TANYA: Ustadz, dari kecil aku rajin shalat, tapi ketika shalat aku sering melamun dan mengkhayal, bagaimana?
SHALAT secara istilah merupakan sebuah pekerjaan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Takbiratul ihram dianggap sebagai pintu masuk untuk mengingat Allah SWT. Segala bentuk kegiatan yang diperbolehkan di luar shalat, maka setelah mengangkat kedua tangan dan mengucapkan takbir dalam takbiratul ihram, semua itu harus ditinggalkan, alias diharamkan.
Setelah berniat dan melakukan takbir, seharusnya pikiran dan hati kita fokus untuk beribadah dan tertuju pada Allah SWT. Namun masalahnya, mengendalikan pikiran bukanlah perkara mudah.
Sering sekali pikiran lain muncul tiba-tiba dalam benak kita ketika mengerjakan shalat. Seperti soal pekerjaan, anak, harta, dan dagangan. Bahkan dalam shalat pun, terkadang khayalan aneh datang menghantui pikiran. Sehingga, semua itu membuat kekhusyukan ibadah menjadi terganggu dan berkurang. Lalu bagaimana hukumnya? Apakah masih sah shalat orang yang mengkhayal ketika shalat?
Terkait masalah ini, Imam An-Nawawi punya jawaban di dalam kitabnya Fatawa Al-Imam An-Nawawi:
إذا فكر في صلاته في المعاصي والمظالم ولم يحضر قلبه فيها ولا تدبر قراءتها هل تبطل صلاته أم لا؟ أجاب رضي الله عنه: تصح صلاته وتكره..
Artinya, “Bila seorang mengkhayal maksiat dan kezalimaan pada saat shalat sehingga hatinya tidak fokus dan dia tidak meresapi bacaannya, apakah shalatnya masih sah? ‘Shalatnya sah, namun makruh,’” jawab Imam An-Nawawi.”
Orang yang mengkayal, pikirannya melayang ke mana-mana, bahkan memikirkan sesuatu yang buruk, shalatnya masih dihukumi sah. Meskipun sah, shalatnya dianggap makruh karena hatinya tidak hadir dan dia tidak meresapi bacaan yang dilafalkannya.
Lalu apakah diterima shalatnya? Wallahu a’lam. Kita tidak pernah tahu shalat yang kita kerjakan tersebut apakah diterima atau tidak.
Namun Allah SWT menerangkan dalam sebuah hadits qudsi tentang Shalat yang Ia terima:
Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku hanya akan menerima shalat orang-orang yang merendahkan dirinya-karena kebesaran-Ku, menahan dirinya dari hawa nafsu karena Aku, yang mengisi sebagian waktu siangnya untuk berdzikir kepada-Ku, yang melazimkan hatinya untuk takut kepada-Ku, yang tidak sombong terhadap makhluk-Ku, yang memberi makan pada orang yang lapar, yang memberi pakaian pada orang yang telanjang, yang menyayangi orang yang terkena musibah, yang memberikan perlindungan kepada orang yang terasing. Kelak cahaya orang itu akan bersinar seperti cahaya matahari. Aku akan berikan cahaya ketika dia kegelapan. Aku akan berikan ilmu ketika dia tidak tahu. Aku akan lindungi dia dengan kebesaran-Ku. Aku akan suruh Malaikat menjaganya. Kalau dia berdoa kepada-Ku, Aku akan segera menjawabnya. Kalau dia meminta kepada-Ku, Aku akan segera memenuhi permintaannya. Perumpaannya dihadapan-Ku seperti perumpamaan surga Firdaus”.
Kekhusyukan memang tidak menjadi kewajiban di dalam shalat, namun bukan berarti kita mengabaikannya. Kita mesti mengupayakan dan mengusahkannya. Minimal kita berusaha merenungi dan meresapi setiap bacaan yang dilafalkan ketika shalat.
Wallahu A’lam. []