ISTILAh mahram sering kita dengar. Namun di antara kita tak banyak yang tahu pengertian mahram itu sendiri. Misal soal siapa saja mahram kita, atau siapa saja orang yang haram dinikahi.
Mahram berasal dari makna haram, lawan kata halal. Artinya adalah sesuatu yang terlarang dan tidak boleh dilakukan. Di dalam kamus Al-Mu’jam Al-Wasith disebutkan bahwa al-mahram itu adalah dzulhurmah (ذو الحرمة) yaitu wanita yang haram dinikahi.
Dari pengetian kata mahram di atas, kita harus sadar betapa pentingnya mengetahui siapa saja mahram kita.
BACA JUGA: Aurat Laki-laki di Hadapan Perempuan Non Mahram
Siapa Saja Mahram Kita?
Allah SWT menjelaskan tentang sebagian wanita yang haram dinikahi atau siapa saja mahram kita. Dalam QS. An-Nisa’ ayat 23 Allah SWT berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu.
Saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya).
(Dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Mengutip Rumah Fiqih, ada dua jenis kemahraman. Pertama, kemahraman yang bersifat abadi dan tidak pernah berubah. Kedua, kemahraman yang bersifat sementara, bisa berubah menjadi tidak mahram.
Jenis yang pertama, yaitu yang kemahramannya bersifat abadi bisa terjadi karena tiga hal. Yaitu hubungan nasab, hubungan karena pernikahan dan persusuan.
Di antara siapa saja mahram kita, atau hubungan mahram yang abadi karena nasab adalah hubungan seorang laki-laki dengan:
Siapa Saja Mahram Kita?
1. Ibunya atau neneknya dan terus ke atas
2. Anak perempuannya dan terus ke cucu perempuannya ke bawah
3. Saudari perempuannya
4. Bibinya dari pihak ayah
5. Bibinya dari pihak ibu
6. Anak wanita dari saudara laki-lakinya
7. Anak wanita dari saudara perempuannya
Sedangkan soal siapa saja mahram kita, yang abadi karena adanya pernikahan adalah hubungan antara seorang laki-laki dengan:
1. Ibu dari isterinya (mertua wanita)
2. Anak wanita dari isterinya (anak tiri)
3. Isteri dari anak laki-lakinya (menantu peremuan)
4. Isteri dari ayahnya (ibu tiri)
Dan siapa saja mahram kita, yang abadi karena adanya hubungan persususuan adalah hubungan antara seorang laki-laki dengan:
1. Ibu yang menyusuinya
2. Ibu dari wanita yang menyusui (nenek)
3. Ibu dari suami yang isterinya menyusuinya (nenek juga)
4. Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan)
5. Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui
6. Saudara wanita dari ibu yang menyusui.
Di luar dari hubungan mahram yang bersifat abadi, masih ada jenis mahram yang kedua, yaitu kemahraman yang tidak abadi. Jadi keharaman untuk terjadinya pernikahan hanya untuk sementara waktu saja, tapi karena keadaan tertentu, keharamannya menjadi hilang berganti menjadi boleh untuk terjadinya pernikahan.
Siapa Saja Mahram Kita?
BACA JUGA: 7 Ayat Al-Quran tentang Kasih Sayang dan Sikap Ramah
Di antaranya adalah hubungan seorang laki-laki dengan:
1. Saudari perempuan isterinya, atau yang dikenal dengan adik/kakak ipar. Bila isteri wafat atau dicerai, maka mantan ipar bisa jadi isteri.
2. Isteri orang lain, hukumnya haram dinikahi. Tetapi bila suaminya wafat atau wanita itu dicerai suaminya dan telah habis iddahnya, maka wanita itu boleh dinikahi.
3. Mantan isteri yang ketika cerai dengan metode talak tiga. Hukumnya haram dinikahi, tetapi bila mantan isteri itu pernah menikah dengan laki-laki lain dan telah terjadi dukhul, lalu dicerai suaminya dan telah habis masa iddahnya, hukumnya kembali lagi boleh dinikahi.
Dan masih banyak lagi contoh lainnya. Wallahu a’lam. []