Penyakit sudah pasti adalah hal yang buruk. Selain penyakit jasad, kita pun diharuskan untuk menghindari penyakit hati. Harus kita pahami bahwa penyakit hati membahayakan diri kita dan bisa menggerogoti jiwa hingga rusak.
Mengutip Republika, KH Ali Mustafa Yaqub dalam buku Kalau Istiqamah Nggak Bakal Takut Nggak Bakal Sedih menjelaskan, salah seorang ulama besar dari Madzhab Hanafi menyebut bahwa penyebab penyakit hati itu disebabkan dua hal. Pertama adalah syahwat dan yang kedua adalah syubhat.
Syahwat adalah keinginan atau yang disebut dengan hawa nafsu. Sedangkan syubhat adalah kekeliruan dalam memahami agama. KH Ali lalu mengutip perkataan Imam Abil Izz Al-Hanafi, beliau mengatakan bahwa penyakit hati yang ditimbulkan oleh syubhat itu lebih berbahaya daripada penyakit hati yang ditimbulkan oleh syahwat.
Penyakit hati yang timbul disebabkan oleh syahwat wujudnya akan terlihat dalam bentuk maksiat dan berakibat dosa bagi yang bersangkutan. Sedangkan penyakit hati yang timbul disebabkan oleh syubhat, wujudnya dapat berupa ibadah tetapi nanti akibatnya akan menjurus kepada syirik.
BACA JUGA: 10 Resep Menghapus Dosa dan Penyakit Hati\
Namun demikian, penyakit hati yang disebabkan oleh syahwat akan segera sembuh apabila syahwatnya telah terpenuhi. Walaupun boleh jadi, kata KH Ali, akan kambuh kembali. Namun penyakit hati yang ditimbulkan oleh syubhat akan sulit sekali dihilangkan apabila yang bersangkutan tidak bersedia mengobatinya.
Apabila yang bersangkutan tidak bersedia mengobati penyakitnya, maka Allah akan menurunkan penyakit lain. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 10: “Fii qulubihim maradhun fazaadahumullahu maradhan,”. Yang artinya, “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya,”.
Setidaknya ada tujuh jenis penyakit hati yang wajib kita hindari dan waspadai:
7 Jenis Penyakit Hati
1. Takabbur
Takabbur itu sombong. Dalam islam, sombong itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Menganggap diri paling benar, yang lain salah. Paling pintar, paling tahu.
2. Riya,’
Riya’ itu, melakukan suatu perbuatan agar dipuji manusia, bukan karena Allah SWT. Nah ngerinya adalah, riya bisa muncul sebelum, sedang, atau setelah amalan.
3. Ujub
Ujub ialah mengagumi diri sendiri, merasa ‘lebih’ dari yang lain. Mungkin orang jamak berpikir ini sama dengan sombong. Beda ujub dari takabbur atau sombong adalah, pada ujub tidak didapatkan penolakan terhadap kebenaran.
4. Sum’ah
Sum’ah berasal dari kata sama’a yang artinya memperdengarkan. Jadi maksudnya, memperdengarkan orang lain mengenai amal baik kita. Trus apa ya bedanya dengan riya’? Nah ini yang baru saya tahu, kalau sum’ah, amal ibadahnya benar diniatkan karena Allah, tapi dibicarakan pada manusia.
Rasulullah SAW memperingatkan dalam haditsnya, “Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya.” (HR. Bukhari)
5. Hasad
Hasad ialah merasa iri terhadap nikmat yang dimiliki orang lain, diiringi harapan agar nikmat itu hilang atau bwrpindah kepadanya. Hasad hukumnya haram, baik dalam hal duniawi atau hal agama. Apalagi kalau hasad itu disertai tindakan, perbuatan, atau ucapan, langsung atau tidak langsung.
6. Taqtir
Taqtir artinya kikir, tidak mau mengeluarkan harta meskipun perkara wajib.
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran: 180)
BACA JUGA: Penyakit Tipis Iman dan 3 cara Menghindarinya
“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar” (QS. Al Lail: 8-10)
7. Panjang angan-angan
Bahaya dari panjang angan-angan ialah, seseorang akan terlalu fokus terhadap sesuatu yabg diangankan hingga melalaikan kewajiban yang seharusnya dilakukan, seakan-akan ia memiliki banyak waktu, tidak segera mempersiapkan bekal untuk hari akhir.
“Orang berakal adalah yang tidak panjang angan-angannya. Karena, siapa saja yang kuat angan-angannya, maka amalnya lemah. Siapa saja yang dijemput ajalnya, maka angan-angannya pun tidak ada gunanya.
Orang berakal tidak akan meninggal tanpa bekal; berdebat tanpa hujah dan berbenturan tanpa kekuatan. Dengan akal, jiwa akan hidup; hati akan terang; urusan akan berjalan dan dunia akan berjalan.” (Ibn Hayyan al-Basti, Raudhatu al-‘Uqala’ wa Nuzhatu al-Fudhala’) []