BAGI seorang muslim, mencari rezeki bukan hanya soal tuntutan kehidupan, namun juga merupakan tuntutan agamanya. Mencari rezeki yang halal merupakan bentuk menaati perintah Allah SWT untuk memberikan kecukupan dan ma’isyah kepada diri dan keluarganya, atau siapa saja yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Dari sinilah seorang muslim berpedoman dalam mencari rezeki yang halal. Sehingga ia tidak sembarangan dalam berikhtiar mencari rezeki.
Tidak pula ia bersikap materialistis atau ‘yang penting kebutuhan tercukupi’, ‘yang penting perut kenyang’ tanpa peduli halal dan haram. Atau bahkan lebih parah dari itu ia katakan seperti kata sebagian orang, ‘yang haram saja susah, apalagi rezeki yang halal’.
BACA JUGA: 3 Kunci Pintu Rezeki
Keutamaan Rezeki yang Halal
Hal itu adalah ucapan orang yang tidak beriman. Karena pada hakikatnya, rezeki yang halal insya Allah jauh lebih mudah untuk didapatkan daripada yang haram. Maka sebagai seorang muslim yang taat, ia akan memerhatikan rambu-rambu agamanya sehingga ia akan memilah antara rezeki yang halal dan yang haram.
Seorang mukmin tidak akan menyuapi dirinya, istri, dan anak-anaknya, keluarganya, kecuali dengan suapan atau rezeki yang halal. Terlebih di zaman seperti ini.
Nabi SAW pernah bersabda:
“Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak peduli apa yang dia ambil, apakah dari hasil yang halal atau yang haram.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan An-Nasa’i dari hadits Abu Hurairah, Shahih At-Targhib no. 1722)
Suapan yang haram tak lain kecuali akan menyebabkan pemakannya terhalangi dari surga. Diriwayatkan dari Abu Bakr Ash-Shiddiq, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
“Tidak akan masuk ke dalam surga sebuah jasad yang diberi makan dengan yang haram.” (Shahih Lighairihi, HR. Abu Ya’la, Al-Bazzar, Ath-Thabarani dalam kitab Al-Ausath dan Al-Baihaqi, dan sebagian sanadnya hasan. Shahih At-Targhib 2/150 no. 1730)
Oleh karenanya, istri para as-salaf ash-shalih (para pendahulu kita yang baik) bila suaminya keluar dari rumahnya, iapun berpesan: “Jauhi olehmu penghasilan yang haram, karena kami mampu bersabar atas rasa lapar tapi kami tak mampu bersabar atas neraka.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin)
Tentu mencari rezeki yang halal merupakan kewajiban atas setiap muslim, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya Mukhtashar Minhajul Qashidin: “Ketahuilah bahwa mencari yang halal adalah fardhu atas tiap muslim.” Karena demikianlah perintah Allah SAW dalam ayat-ayat-Nya dan perintah Rasul SAW dalam hadits-haditsnya, di antaranya:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 168)
As-Sa’di menafsirkan: “Ini adalah pembicaraan yang ditujukan kepada manusia seluruhnya mukmin maupun kafir, bahwa Allah SWT memberikan karunia-Nya kepada mereka yaitu dengan Allah perintahkan mereka agar memakan dari seluruh yang ada di muka bumi berupa biji-bijian, buah-buahan, dan hewan-hewan selama keadaannya halal.
Yakni, dibolehkan bagi kalian untuk memakannya, bukan dengan cara merampok, mencuri, atau dengan cara transaksi yang haram, atau cara haram yang lain, atau untuk membantu yang haram.” (Tafsir As-Sa’di)
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (Al-Ma’idah: 88)
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (An-Nahl: 114)
Keutamaan Rezeki yang Halal
“Hai rasul-rasul, makanlah dari ath-thayyibaat, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mu’minun: 51)
Ath-Thayyibaat artinya adalah yang halal. Allah SWT perintahkan untuk memakan rezeki yang halal sebelum beramal.
Di samping perintah untuk mencari rezeki yang halal, Allah SWT dan Nabi-Nya SAW melarang dan memperingatkan kita dari penghasilan yang haram. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 188)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik, dan sungguh Allah l perintahkan mukminin dengan apa yang Allah l perintahkan kepada para Rasul, maka Allah l berfirman: ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan’ dan berfirman: ‘Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.’ Lalu Nabi n menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya kusut masai, tubuhnya berdebu, ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berucap:
‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, disuapi gizi yang haram, bagaimana mungkin doanya terkabul?” (HR. Muslim dan At-Tirmidzi)
Dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Empat perkara bila keempatnya ada padamu maka tidak mengapa apa yang terlewatkanmu dari perkara duniawi: menjaga amanah, ucapan yang jujur, akhlak yang baik, dan menjaga (kehalalan) makanan.” (Shahih, HR. Ahmad dan Ath-Thabarani dan sanad keduanya hasan, Shahih At-Targhib no. 1718)
Ath-Thabarani juga meriwayatkan dari Abu Thufail dengan lafadz:
“Barangsiapa mendapatkan harta yang haram lalu ia membebaskan budak darinya dan menyambung silaturrahmi dengannya maka itu tetap menjadi beban atasnya.” (Hasan lighairihi. Shahih Targhib, 2/148 no. 1720)
Dari Al-Qasim bin Mukhaimirah ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa mendapatkan harta dengan cara yang berdosa lalu dengannya ia menyambung silaturrahmi atau bersedekah dengannya atau menginfakkannya di jalan Allah, ia lakukan itu semuanya maka ia akan dilemparkan dengan sebab itu ke neraka jahannam.” (Hasan lighairihi, HR. Abu Dawud dalam kitab Al-Marasiil, lihat Shahih At-Targhib, 2/148 no. 1721)
BACA JUGA: Fenomena Rezeki, ‘Rahasia’ dan ‘Unik’
Keutamaan Rezeki yang Halal
Abdullah bin Mas’ud juga pernah menyampaikan pesan Rasulullah SAW:
“Hendaklah kalian malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya.” Kami (para sahabat) berkata: “Wahai Nabiyullah, kami punya rasa malu kepada Allah, alhamdulillah.”
Beliau berkata: “Bukan itu, akan tetapi malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya adalah kamu jaga kepala dan apa yang diliputinya (yakni lisan, mata, telinga), kamu jaga (isi) perutmu (yakni dari yang haram) dan jaga yang bersambung dengannya, kamu ingat kematian dan kehancuran.
Barangsiapa yang menghendaki akhirat tentu dia tinggalkan perhiasan dunia. Siapa saja yang melakukan itu semua, berarti dia telah malu dari Allah dengan sebenar-benarnya.” (Hasan lighairihi, HR. At-Tirmidzi, Shahih At-Targhib: 2/149 no. 1724).
Semoga Allah SWT mengaruniakan kepada kita rezeki yang halal sehingga dapat terhindari dari siksa api neraka. Wallahu a’lam. []
SUMBER: AL-USTADZ QOMAR SUAIDI/ASY-SYARIAH