imam An-Nawawi, aurat laki-laki di hadapan perempuan non-mahram adalah seluruh tubuhnya, tanpa kecuali.
BACA JUGA: Ikhtilaf Ulama tentang Aurat Laki-laki
Karena itu, haram bagi perempuan melihat bagian tubuh manapun dari laki-laki non-mahram, bahkan rambut dan kukunya. Dan keharaman ini tetap berlaku, meski tanpa syahwat dan tidak khawatir fitnah.
Dalil dari pendapat ini adalah, perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Maimunah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, untuk menutup diri dari Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu, saat kedua istri Nabi tersebut melihatnya.
Ummu Salamah kemudian menyatakan, “Bukankah dia buta, tidak bisa melihat dan mengenali kami?”, Nabi lalu menjawab:
أفعمياوان أنتما ألستما تبصرانه
Artinya: “Apakah kalian berdua juga buta, bukankah kalian berdua melihatnya?” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Sedangkan pendapat yang ashah (paling shahih) menurut Imam Ar-Rafi’i, seorang perempuan boleh melihat tubuh laki-laki non-mahram selain anggota tubuh di antara pusar dan lutut, selama tidak dikhawatirkan fitnah dan pandangannya tanpa syahwat. Hal ini karena, anggota tubuh selain di antara pusar dan lutut, tidak termasuk aurat.
BACA JUGA: Aurat Wanita yang Harus Ditutup saat Shalat
Dalil dari pendapat ini adalah, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha melihat orang-orang Habasyah sedang bermain, dan Nabi melihat hal tersebut dan tidak mengingkarinya, sebagaimana disebutkan dalam “Ash-Shahihain”.
Berpijak pada pendapat Imam An-Nawawi, seorang laki-laki yang mengetahui sedang dilihat oleh perempuan non-mahram, haram baginya membiarkan hal tersebut. Wajib baginya menutup seluruh tubuhnya, termasuk wajah dan kedua telapak tangan, dari pandangan perempuan non-mahram tersebut.
Wallahu a’lam. []
Rujukan: Ghayah Al-Muna Syarh Safinah An-Naja, karya Syaikh Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Ba’athiyyah Ad-Du’ani, Halaman 265-267, Penerbit Dar Al-Fath, ‘Amman, Yordania.
Oleh: Muhammad Abduh Negara