Oleh: Budi Priadi
budipriadi94@gmail.com
Ketika jiwa dalam raga hanya berstatus hamba. Tentu akan datang banyak keraguan dan tanya, kegundahan serta kegelisahan dari setiap persoalan-persoalan dalam kehidupan yang kita rasa.
Ada banyak yang berkecamuk dalam jiwa, tak tentu arah bahkan membuat hati kian rapuh dan jauh dari-Nya. Tidakkah ingat bahwa Allah maha segalanya? Tiada sedikit pun kesulitan bagi-Nya. Jika Dia menghendaki akan sesuatu pada kita, maka dengan segala kuasa-Nya semua terjadi dengan sangat mudah. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un … Sungguh, betapa ringkih hati ini Ya Rabb. Pada ujung-ujung sajadah itu aku berbisik, sadar akan segala kuasa-Mu, tapi pada keputusasaan hati ini masih sering berlabuh.
Wahai jiwaku yang hanya pada-Nya engkau meminta perlindungan. Hidup tidak akan pernah lepas dari cobaan dan ujian. Ketika manusia dengan segala ujiannya, saat itulah hati terkadang salah untuk bersikap. Apakah akan terus sabar, ikhlas, dan menghamba pada-Nya. Atau justru kufur dan berontak akan kewajiban yang sebenarnya. Entah seberapa banyak ujian yang membuatku kian jauh dari syukur itu. Entah seberapa jauh aku berjalan mendekat pada kekufuran itu. Wahai jiwaku, bukankah Allah telah menjawab sebelum kegelisahanmu datang?
Dalam Qur’an Allah berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir,” (Q.S. Al-Baqarah : 286).
Rasa takut kian mencekam. Mendera derita ketika kesulitan terus bersemayam. Hanya kesulitan dan kesulitan yang dirasakan, lalu membuat kemudahan yang datang terabaikan. Tidakkah malu pada butir-buitr tasbih itu? Bibir begitu pasih melafal dzikir, namun kesulitan masih saja menjadi raja yang menggoyah hati, tidak kah ingat pada firman-Nya?
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,” (Q.S Al-Insyirah : 5-6).
Wahai jiwaku yang hanya pada-Nya engkau mengharap kemudahan. Masihkah engkau megabaikan kemudahan yang datang? Sedang jelas pada firman-Nya, Dia menjawab sebelum engkau bertanya tentang dimana kemudahan ketika datang kesulitan.
Ketenangan sering kali menjadi hal yang asing ketika kesulitan datang. Bayang-bayang yang absurd menjadi hiasan nyata. Sungguh, ketika masa itu datang padaku, saat itu pula aku telah sehasta lebih jauh dari-Nya. Ya … sebab tak akan ada kegelisahan yang bertahan lama, jika hati hanya bersandar pada-Nya.
Wahai jiwaku, bukan karena kesulitanmu yang terlalu besar, tapi hatimu yang terlalu ringkih dan jauh dari-Nya. Tidakkah engkau ingat? Dalam Qur’an Allah berfirman: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram,” (Q.S. Ar-Rad : 28).
Wahai jiwaku yang hanya berstatus hamba. Kesulitan pasti akan datang menerpa, mendera derita jiwa, hingga menjelma menjadi kegalauan. Ketika semua datang padamu, maka hati harus siap untuk tegar, sabar, ikhlas, syukur, dan tetap menjadi sebaik-baiknya hamba. Percayalah, setiap kesulitan tidak akan datang kecuali engkau mampu menanggungnya. Kesulitan tidak akan datang kecuali datang pula kemudahan dari-Nya. Dan kesulitan tidak akan mampu membuatmu berlama-lama dalam kegalauan, sebab ketenangan kau jumpa ketika hati mengingat dan bersandar pada-Nya.
Wahai jiwaku, bukankah Allah telah menjawab kegalauanmu? []