APA hukum meyakini seorang wali boleh menyelisihi syariat? Berikut penjelasan Ustad Muhammad Abdun Negara.
Al-‘Allamah Thahir Al-Jazairi dalam kitabnya menyatakan:
1. Seorang wali tidak bisa mencapai derajat seorang Nabi.
2. Seorang hamba, selama ia aqil baligh, tidak mungkin gugur perintah dan larangan syariat atasnya, atau dibolehkan untuknya apapun yang dia inginkan.
3. Yang meyakini, ada seseorang yang tidak terikat syariat, padahal orang itu aqil baligh, maka dia telah kafir.
BACA JUGA: 3 Cara Mendapatkan Kemuliaan seperti Para Aulia atau Wali
4. Orang yang meyakini syariat memiliki sisi batin, yang menyelisihi zhahirnya, dan meyakini sisi batin itulah hakikat dari syariat tersebut, ia juga dihukumi kafir.
5. Contoh poin 4, orang yang mengalihkan nash-nash yang qath’i dari makna zhahirnya, seperti menganggap bahwa malaikat adalah kekuatan akal, dan syaithan adalah kekuatan ilusi (wahm).
Catatan:
Wali adalah orang yang memiliki kedekatan ruhani dengan Allah tabaraka wa ta’ala, dan dia mendapatkan kedudukan ini (setelah taufiq dari Allah ta’ala) karena ketakwaan dan keistiqamahannya, zhahiran wa bathinan.
Dan Allah tabaraka wa ta’ala memuliakannya, dengan memberikannya berbagai karamah, perkara-perkara ajaib bagi orang kebanyakan. Namun karamah yang paling utama, sebagaimana disampaikan banyak ulama, adalah keistiqamahannya di maqam ahli taqwa.
Namun, seorang wali tetap manusia biasa, dia tidak ma’shum seperti Nabi, dan kedudukannya pun tidak setara apalagi melebihi Nabi. Dia pun tetap terikat dengan Syariat Islam yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ada yang meyakini, bahwa seorang wali itu boleh lepas dari syariat, maka ia dihukumi kafir.
Contoh lain dari kekufuran, adalah keyakinan sebagian pemikir yang silau oleh pemikiran Barat, yang menolak segala hal gaib yang tidak bisa dijangkau akal dan panca indra. Mereka mencoba melakukan ta’wil batil atas nash-nash Al-Qur’an yang menurut mereka tidak bisa diterima oleh akal mereka.
BACA JUGA: Wali Allah, Ini 2 Kriterianya?
Mereka tidak menerima ada malaikat sebagai makhluk tersendiri, yang diciptakan Allah ta’ala, sebagai tentara-Nya, dan salah satu tugasnya adalah mencatat amal manusia. Mereka menyatakan, bahwa malaikat itu adalah dorongan akal pada manusia, yang membuat si manusia mau melakukan hal-hal baik. Ta’wil batil yang sama, juga mereka berikan pada syaithan.
Wallahu a’lam. []
Rujukan: Al-Jawahir Al-Kalamiyyah Fi Idhah Al-‘Aqidah Al-Islamiyyah, karya Al-‘Allamah Thahir bin Shalih Al-Jazairi, Halaman 132, Penerbit Dar Tahqiq Al-Kitab, Istanbul, Turki. (Dengan perincian penjelasan dari beberapa sumber lain).
Oleh: Muhammad Abduh Negara