ADAKAH orang yang menguasai As-Sunnah secara keseluruhan? Imam Asy-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu dalam “Ar-Risalah” menyatakan:
والعلم به عند العرب كالعلم بالسنة عند أهل الفقه: لا نعلم رجلا جمع السنن فلم يذهب منها عليها شيء.
Artinya: “Dan ilmu tentangnya (tentang bahasa Arab) di sisi orang-orang Arab, seperti halnya ilmu tentang As-Sunnah di sisi ahli fiqih. Kami tidak mengetahui ada seseorang yang mengumpulkan (menguasai) seluruh As-Sunnah dan tidak ada satu pun yang tidak dia ketahui.”
Beliau melanjutkan:
فإذا جُمع علم عامة أهل العلم بها أتى على السنن، وإذا فُرّق علم كل واحد منهم: ذهب عليه الشيء منها، ثم كان ما ذهب عليه منها موجودا عند غيره.
Artinya: “Jika ilmu seluruh ulama dikumpulkan, maka terkumpul As-Sunnah keseluruhannya pada mereka. Namun jika ilmu mereka dipisahkan kembali, maka akan hilang penguasaan sebagian As-Sunnah pada masing-masing mereka, dan As-Sunnah yang luput pada seseorang, ada pada orang yang lain.”
BACA JUGA: Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah
Sumber kutipan: Ar-Risalah, karya Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Halaman 49-50, Penerbit Dar An-Nafais, Beirut, Libanon.
Dari perkataan Asy-Syafi’i di atas, ada beberapa faidah yang bisa kita sebutkan di sini:
Tidak Ada Orang yang Menguasai As-Sunnah Secara Keseluruhan
1. Beliau sebelumnya membahas tentang bahasa Arab (لسان العرب), bahwa bahasa ini adalah bahasa yang paling luas dan paling banyak kosakatanya, dan tidak ada seorang pun yang bisa menguasainya sepenuhnya, kecuali Nabi.
Namun seluruh bahasa Arab itu diketahui oleh bangsa Arab, jika ilmu mereka dikumpulkan seluruhnya. Tidak ada satu pun yang luput dari mereka.
Jadi, tiap orang Arab (yang masih murni bahasa Arabnya) memiliki pengetahuan atas sebagian bahasa Arab, yang ada pada seseorang mungkin tidak diketahui oleh yang lain, begitu juga sebaliknya. Namun jika ilmu seluruh orang Arab ini dikumpulkan, maka akan terkumpul ilmu tentang bahasa Arab seluruhnya.
2. Hal yang sama, berlaku juga untuk penguasaan As-Sunnah di sisi ahli fiqih. Ilmu tentang As-Sunnah sangat luas, dan tidak ada satu pun ahli fiqih yang menguasai As-Sunnah dalam keseluruhan.
Namun jika ilmu seluruh ahli fiqih dikumpulkan, maka akan terkumpul seluruh ilmu tentang As-Sunnah, dan tidak akan ada yang luput dari mereka. Sebagian ahli fiqih menguasai As-Sunnah secara sebagian yang tidak diketahui oleh selainnya, demikian juga sebaliknya.
3. Kalau ada yang menyatakan, para ulama terdahulu mungkin luput sebagian As-Sunnah pada masing-masing mereka, tapi ulama sekarang bisa mengumpulkan atau menguasai As-Sunnah secara keseluruhan karena kitab-kitab As-Sunnah sudah ditulis semua dan bisa diakses dengan mudah.
Kita katakan, kitab-kitab memang sudah ditulis, dan sebagian sudah dicetak dan tersebar luas, tapi ilmu itu di dada ulama, bukan di lembaran kertas, dan penguasaan ulama salaf terhadap As-Sunnah dengan makna ini jauh lebih luas dibandingkan ulama zaman sekarang.
Dan menguasai As-Sunnah artinya juga bukan sekadar mengetahui lafazh-lafazhnya, namun yang paling penting adalah kandungan maknanya, kandungan hukum dan hikmahnya. Dan penguasaan ulama salaf terhadap ini, jauh lebih mendalam dibandingkan ulama zaman sekarang.
BACA JUGA: 3 Keutamaan Mengikuti Sunnah Nabi
4. Karena setiap ulama ada As-Sunnah yang luput dari mereka, maka wajar sekali mereka tidak memiliki sebagian ilmu agama ini, dan wajar juga mereka mengatakan, “Saya tidak tahu”, saat ditanya tentang sebagian persoalan. Ilmu “laa adri”, yang mudah diucapkan oleh yang benar-benar alim dan bertakwa pada Allah, dan sangat sulit dipraktikkan oleh orang yang ilmunya tidak matang dan jauh dari sifat wara’.
5. Karena tidak ada yang menguasai As-Sunnah sepenuhnya, maka berlaku ucapan Imam Malik:
كلٌّ يؤخذ من قوله ويرد إلا صاحب هذا القبر
Artinya: “Setiap orang boleh diambil dan ditinggalkan perkataannya, kecuali penghuni kubur ini (yaitu: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
6. Fiqih dibangun di atas landasan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan tidak bisa disebut faqih orang yang tidak memiliki ilmu tentang As-Sunnah sedikit pun.
Wallahu a’lam. []
Oleh: Muhammad Abduh Negara