MANUSIA selama hidup di dunia pasti memiliki kesungguhan. Mulai dari kesungguhan mendapatkan hal yang sepele bahkan sampai hal yang sangat besar. Kesungguhan seorang Muslim sangatlah penting dalam hidupnya.
Ternyata kesungguhan itu terbagi menjadi dua. Sebagaimana Utsman bin Affan berkata:
“Kesungguhan dalam urusan dunia merupakan kegelapan hati. Kesungguhan dalam urusan akhirat merupakan cahaya hati.”
Ada dua perbedaan dari dua hal di atas. Pertama kesungguhan dalam urusan dunia dan kedua kesungguhan dalam urusan akhirat. Mengapa berbeda? Berikut penjelasannya!
BACA JUGA: Dunia dan Akhirat, Ini 4 Cara Menyeimbangkannya
1. Kesungguhan Seorang Muslim: Dalam Urusan Dunia
Mungkin dari kecil kita diajarkan untuk melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Tapi ternyata sering kali hanya terfokus kepada hal-hal dunia saja.
Yaitu seperti sungguh-sungguh mendapatkan kesenangan, kepuasan dan pundi-pundi dunia saja. Padahal dunia itu hanya sementara.
Sebagaimana Firman Allah SWT:
“Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Gafir: 39).
https://www.youtube.com/watch?v=V65Fic3P-9U
Ternyata sebesar apa pun kesenangan yang kita rasakan, sebanyak apa pun harta yang kita dapat dan lainnya belum ada apa-apanya dibandingkan akhirat yang kekal.
Maka apa yang kita lakukan di dunia, sebagai contoh mencari harta mudah-mudahan dapat digunakan untuk kebaikan. Yaitu mislanya harta tersebut digunakan sebagai sarana untuk bermanfaat bagi sesama.
Karena sebetulnya tidak ada larangan untuk mencari harta atau bekerja, yang menjadi masalah adalah ketika harta tersebut digunakan untuk hal yang buruk. Dan menjadi suatu hal yang tidak baik juga ketika harta tersebut tidak digunakan untuk meraih ridha-Nya.
BACA JUGA: Jika Hati Dipenuhi Dunia
Karena segala sesuatu akan dipertanggungjawabkan kelak. Pergunakanlah apa yang kita dapat di dunia untuk di jalan Allah.
Jangan sampai dunia mengalihkan kita dan membuat kita lupa akan kewajiban untuk taat kepada Allah. Karena bila hanya fokus pada dunia tapi tak peduli pada akhirat, maka itu adalah tanda kegelapan hati.
Mudah-mudahan kita bisa menyiapkan bekal untuk akhirat, taat dengan seluruh perintah-Nya dan seluruh ajaran yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ. Sebagaimana Firman Allah SWT,
“Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” (QS An Nisa: 80).
2. Kesungguhan Seorang Muslim: Dalam Urusan Akhirat
Sebagai seorang muslim kita harus memahami tujuan dari kehidupan ini. Tidak ada tujuan yang dapat mengalahkan tujuan yang satu ini yaitu hidup untuk beribadah kepada Allah.
Karena kehidupan yang sebetulnya adalah akhirat. Maka taatlah kepada Allah.
Allah SWT berfirman,
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Q.S. Al-‘Ankabuut : 64).
Jangan sampai seorang muslim terbuai dengan dunia dan lupa akan akhirat. Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan kebaikan dari keduanya, sebagaimana Firman Alah SWT,
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.” (Q.S. Al-Baqarah : 201).
Sebagai seorang muslim pun bukan hanya diperintahkan untuk mengingat akhirat, tapi juga harus yakin akan keberadaannya. Bahwa kehidupan akhirat itu ada.
Jangan sampai ada penyesalan dikemudian hari. Bahkan seharusnya kita bersyukur masih Allah beri kesempatan untuk dapat menjalankan segala perintah-Nya.
Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. (Q.S. Al-Hijr : 2).
BACA JUGA: Benarkah Dunia dan Akhirat Harus Seimbang?
Maka segala yang kita lakukan hari ini janganlah hanya dunia yang dijadikan fokus utama dan tertinggi. Sebagaimana yang dikatakan Utsman bin Affan ra.
“Ya Allah janganlah Engkau jadikan dunia perhatian utama kami dan pengetahuan tertinggi kami.”
Mudah-mudahan kita semua dapat memetik hikmah dari pernyataan-pernyaatan di atas. Semoga sebagai seorang muslim kita dapat menentukan skala prioritas selaku hamba.
Yaitu menjadi hamba yang menyiapkan bekal untuk kehidupan yang selamanya, menjadikan Allah sebagai satu-satunya alasan untuk melakukan segala sesuatu dan tidak terbuai dengan indahnya dunia yang bersifat fana.
SUMBER: Nasha ‘ih al-‘ibad fi Bayani Alfahzi al-Munabbihat’ala Isti’dad Li Yaum al-Ma’ad | Oleh: Syekh Nawawi al-batani | Penerjemah: Fuad Saifudin Nur | WALIPUSTAKA | 2016