APA hukum aborsi atau menggugurkan kandungan bagi korban pemerkosaan? Berikut penjelasannya seperti dikutip dari Muslimah.or.id.
Para ulama telah membahas hukum yang berkaitan dengan kasus aborsi (menggugurkan kandungan) karena perkosaan.
Secara global, mungkin dapat dikatakan bahwa prinsip Islam adalah menghilangkan segala kesukaran, kesulitan, kekerasan, dan menepis hal-hal yang memudharatkan serta kemudaratan yang besar dapat dihilangkan dengan kemudaratan yang lebih ringan dan kebutuhan primer menempati posisi hukum darurat baik secara umum maupun khusus.
BACA JUGA: 13 Kandungan yang Terdapat dalam Kurma
Bolehkah Menggugurkan Kandungan bagi Korban Pemerkosaan?
Maka berdasarkan prinsip tersebut, apabila seorang Muslimah yang merdeka dan suci dihadapkan kepada peristiwa naas seperti ini dan dikhawatirkan akan menjadi bahan pergunjingan serta dikhawatirkan hal itu akan menjadi aib pada dirinya selamanya atau dikhawatirkan akan tertimpa kemudaratan, misalnya ancaman pembunuhan atau dikhawatirkan akan timbul penyakit mental dan saraf pada wanita tersebut atau dapat mengganggu akalnya atau aib tersebut merembet pada seluruh keluarga yang tidak terlibat dalam kasus itu atau hal-hal lainnya, maka semoga tidak mengapa jika ia menggugurkan janinnya pada hari-hari pertama kehamilannya.
Adapun syarat aborsi atau menggugurkan kandungan adalah sebagai berikut:
1. Kasus perkosaan tersebut memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan bab pemaksaan.
2. Menggugurkan kandungan dilakukan secepatnya setelah kasus tersebut terjadi. Sebab apabila ditunda, berarti si wanita rela dengan janin yang dikandung.
3. Menggugurkan kandungan dilakukan sebelum janin ditiupkan ruh.
4. Menggugurkan kandungan dilaksanakan berdasarkan izin resmi yang membenarkan terjadinya kasus pemerkosaan terhadap wanita yang bersangkutan dan di bawah pengawasan dokter yang terpercaya dengan memperhatikan keselamatan si ibu janin.
Adapun pemaksaan yang dipandang oleh syariat adalah orang yang dipaksa tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk menolak dan tidak ada pilihan lain, syarat-syaratnya adalah:
1. Orang yang memaksa sanggup untuk melaksanakan ancamannya, sementara orang yang diancam tidak mampu menolaknya dan tidak pula dapat melarikan diri.
2. Orang yang dipaksa memperkirakan apabila ia tidak memenuhi perintah si pemaksa maka si pemaksa benar-benar akan melaksanakan ancamannya tersebut.
3. Ancaman tersebut langsung akan dilaksanakan.
4. Orang yang dipaksa tidak melihat ada pilihan lain untuk dirinya.
Di antara mereka yang membolehkan menggugurkan kandungan dari hasil pemerkosaan adalah Syekh Jadu al Haq, Dr Al Buthi, Dr Hilali Ahmad, dan Sa’iduddin al Hilali.
Adapun kesimpulan dari pendapat Syekh Jadul al Haq adalah, “Menurut kesepakatan para ulama tidak boleh menggugurkan kandungan hasil pemerkosaan setelah ditiupkan ruh. Adapun sebelumnya ada perbedaan pendapat tentang boleh dan tidaknya menggugurkan janin tersebut.
Bolehkah Menggugurkan Kandungan bagi Korban Pemerkosaan?
BACA JUGA: Hukum Menggugurkan Kandungan dalam Pandangan Islam
Boleh jadi wanita ini mendapat dispensasi khusus yang membolehkannya untuk menggugurkan janin yang ada di dalam kandungannya pada hari-hari pertama kehamilannya dan tidak boleh menggugurkan kandungan kecuali atas dasar alasan yang syari.”
Adapun fatwa yang dikeluarkan oleh mayoritas ulama tahun 1413 Hijriah tentang kaum Muslimah Bosnia dan Herzegovina yang hamil akibat pemerkosaan yang dilakukan oleh pasukan Serbia bahwa mereka tidak boleh menggugurkan kandungannya, dijawab Dr Ibrahim Rahim, “Mungkin maksud mereka adalah menggugurkan setelah ditiupkan ruh. Jika demikian, maka pendapat ini dapat diterima.
Adapun sebelumnya, saya kira mereka tidak bermaksud demikian, sebab mereka memberikan dispensasi pada beberapa kondisi yang tidak seberat kasus pemerkosaan ini dan dispensasi itu mereka tetapkan sebelum mempertimbangkan penyakit yang mungkin akan menimpa si ibu.” Waallahu a’lam bishwab. []