SUATU ketika beberapa wanita Madinah yang menikah dengan kaum muhajirin mengadu kepada Rasulullah ﷺ , karena suami-suami mereka ingin melakukan hubungan dalam posisi ijba atau tajbiyah ketika berjima.
Posisi ijba adalah posisi hubungan dimana lelaki mendatangi farji perempuan dari arah belakang.
Yang menjadi persoalan, para wanita Madinah itu pernah mendengar perempuan-perempuan Yahudi mengatakan, barangsiapa yang berhubungan dengan cara ijba’ maka anaknya kelak akan bermata juling.
Lalu turunlah ayat tersebut.
BACA JUGA: Jima tapi Tidak Tahu Baru Haid
Posisi Ijba, Boleh Asal …
Terkait dengan ayat 223 Surah Al-Baqarah, Imam Nawawi menjelaskan, “Ayat tersebut menunjukan diperbolehkannya menyetubuhi wanita dari depan atau belakang, dengan cara menindih atau bertelungkup. Adapun menyetubuhi melalui dubur tidak diperbolehkan, karena itu bukan lokasi bercocok tanam.”
Bercocok tanam yang dimaksud adalah berketurunan.
Muhammad Syamsul Haqqil Azhim Abadi dalam ‘Aunul Ma’bud menambahkan, “Kata ladang (hartsun) yang disebut dalam Al-Quran menunjukkan, wanita boleh digauli dengan cara apapun : berbaring, berdiri atau duduk, dan menghadap atau membelakangi.”
BACA JUGA: 5 Manfaat Jima Pagi Hari untuk Suami Istri
Posisi Ijba, Sesuai Fitrah Kemanusiaan
Demikianlah, Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, lagi-lagi terbukti memiliki ajaran yang sangat lengkap dan saksama dalam membimbing umatnya mengarungi samudera kehidupan.
Semua sisi dan potensi kehidupan dikupas tuntas serta diberi tuntunan yang detail, agar umatnya bisa tetap bersyariat seraya menjalani fitrah kemanusiaannya. Termasuk soal posisi ijba ini dalam hubungan suami istri. Allahu alam. []