KEDUDUKAN perempuan sebelum datangnya Islam, maksudnya adalah masa jahiliyah yang dialami oleh bangsa Arab kuno khususnya dan umat manusia di kala itu pada umumnya. Suatu masa yang saat itu manusia di masa kekosongan dari dakwah para rasul dan rusaknya garis-garis kehidupan.
Di dalam hadis tertera, bahwa Allah SWT di kala itu memandang segenap manusia, Arab dan non Arab, dengan penuh kemurkaan. Kecuali segelintir generasi tersisa di ahlul kitab.
Secara umum, perempuan di waktu itu hidup dalam masa yang serba rumit, terutama di lingkungan masyarakat Arab. Mereka tidak menghendaki kelahiran perempuan. Diantara mereka ada yang mengubur perempuan hidup-hidup hingga mati di kalang tanah. Sementara yang lain membiarkannya hidup, namun dalam keadaan yang hina dan nista.
Kedudukan Perempuan Sebelum Datangnya Islam, Disebutkan dalam Al-Quran
Dalam hal ini Allah SWT berfirman: “Dan apabila seseorang diantara mereka dikaruniai kelahiran anak perempuan, murung lah wajahnya dan ia sangat jengkel penuh kemarahan. Iya menyembunyikan dirinya dari orang banyak, lantaran buruknya apa yang diterimanya. Adakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kenistaan, ataukah akan menguburnya hidup-hidup di kalang tanah? Ketahuilah, betapa buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl : 58)
BACA JUGA: Umar bin Khattab, Terbaik di Masa Jahiliyah, Terbaik pula di Masa Islam
Allah SWT berfirman: “Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah ia dibunuh.” (QS. At-Takwir : 9)
Sebaliknya, jika perempuan itu selamat dari pengukuran terhadap dirinya hidup-hidup, ia pun hidup tanpa dihargai eksistensinya. Ia tidak mendapatkan sedikitpun bagian harta pusaka dari kerabatnya, meskipun kerabatnya itu kayak sedang ia dililit kefakiran dan dihimpit kebutuhan. Karena, mereka hanya memberikan harta waris kepada laki-laki bukan kepada perempuan. Bahkan jika suaminya meninggal, perempuan itu pun dianggap sebagai harta yang dapat diwarisi sebagaimana harta suaminya.
Kedudukan Perempuan Sebelum Datangnya Islam, Hidup di Tangan Suami
Sejumlah perempuan hidup di tangan seorang suami, di mana ia tidak terikat oleh bilangan tertentu dalam mempersunting perempuan, disamping suami itu acuh terhadap kekeluhkesahan, ketidaknyamanan hidup dan ketertindasan yang direbut oleh istri istri itu.
Kedudukan Perempuan Sebelum Datangnya Islam, Setelah Islam Datang
Tatkala Islam datang dihapuslah penindasan terhadap perempuan, Islam datang untuk memanusiakan perempuan, Allah SWT berfirman:
“Hai segenap manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.” (QS : Al-hujurat : 13)
Allah juga menyebutkan bahwa pada prinsip kemanusiaan perempuan adalah mitra laki-laki. Sebagaimana iya sama dengan laki-laki dalam hal perolehan pahala dan siksa atas suatu perbuatan.
Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang melakukan amal sholeh baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia beriman maka sesungguhnya kami akan mengaruniakan kepadanya kehidupan yang baik, dan kami pun benar-benar akan menganugerahi mereka balasan dengan pahala yang terbaik dari apa yang telah mereka lakukan.” (QS : An-Nahl : 97)
BACA JUGA: Menampilkan Foto Perempuan di Media Sosial
Allah SWT berfirman: “Setelah manusia menyanggupi memikul amanah itu namun ia berlaku dzolim dan bodoh, karenanya Allah mengazab orang-orang munafik lelaki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki dan perempuan, dan Allah menerima taubat orang-orang mukmin lelaki dan perempuan. Dan adalah Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (QS. Al-ahzab : 73)
Kedudukan Perempuan Sebelum Datangnya Islam, Islam Menjadikan Perempuan Bukan Harta Benda Suami
Allah mengharamkan menjadikan perempuan sebagai harta benda milik suami yang jika suami itu mati dapat diwarisi sebagaimana halnya harta benda yang lain.
Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu dengan paksa mempusakai wanita” (QS : An-Nisa : 19)
Menjamin independensi perempuan sebagai pribadi. Dijadikannya iya pewaris bukan benda yang dapat diwarisi. Dia tentukan untuknya bagian tertentu dalam mewarisi harta kerabatnya.
Allah SWT berfirman: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan Ibu Bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan Bapak Ibu dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut hak bagian yang telah ditetapkan.” (QS : An-Nisa : 7)
Allah SWT berfirman: “Allah mensyariatkan bagi kamu tentang pembagian harta waris untuk anak anakmu. Yaitu hak bagian seorang anak laki-laki sama dengan hak bagian dua anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan lebih dari 2 maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika anak perempuan itu seorang saja maka ia memperoleh separuh Harta.” (QS. An-Nisa : 11)
Kedudukan Perempuan Sebelum Datangnya Islam, Hak Waris Perempuan
Demikian selanjutnya hak waris perempuan: baik itu ibu atau anak atau saudara kandung perempuan atau istri.
Dalam hal mempersunting perempuan Allah membatasi dibolehkan memperistri perempuan hanya empat, sebagai batas maksimal dengan syarat memperlakukan secara adil optimal mungkin dan mewajibkan menggauli mereka secara ma’ruf (baik menurut agama)
Allah SWT berfirman: “Dan pergaulilah mereka istri-istrimu secara ma’ruf (baik menurut agama).” (QS : An-Nisa : 19)
Allah menjadikan mahar atau mas kawin sebagai hak istri dan memerintahkan untuk diberikan kepadanya secara penuh kecuali ia dengan lapang dada merelakan sebahagiannya.
BACA JUGA: Perempuan Tidak Wajib Menuntut Ilmu Agama?
Allah SWT berfirman: “Berikanlah mahar atau mas kawin kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian wajib. Lalu jika mereka dengan senang hati merelakan Untuk kamu sebahagian dari mahar itu maka makanlah dari pemberian itu yang ia adalah makanan yang enak lagi baik atau sehat.” (QS : An-Nisa : 4)
Allah juga menjadikan perempuan di rumah suaminya sebagai orang yang memiliki hak memimpin, memerintah, melarang dan sekaligus menjadi ratu yang harus ditaati anak-anaknya.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan diminta pertanggungjawabannya tentang apa yang dipimpinnya.”
Allah juga mewajibkan atas suami agar memberi nafkah dan pakaian untuk istrinya secara ma’ruf (baik menurut agama). []
SUMBER : “SENTUHAN NILAI KEFIQIHAN UNTUK WANITA BERIMAN, KARYA SYEKH Dr. Shaleh Bin Fauzan Bin Abdullah Al-Fauzan” | REDAKTUR : RIRIS RIFKIAH AL FITRIYAH