HARAPAN dan Kekhawatiran atau raja’ dan khauf adalah satu kesatuan. Para sahabat dan tabi’in yang memiliki amalan terbaik pun menunjukkan hal itu. Amal mereka mengandung raja’ (pengharapan) yang tinggi sekaligus rasa khauf (khawatir) yang menyertainya.
Raja’ (harapan) yang benar pasti akan mendorong seseorang kepada amal yang nyata. Jika tidak, harapan itu hanya angan-angan semata. Amal dalam pengharapan yang benar itu pasti disertai rasa khawatir. Gambaran nyata dari hal tersebut dapat dilihat dari seseorang yang berjalan di jalan raya, lantas dia merasa khawatir akan sesuatu, maka dia akan mempercepat langkahnya.
Orang yang menaruh harap atau pengharapan kepada Allah, akan melalui rasa khawatir itu dengan menunjukkan amal saleh. Allah menjadikan rasa khawatir itu sehingga manusia mengetahui bahwa harapan dan rasa khawatir yang benar adalah yang menggerakkan seseorang kepada amal.
BACA JUGA: Adakah Hubungan Tertawa dan Kebahagiaan?
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS Al Mu’minun: 57-61)
Dalam ayat tersebut, Allah menjelaskan bahwa manusia akan berbahagia dengan ihsan (kebaikan) dan khauf (kekhawatiran). Maksudnya, orang yang Allah beri kebaikan itu pasti bahagia, namun mereka tetap merasa khawatir.
Sebaliknya, orang jahat disifati dengan keburukan dan rasa aman. Maksudnya, orang jahat pasti akan hina, namun mereka malah merasa aman.
BACA JUGA: Sifat Pelit, Rasa Takut, Harapan, dan Cinta
Sebagai renungan, mari perhatikan perkataan para sahabat dan tabi’in berikut, mereka adalah generasi muslim terbaik yang berada di puncak amal, namun merasakan pula puncak kekhawatiran.
Abu Bakar Ash Shiddiq
Dia mengatakan, “Aku menginginkan diriku seperti sehelai rambut yang dibelah orang mukmin.” (HR Ahmad)
Diriwayatkan pula, Abu Bakar berkata sambil memegang lidahnya, “Inilah yang menyeretku ke tempat yang berbahaya.”
Umar bin Khattab
Umar pernah membaca QS At Thur. Ketika sampai pada ayat, “Sesungguhnya siksa Tuhanmu pasti terjadi,” ia mennagis hingga jatuh sakit.
Menjelang kematiannya, Umar berkata, “Letakkan lah pipiku di atas tanah. Barangkali Allah menaruh belas kasih kepadaku.” Lalu dia berkata lagi, “Celaka lah kalau Allah tidak mengampuni aku.”
Ibnu Abbas pernah berkata kepada Umar, “Allah menjadikan kota dan negeri di bawahmu, menjadikanmu penakluk negeri-negeri tersebut. Allah berbuat baik kepadamu.”
Mendengar hiburan tersebut, Umar masih saja merasa cemas. “Aku menginginkan selamat, bukan pahala maupun dosa.”
Utsman bin Affan
Ketika berdiri di kuburan, Utsman menangis hingga basah lah jenggotnya. Ia berkata, “Seandainya berada di antara surga dan neraka, aku tidak tahu mana di antara kedua tempat itu yang diperintahkan untukku. Kalaulah bisa, aku memilih menjadi abu sebelum aku tahu ke mana aku nanti.”
Ali bin Abi Thalib
Ia pernah berkata, “Panjang angan akan menjadikan seseorang lupa akhirat. Sementara hawa nafsu yang diperturutkan akan menghalangi orang dari kebenaran. Dunia ini telah pergi dan akhirat telah tiba. Setiap wanita yang mempunyai banyak anak, hendaknya menjadikan mereka anak-anak akhirat jangan lah menjadikan mereka anak-anak dunia. Hari ini adalah hari amal dan bukan perhitungan. Sedangkan besok adalah hari perhitungan, bukan hari amal.”
Abu Darda
Dia mengungkapkan, “Sesungguhnya yang paling aku takuti terhadap diriku pada hari kiamat adalah kalau-kalau dikatakan kepadaku, ‘Wahai Abu Darda’, engkau telah banyak memiliki ilmu. Bagaimanakah engkau mengamalkan ilmumu?”
Abu Dzar
Dia berkata, “Seandainya aku menjadi sebatang pohon yang dipangkas daun-daunnya untuk makanan ternak, andai aku tidak diciptakan.”
Saat ditawarkan sumber nafkah kepadanya, ia berkata, “Aku tidak ingin mempunyai seekor kambing untuk diperahsusunya dan keledai untuk ditunggangi atau budak yang dibebaskan untuk membantu atau kelebihan pakaian. Aku takut akan perhitungan tentang itu semua.”
BACA JUGA: 5 Amalan agar Iman Selalu Fit
Tabi’ien
Ibrahim Taimi berkata, “Aku tidak mendahulukan perkataan daripada amal, kecuali aku menjadi pendusta.”
Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Semasa hidup, aku telah menjumpai 30 sahabat nabi. Semuanya takut akan nifaq. Tidak seorang pun dia antara mereka berkata, ‘Sesungguhnya aku berada pada tingkat keimanan Jibril dan mikail.”
Hasan berkata, “Tidak takut kepada Allah kecuali orang yang beriman. Dan tidak merasa aman kecuali orang munafik.” []
Referensi: Terapi Penyakit Hati/Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyyah/Penerbit: Qisthi Press/Tahun: 2016