KISAH masuknya Syaikh Al-Azami ke dalam agama Islam sangat menginspirasi. Bagaimana tidak, meski sebelumnya memeluk agama Hindu, setelah menjadi mualaf Syaikh Al-Azami bahkan bisa menjadi pengajar di Masjid Madinah.
Apa yang didapatkan Syaikh Al-Azami adalah keuntungan yang sangat besar. Karena hidayah yang diberikan Allah SWT sangatlah berharga.
Syaikh Al-Azami atau Zia ur-Rahman Al-Azami sebelumnya merupakan pemeluk agama Hindu yang lahir dari keluarga nonmuslim pada tahun 1943. Beliau tinggal di sebuah desa yang terletak di Distrik Azamgarh, UP, India.
Syaikh Al-Azami sebelumnya merupakan seorang Hindu Brahmana Bilarya Ganj. Beliau kemudian memeluk agama Islam di usia 16 tahun setelah membaca terjemahan Alquran dan sastra Islam karya Maulana Al-Maududi.
Mengutip dari laman The Islamic Information, Al-Azami tercatat pernah menulis sebuah buku berjudul Quran Encyclopedia yang menjelaskan kata-kata dalam Alquran dalam urutan abjad. Buku karyanya tersebut sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa.
Kisah Mualaf Syaikh Al-Azami
BACA JUGA: 5 Tips bagi Mualaf agar Konsisten Menjalani Ibadah
Syaikh Al-Azami kemudian melanjutkan perjalanan ke India Selatan untuk belajar di sejumlah seminar tentang keislaman. Selepas itu Syaikh Al-Azami lalu pergi ke Madinah Al-Munawwarah untuk menempuh studi di Universitas Madinah. Ia kemudian memperoleh gelar PhD dari Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir.
Setelah pensiun dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Hadits di Universitas Islam Madinah, ia diangkat sebagai pengajar di Masjid Nabawi berdasarkan SK Kepala Urusan Masjid Nabawi pada tahun 2013 silam.
Ia yang kemudian resmi menyandang gelar Syaikh itu diketahui telah banyak menulis sejumlah buku yang membahas tentang Islam. Setiap tulisannya tersebut telah banyak diedarkan dalam bentuk terjemahan ke banyak bahasa.
Kisah Mualaf Syaikh Al-Azami
Karya spektakulernya ialah Al-Jami ‘al-Kamil fi al-Hadith al-Sahih al-Shamil yang merupakan kompilasi dari berbagai hadits otentik. Karangannya ini masih menjadi salah satu buku hadits paling terkenal.
Syaikh Zia ur-Rahman Al-Azami biasa mengumpulkan hadits otentik di berbagai kitab Islam. Dia mampu mengumpulkan 16.000 hadits. Kompilasi ini didasarkan pada lebih dari 20 volume.
Tak hanya itu, ia juga telah diberi kewarganegaraan kehormatan di Arab Saudi, yang merupakan kehormatan yang jarang diberikan, atas usaha dan kontribusinya terhadap Islam.
Syaikh Al-Azami tutup usia pada 30 Juli 2020 tepat pada hari Arafah. Jasadnya dimakamkan di Pemakaman Al-Baqi dekat makam para sahabat dan keluarga Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Kisah Mualaf Syaikh Al-Azami
Adapun menjadi mualaf ternyata memiliki keutamaan dibanding seorang muslim keturunan. Hal ini karena meski selama hidup tak pernah mengerjakan perintah Allah Ta’ala seperti shalat, puasa dan sebagainya, namun ketika masuk Islam, ia pun bersih dari dosa.
Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Kabupaten Jember, Kiai Muhammad Syukri Rifa’ie menjelaskan bahwa seorang mualaf tidak dikenai dosa merupakan kebesaran Allah SWT.
“Itulah Islam, dan itulah kemahabesaran Allah,” katanya kata mengutip laman NU Online.
Kiai Muhammad Syukri mengatakan, sebesar apapun dosa yang dimiliki manusia, pintu ampunan Allah SWT selalu terbuka, kecuali dosa syirik (kafir). Asalkan dia sungguh-sungguh ingin bertaubat, dengan memenuhi paling tidak tiga kriteria taubat.
Kriteria tersebut menghentikan perbuatan dosa yang diperbuatnya, menyesal karena telah melakukan dosa, bukan karena takut akibatnya, dan punya kemauan kuat tidak mengulangi perbuatan dosanya lagi.
“Kalau syirik, taubatnya ya masuk islam (mualaf), dan memenuhi tiga kriteria tadi. Itu ampunan Allah lebih dahsyat lagi, karena semua dosanya langung dibersihkan,” ujarnya.
Kiai Syukri lalu bercerita masuk islamnya Wahsyi, seorang budak (kafir), pembunuh paman Nabi Muhammad, Sayyidina Hamzah bin Adul Muthalib dalam perang Uhud. Wahsyi tergolong orang yang kejam berlipat-lipat.
Ia tidak puas hanya membunuh Hamzah dengan tombaknya. Wahsyi juga membelah dada Sayyidina Hamzah lalu mengeluarkan jantungnya, memotong hidung, telinga, bibir dan mencungkil kedua matanya lantas dibawakan kepada majikannya Hindun.
“Saya kira tidak ada orang sejahat wahsyi, dia kafir, pembunuh, juga pezina,” ujarnya.
BACA JUGA: Kisah Mualaf, Tertarik kepada Islam setelah Bertamu ke Rumah Teman
Terkait dengan mualaf, lanjut Kiai Syukri, Allah sudah menegaskan dalam Alquran, surat Al-Anfaal ayat 38 yang berbunyi:
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, ‘jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi, sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (ketetapan Allah) terhadap orang-orang dahulu'”.
Maknanya, telaga ampunan Allah begitu luas. Allah selalu mendorong bagi manusia untuk tidak putus asa terhadap rahmat (ampunan) Allah.
Hal itu sebagaimana firman-Nya dalam Surah Az-Zumar ayat 53 yang berbunyi Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
“Ayat ini turun sebagai jawaban Nabi Muhammad atas keraguan Wahysi untuk untuk bertaubat (masuk Islam),” jelas Kiai Syukri.
Walaupun demikian, ia berharap agar siapa pun tidak mengandalkan mualaf sebagai penebus dosa. Misalnya dengan membiarkan diri semasa muda kafir sambil berbuat dosa semaunya dengan harapan jika sudah tua mau masuk Islam.
“Tidak bisa seperti itu. Sebab orang masuk Islam itu terkait dengan hidayah. Kalau tak dapat hidayah, tidak bisa meski sudah seperti apa,” ujarnya. []