SULTAN Muhammad Al-Fatih merupakan salah satu pahlawan besar umat Islam. Di usia 25 tahun, Muhammad Al-Fatih mampu menaklukkan Konstantinopel di Romawi Timur.
Muhammad Al-Fatih terlahir dengan nama Muhammad II (dalam Bahasa Turki: Mehmet-I Sani) di ibu kota Utsmaniah, 29 Maret 1432 dari pasangan Sultan Murad II dan Huma Hatun. Dia merupakan keturunan Dinasti Turki Utsmani.
Dikutip dari Buku, The Great of Shalahuddin al-Ayyubi & Muhammad al-Fatih, nama Al-Fatih merupakan julukan lantaran dia bisa menaklukkan Konstantinopel. Selain diberi gelar Al-Fatih, Muhammad II juga mendapat julukan Abi al-Futuh dan Abi al-Khairat.
Sejak kecil Al-Fatih mendapatkan pendidikan yang cukup baik dari orang tuanya. Sang ayah Sultan Murad II sangat memperhatikan pendidikan anaknya, agar kelak menjadi seorang pemimpin yang baik dan tangguh.
Murad II menunjuk Syekh Ahmad ibn Ismail al Kurani, seorang ulama yang faham sekali dengan Al Qur’an. Tak heran sejak kecil Muhammad Al-Fatih sudah menghafalkan Al-Quran 30 Juz, mempelajari hadits, ilmu fiqih, matematika, ilmu falaq. Bahkan Al-Fatih pun belajar strategi perang.
Muhammad Al-Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel
Al-Fatih disiapkan sejak kecil untuk menjadi pemimpin, namun tetap dalam bimbingan para ulama. Sehingga pemikirannya tetap berada di jalan yang benar.
Munculnya kepemimpinan Muhammad Al-Fatih ternyata sudah disebutkan oleh Rasulullah SAW jauh-jauh hari.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya, “Kota manakah yang dibebaskan lebih dulu, Konstantinopel atau Roma?” Rasul menjawab, “Kotanya Heraklius dibebaskan lebih dulu, yaitu Konstantinopel.” (HR Ahmad, Ad Darimi dan Al Hakim).
“Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, dan sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan (yang menaklukannya) itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.” (HR Ahmad).
Itulah Bisyarah Rasulullah sahalallahu ‘alaihi wa sallam yang berhasil direalisasikan oleh seorang pemuda pemberani, pemuda yang menjadi panglima perang terhebat yang bernama Muhammad Al-Fatih.
BACA JUGA: Bilakah Terjadinya Penaklukan Konstatinopel?
Muhammad Al-Fatih adalah salah seorang khalifah atau sultan di Daulah Utsmaniyah yang paling terkenal. Ia merupakan sultan ketujuh dalam sejarah Bani Utsmaniyah.
Al-Fatih diharapkan menjadi penerus sang ayahanda sebagai Sultan Utsmani yang selanjutnya. Maka, tak heran Sultan Murad II memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anaknya. Ia menempa buah hatinya agar kelak menjadi seorang pemimpin yang baik dan tangguh.
Selain itu, Muhammad juga mempelajari berbagai bahasa, seperti: bahasa Arab, Persia, Latin, dan Yunani. Maka tidak heran, jika pada usia 21 tahun Muhammad sangat lancar berbahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani. Dan di usia 21 tahun ini pula Muhammad Al-Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel.
Muhammad Al-Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel
Walaupun usianya baru seumur jagung, sang ayah, Sultan Murad II, mengamanati Sultan Muhammad memimpin suatu daerah dengan bimbingan para ulama.
Hal itu dilakukan sang ayah agar anaknya cepat menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar di kemudian hari. Bimbingan para ulama diharapkan menjadi kompas yang mengarahkan pemikiran anaknya agar sejalan dengan pemahaman Islam yang benar.
Al-fatih diangkat menjadi Khalifah Utsmaniyah pada tanggal 5 Muharam 855 H bersamaan dengan 7 Febuari 1451 M. Program besar yang langsung ia canangkan ketika menjabat sebagai khalifah adalah menaklukkan Konstantinopel.
BACA JUGA: Peran Ulama dalam Penaklukan Konstatinopel
Muhammad Al-Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel
Sultan Muhammad Al-Fatih memerintah selama 30 tahun. Selain menaklukkan Bizantium, ia juga berhasil menaklukkan wilayah-wilayah di Asia, menyatukan kerajaan-kerajaan Anatolia dan wilayah-wilayah Eropa, dan termasuk jasanya yang paling penting adalah berhasil mengadaptasi menajemen Kerajaan Bizantium yang telah matang ke dalam kesultanan Utsmani.
Sebelum wafat, Muhammad Al-Fatih mewasiatkan kepada putra dan penerus tahtanya, Sultan Bayazid II agar senantiasa dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan benar-benar menjaga agama baik untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.
Pada bulan Rabiul Awal tahun 886 H/1481 M, Sultan Muhammad Al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, padahal ia sedang dalam kondisi tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit yang ia derita kian parah dan semakin berat ia rasakan.
Dokter pun didatangkan untuk mengobatinya, namun dokter dan obat tidak lagi bermanfaat bagi sang Sultan, ia pun wafat di tengah pasukannya pada hari Kamis, tanggal 4 Rabiul Awal 886 H/3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan Muhammad berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun. []
SUMBER: ISLAMSTORY.COM