MEMBACA Al-Quran memiliki keutamaan yang tinggi. Satu huruf Alquran bisa mendatangkan pahala kebaikan berlipat ganda. Namun sebelumnya kita harus belajar adab meletakan Al-Quran. Meski terdengar sepele, hal ini seringkali tidak diketahui masyrakat luas. Padahal memperlakukan Al-Quran dengan baik adalah bentuk penghormatan kepada ayat-ayat Allah SWT.
Salah satu pertanyaan tentang adab meletakan Al-Quran adalah tentang hukum meletakkan mushaf Al-Quran di atas tanah atau lantai untuk waktu yang sebentar atau lama. Dan wajibkah umat meletakkan Al-Quran pada tempat yang tinggi dari lantai dengan tinggi minimal satu jengkal.
Mengutip Republika, dari buku Tajwid Lengkap Asy-Syafi’i karya Abu Ya’la Kurnaedi, adab meletakan Al-Quran di tempat yang tinggi lebih utama, seperti di atas kursi atau rak pada dinding yang jauh dari permukaan tanah maupun lantai.
BACA JUGA: 4 Riwayat Keutamaan Shalat Ashar dalam Alquran dan Hadis
Adab Meletakan Al-Quran yang Harus Muslim Tahu
Adapun apabila terpaksa meletakkannya di lantai karena kebutuhan mendesak dan bukan untuk menghinakannya, dengan catatan permukaannya suci, seperti saat seseorang mengerjakan shalat dan tidak mendapati tempat yang tinggi, atau ketika sujud tilawah, maka melakukan yang demikian tidak mengapa insya Allah.
Tidak diketahui adanya larangan terkait hal ini. Walaupun begitu, adab meletakan Al-Quran di atas kursi, bantal, atau rak dinilai sebagai sikap yang lebih hati-hati.
Telah tsabit (tetap) bahwa ketika Nabi ﷺ meminta Taurat untuk diperiksa dengan sebab pengingkaran kaum Yahudi terhadap hukum rajam, beliau pun meminta dibawakan Taurat dan sebuah kursi kemudian meletakkan Kitab itu di atasnya, lalu beliau memerintahkan seseorang memeriksanya sampai mendapatkan ayat yang menunjukkan hukum rajam sekaligus menyangkal kedustaan orang-orang Yahudi.
Dari kisah itu diketahui bahwa jika kepada Taurat saja disyariatkan untuk meletakkannya di atas kursi karena mengandung sebagian firman Allah, maka perlakuan terhadap Alquran lebih utama dengan meletakkannya di atas kursi, mengingat Kitabullah lebih afdhal daripada Taurat.
Kesimpulannya, adab meletakan Al-Quran di tempat yang tinggi seperti kursi, sesuatu yang dijadikan alas, pada rak dinding, atau dalam celahnya, maka hal itu lebih utama dilakukan karena di sini terdapat peninggian, pengagungan, dan penghormatan terhadap Kalamullah.
Tidak diketahui dalil larangan orang yang meletakkan Alquran di atas tanah atau lantai yang suci dan bersih ketika ada hajat (kebutuhan) atau udzur (halangan) (Majmu Fatawa Maqalat Mutanawwi’ah).
Adab Meletakan Al-Quran yang Harus Muslim Tahu
Al-Quran adalah kalaamullah Ta’ala yang wajib diagungkan dan dimuliakan, sehingga hendaknya dibaca dalam keadaan yang paling baik.
Ketika akan membaca Al-Quran, kita diajarkan untuk membaca ta’awudz terlebih dahulu. Memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari setan yang terkutuk ketika hendak mulai membaca Al-Quran.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
Hal ini karena setan akan hadir untuk mengacaukan bacaan Al-Quran tersebut, menimbulkan rasa was-was dan memalingkan pembaca dari merenungi (tadabbur) ayat-ayat Al-Quran.
Ketika seseorang meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala dari setan yang terkutuk, Allah akan melindunginya dari gangguan setan tersebut. Sehingga seseorang akhirnya akan mendapatkan manfaat dari bacaan Al-Quran tersebut. Inilah faidah dari membaca ta’awudz, yaitu untuk mengusir setan.
Adab Meletakan Al-Quran yang Harus Muslim Tahu
BACA JUGA: Pembentukan Samudra Menurut Alquran dan Sains
Selain tahu adab meletakan Al-Quran, kita pun harus tahu bahwa ketika membaca Al-Quran harus mengambil tempat yang bersih.
Oleh karena itu, para ulama sangat anjurkan membaca Al-Quran di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih dan dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf.
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hendaklah setiap orang yang duduk di masjid berniat i’tikaf baik untuk waktu yang lama atau hanya sesaat. Bahkan sudah sepatutnya sejak masuk masjid tersebut sudah berniat untuk i’tikaf. Adab seperti ini sudah sepatutnya diperhatikan dan disebarkan, apalagi pada anak-anak dan orang awam (yang belum paham). Karena mengamalkan seperti itu sudah semakin langka.” (At-Tibyan, hlm. 83). []