KETENTUAN Seputar Qadha Shalat:
1. Orang yang tertinggal melaksanakan shalat fardhu hingga keluar dari waktunya, tetap wajib melaksanakan shalat tersebut di luar waktu, dan itu disebut qadha shalat.
Kewajiban qadha shalat ini berlaku, baik dia tertinggal shalat karena uzur, semisal karena tidur dan lupa yang wajar, maupun tanpa uzur, semisal sengaja meninggalkan, atau tidur dan lupa yang tidak wajar (seperti sengaja tidur menjelang waktu shalat dan dia duga kuat tidak akan bisa bangun kecuali setelah waktu shalat tersebut habis).
BACA JUGA:Â Inilah Penjelasan tentang Hukum Qadha Sholat
2. Perbedaannya, orang yang tertinggal shalat fardhu karena uzur tidak wajib segera melakukan qadha shalat, sedangkan yang tertinggal tanpa uzur wajib segera melakukan qadha sholat, sebagai hukuman atas kemaksiatan yang dia lakukan.
3. Dianjurkan bagi yang tertinggal shalat fardhu karena uzur bersegera melakukan qadha shalat, agar ia bisa secepatnya terbebas dari tanggungan kewajiban shalat tersebut.
4. Dianjurkan juga baginya, melaksanakan shalat yang tertinggal (qadha shalat) secara berurutan, untuk keluar dari khilaf ulama yang mewajibkan berurutan dalam pelaksanaan qadha sholat.
5. Dianjurkan juga mendahulukan pelaksanaan shalat yang tertinggal tersebut (istilahnya: shalat faitah) dari shalat yang memang dilaksanakan saat itu (istilahnya: shalat hadhirah).
Misal saat itu waktu zhuhur dan kita ada kewajiban shalat zhuhur saat itu (shalat hadhirah), sekaligus kita ada kewajiban qadha shalat untuk shalat yang tertinggal sebelumnya (shalat faitah), kita dianjurkan mendahulukan melaksanakan shalat faitah sebelum shalat zhuhur (shalat hadhirah).
Ketentuan Seputar Qadha Shalat
6. Terkait poin 5, itu dengan syarat, tidak ada kekhawatiran saat mendahulukan pelaksanaan shalat faitah tersebut, membuat kita tidak bisa melaksanakan shalat hadhirah pada waktunya.
Jika dikhawatirkan membuat kita ketinggalan shalat hadhirah tersebut, yaitu ketika kita tidak bisa mendapatkan satu rakaat shalat hadhirah tersebut pada waktunya menurut Ar-Ramli, atau sebagian shalat hadhirah tersebut dikerjakan di luar waktunya menurut Ibnu Hajar, maka wajib bagi kita mendahulukan pelaksanaan shalat hadhirah dari shalat faitah, karena jika tidak, pelaksanaan shalat hadhirah tersebut juga akan menjadi qadha sholat.
7. Masih terkait poin sebelumnya, kita tetap dianjurkan mendahulukan shalat faitah dari shalat hadhirah, meskipun ada kekhawatiran ketinggalan pelaksanaan shalat jamaah untuk shalat hadhirah tersebut, menurut pendapat yang mu’tamad.
Dan ini tidak bermasalah dengan pendapat Imam Ahmad, bahwa melaksanakan shalat fardhu berjamaah itu fardhu ‘ain, karena meskipun fardhu ‘ain, berjamaah dalam shalat fardhu bukan syarat sah shalat menurut pendapat yang paling shahih yang dinisbatkan pada beliau.
Artinya, dalam konteks khuruj minal khilaf, shalat hadhirah yang dilaksanakan tanpa berjamaah, tetap sah menurut Imam Ahmad. Dan ini berbeda dengan dianjurkannya berurutan (lihat poin 4), memperhatikan khilaf kalangan Hanafiyyah yang mewajibkan berurutan dalam qadha sholat.
8. Terkait poin 7, jika mendahulukan pelaksanaan shalat faitah dari shalat hadhirah menyebabkan ditinggalkannya syiar shalat fardhu berjamaah di wilayah tersebut, tentu tidak boleh, karena pada kondisi ini, shalat fardhu berjamaah menjadi fardhu ‘ain.
Perlu dicatat, hukum shalat fardhu berjamaah itu fardhu kifayah menurut madzhab Syafi’i, jadi selama syiar shalat fardhu berjamaah di satu wilayah sudah terwujud, dengan beberapa orang melaksanakannya di masjid, maka yang lain gugur kewajibannya.
Namun jika ketiadaan seseorang membuat syiar tersebut tidak bisa terwujud, maka kehadirannya pada shalat fardhu berjamaah tersebut menjadi fardhu ‘ain baginya.
9. Untuk orang yang ketinggalan shalat fardhu tanpa uzur (lihat poin 1 dan 2), wajib baginya menggunakan seluruh waktunya untuk melaksanakan qadha shalat, dan tidak boleh baginya melakukan shalat nafilah (shalat sunnah) selama qadha sholat belum tuntas dilakukan.
Selain pelaksanaan qadha shalat, dia hanya boleh melakukan aktivitas mencari nafkah untuk kebutuhan primernya, melakukan kewajiban lain yang sempit waktunya dan dikhawatirkan tidak terlaksana jika tidak segera dilakukan, serta untuk kebutuhan manusiawi seperti tidur dan makan.
10. Jika dia memiliki kewajiban qadha shalat yang tertinggal karena uzur dan yang tertinggal tanpa uzur, wajib baginya mendahulukan pelaksanaan qadha sholat yang tertinggal tanpa uzur, meskipun itu menyebabkan pelaksanaan qadha shalatnya menjadi tidak berurutan. Menurut Ibnu Hajar, karena berurutan hukumnya sunnah, sedangkan bersegera melakukan qadha shalat yang tertinggal tanpa uzur itu wajib.
Jika dia melakukan sebaliknya (mendahulukan qadha shalat yang tertinggal karena uzur), qadha sholatnya tetap sah, namun ia berdosa karena melakukan hal yang diharamkan.
Ketentuan Seputar Qadha Shalat
BACA JUGA:Â Bagaimana Cara Niat Mengqadha Sholat?
11. Jika dia sedang melakukan shalat hadhirah, kemudian ingat bahwa dia punya tanggungan shalat faitah, ia tidak boleh membatalkan shalat hadhirahnya tersebut.
12. Jika dia melakukan shalat faitah karena menduga (zhan) bahwa waktu pelaksanaan shalat hadhirah masih cukup lapang, namun kemudian terbukti waktu pelaksanaan shalat hadhirah sudah hampir habis, wajib baginya membatalkan shalat faitahnya tersebut, atau mengubahnya menjadi shalat nafilah. Setelah itu dia wajib segera melakukan shalat hadhirah yang sudah hampir habis waktunya tersebut.
13. Kalau dia punya kewajiban shalat faitah, yang jumlah pastinya dia lupa, tapi dia ingat bahwa jumlahnya tidak kurang dari sepuluh kali dan tidak lebih dari dua puluh kali, wajib baginya melaksanakan dua puluh qadha shalat, karena dia baru terbebas dari qadha shalat setelah pasti (yaqin) bahwa semua qadha shalat tertunaikan, dan itu dengan mengerjakan kemungkinan jumlah qadha sholat yang terbanyak.
Wallahu a’lam. []
Rujukan: Busyra Al-Karim Bi Syarh Masail At-Ta’lim, karya Syaikh Sa’id bin Muhammad Ba’isyn Ad-Dau’ani, Halaman 144-145, Penerbit Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah, Jakarta, Indonesia.
Oleh: Muhammad Abduh Negara