ABORSI adalah tindakan menggugurkan kandungan untuk mengakhiri kehamilan. Ada berbagai penyebab seorang wanita melakukan tindakan aborsi, antara lain hamil di luar nikah, ketidakmampuan ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, hingga masalah dengan pasangan. Di sisi lain, aborsi juga dapat dilakukan jika kehamilan mengancam nyawa ibu atau janin.
Hukum Aborsi. Berdasarkan tuntunan syariat perempuan mengemban amanah terhadap kehamilan yang Allah ciptakan dalam rahim.
Allah SWT berfirman:
“Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka jika mereka benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari akhir. (QS: Al-Baqarah: 238)
Jangan merekayasa untuk menggugurkan kandungan dan terbebas darinya dengan cara apapun. Sesungguhnya Allah SWT memberi rukhsah (keringanan) bagi perempuan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan jika puasa memberatkan perempuan saat hamil atau puasa itu membahayakan kehamilan perempuan.
BACA JUGA: Bagaimana Pandangan Ulama 4 Mazhab terkait Aborsi?
Praktik-praktik aborsi yang terjadi secara hampir merata dizaman ini adalah praktik yang diharamkan. Jika kehamilan itu sudah masuk masa ditiupnya ruh pada janin dan mati oleh sebab aborsi maka hal itu dianggap pembunuhan senyawa yang diharamkan oleh Allah SWT untuk dibunuh secara tidak haq.
Dengan demikian ia terkena sanksi pidana berupa kewajiban membayar diyat (denda atas tindak pembunuhan atau melukai) yang nilainya telah ditentukan. Atau berupa kewajiban membayar tebusan menurut sebagian ulama dengan memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin.
Jika tidak mendapatkan itu ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Sebagian ulama menyebut praktik semacam ini sebagai mauudah shughara (jenis ringan dari yang mengubur bayi hidup-hidup)
Hukum Aborsi. Syekh Muhammad bin Ibrahim RA berkata dalam majmu’ fatawa nya: “Upaya menggugurkan kandungan adalah tidak boleh selama belum jelas kematiannya. Jika nyata kematiannya hal itu boleh.
BACA JUGA: Akibat Lockdown, Inggris Bakal ‘Permanenkan’ Layanan Aborsi di Rumah
Hukum Aborsi. Majelis Hai’at Kibar Al Ulama (majelis Ulama senior) Riyadh, Saudi Arabia. Mengeluarkan surat keputusan fatwanya nomor 140. Tanggal 20 Juni 1407 Hijriyah sebagai berikut:
1. Tidak boleh menggugurkan kandungan sejak fase pertama hingga berikutnya kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh syariat dan itupun hanya boleh dalam batas lingkup yang sangat sempit.
2. Jika kandungan itu dalam fase 40 hari pertama sedang alasan pengukurannya adalah lantaran khawatir menghadapi kesulitan memelihara anak atau lantaran takut tidak mampu memikul biaya hidup dan pendidikan mereka atau demi masa depan mereka atau mereka cukup dengan anak yang ada dari 2 mempelai itu maka itu tidak boleh.
3. Tidak boleh menggugurkan kandungan jika telah menjadi alaqah (cairan rekat) atau mudhghah (segumpal daging) sebelum tim medis yang terpercaya memutuskan bahwa kehamilan yaitu jika berlanjut akan membahayakan keselamatan ibunya yaitu dikhawatirkan berdampak kematiannya jika berlanjut maka boleh menggugurkannya setelah berbagai sarana dan upaya medis untuk menepis bahaya itu.
4. Setelah fase ketiga (40 hari yang ketiga). Yaitu setelah sempurna 4 bulan kandungan tidak boleh menggugurkannya sebelum tim medis spesialis terpercaya memutuskan bahwa tetapnya keberadaan janin di perut ibu akan berdampak kematiannya.
Hal itupun setelah berbagai sarana dan upaya medis untuk menyelamatkan nyawanya. Rukhshah (keringanan hukum) dibolehkannya mengambil tindakan medis untuk pengukuran ini hanyalah dengan syarat-syarat tadi. Hal ini untuk tujuan daf’an li a’zham ad- dhararam wa jalban li uzhma al-mashlahatain (mencegah bahaya yang terbesar dari dua macam bahaya dan mengambil kemaslahatan yang terbesar dari dua macam kemaslahatan).
Hukum Aborsi. Majelis Hai’at Kibar Al Ulama, seiring mengeluarkan keputusan fatwa nya ini mewasiatkan untuk bertakwa kepada Allah dan berlaku cermat penuh kehati-hatian dalam mengambil tindakan untuk masalah ini. Allah SWT semata pengaruhnya Taufik semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada nabi kita Muhammad keluarga dan para sahabat beliau.
BACA JUGA: Pengakuan Warga Dekat Klinik Aborsi Raden Saleh: Pelanggannya Mayoritas Remaja Bermobil
Hukum Aborsi. Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin: “Apabila tujuan pengukuran itu adalah memusnahkannya jika hal itu setelah ditiupkan ruh kepadanya maka tanpa diragukan adalah haram hukumnya karena hal itu adalah menghilangkan nyawa secara tidak hak. Sedangkan menghilangkan nyawa yang diharamkan untuk dibunuh adalah haram berdasarkan al-quran dan Sunnah serta ijma’.”
Hukum Aborsi. Imam Ibnu Al-Jauzi mengatakan: “Nikah disyariatkan untuk memperoleh anak dan tidak lelah setiap sperma dapat menjadi anak karena itu jika telah berbentuk berarti telah tercapai tujuan itu maka sengajaan menggugurkan adalah menyalahi hikmah.
Namun jika hal itu dilakukan pada permulaan fase kehamilan maka berarti sebelum ditiupkannya ruh padanya itu pun mengandung dosa besar karena embrio itu terus tumbuh berkembang menuju kesempurnaan hanya saja pengguguran di fase itu lebih ringan dosanya ketimbang di fase setelah ditiupkan ruh.
Jika perempuan itu sengaja menggugurkan janin yang telah memiliki ruh maka hal itu sama dengan membunuh seorang mukmin.
Hukum Aborsi. Allah SWT berfirman:
“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup itu ditanya atas dosa apakah ia dibunuh. (QS: At-Takwir: 9) []
Sumber: Buku “Sentuhan Nilai Kefiqihan untuk Wanita Beriman, Karya: Syekh Dr. Shaleh Bin Fauzan Bin Abdullah Al-Fauzan”