TERNYATA, di akhir zaman banyak manusia yang mencari ilmu bukan karena Allah SWT. Mengapa demikian? Berikut penjelasannya.
Kita tahu bahwa zaman ini semakin lama semakin tak bersahabat. Mengapa demikian? Sebab, banyak tanda-tanda yang menunjukkan akan tibanya akhir zaman, yakni akhir dari peradaban dunia ini. Hingga nanti akan tiba suatu masa, di mana manusia memasuki alam lain dan dikumpulkan di padang mahsyar.
Mengutip buku Kiamat Sudah Dekat? karya Dr. Muhammad Al-‘Areifi, sebelum tibanya hari perkumpulan itu, kerusakan-kerusakan di muka bumi ini akan terjadi. Tanda demi tanda terlihat di mana-mana.
Ada satu tanda yang ganjil yang kita rasakan di akhir zaman ini, di mana banyak orang semangat mencari ilmu bukan karena Allah SWT. Padahal seharusnya mencari ilmu itu untuk menggapai ridha Allah SWT.
BACA JUGA: Al-Biruni, Ilmuwan yang Pertama Meneliti Jari-Jari Bumi
Mencari Ilmu Bukan karena Allah di Akhir Zaman
Pada dasarnya, menuntut ilmu syariat, serta menyebarkan dan mengajarkannya adalah ibadah. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah, malaikat, penduduk langit dan bumi, bahkan hingga semut dalam lubangnya serta ikan di lautan, seluruhnya mendoakan orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.”
Pada akhir zaman, akan muncul sekelompok orang yang mempelajari ilmu Al-Quran, sunnah dan fiqih, bukan karena Allah. Namun, agar mereka populer.
Hal ini sudah ditengarai oleh sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila harta rampasan perang (al-Fa’i) hanya dibagikan di kalangan orang-orang kaya dan apabila seseorang menuntut ilmu bukan karena agama,” (HR. Tirmidzi).
Itulah kenyataan yang akan terjadi. Orang-orang sudah tidak lagi mementingkan nilai ibadah di kala mencari ilmu. Mereka lebih mementingkan kepopuleran karena bisa menguasai ilmu. Padahal, sungguh hal tersebut adalah perbuatan yang sia-sia. Sebab, ilmu yang ia miliki tidak memiliki manfaat bagi dirinya sendiri.
Padahal, seharusnya kita tahu bahwa mencari bukan karena Allah hanya akan mendatangkan kerugian. Sebaliknya, mengutip muslimah.or.id, mencari ilmu jika diniatkan karena Allah SWT, maka banyak keutamaan yang didapatkan di antaranya:
Ilmu Menyebabkan Dimudahkannya Jalan Menuju Surga
Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Mencari Ilmu Bukan karena Allah di Akhir Zaman
Ilmu Adalah Warisan Para Nabi
Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh hadits,
اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلَا دِرْهَامًا، وَلَكِنْ وَرَّثُوْا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu, barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang cukup.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah; dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6297).
Ilmu Akan Kekal Dan Akan Bermanfaat Bagi Pemiliknya Walaupun Dia Telah Meninggal
Disebutkan dalam hadits,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya” (HR. Muslim).
Allah Tidak Memerintahkan Nabi-Nya Meminta Tambahan Apa Pun Selain Ilmu
Allah berfirman:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu“. (QS. Thaaha [20] : 114). Ini dalil tegas diwajibkannya menuntut ilmu.
BACA JUGA: Ilmuwan: Pembentukan Bintang di Alam Semesta Menurun
Mencari Ilmu Bukan karena Allah di Akhir Zaman
Orang Yang Dipahamkan Agama Adalah Orang Yang Dikehendaki Kebaikan
Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim No. 1037).
Yang dimaksud faqih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum syar’i, tetapi lebih dari itu. Dikatakan faqih jika seseorang memahami tauhid dan pokok Islam, serta yang berkaitan dengan syari’at Allah. Demikian dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Kitabul ‘Ilmi (hal. 21). []