Oleh: Achmad Satori Ismail
KEMAJUAN peradaban suatu bangsa atau kehancurannya tidak terlepas dari aturan perubahan terhadap apa yang ada dalam jiwa bangsa itu. Allah SWT menyatakan “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah apa-apa yang ada pada suatu kaum sehingga kaum itu mau merubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’d 11).
Kehancuran suatu bangsa tidak akan terjadi secara mengagetkan, akan tetapi melewati proses panjang. faktor-faktor penghancur itu masuk terlebih dahulu dalam sendi-sendi masyarakat itu secara perlahan sehingga lambat laun akan menghabiskan semua unsur kekuatannya dan pada ronde akhir, masuklah bangsa itu dalam jurang krisis multi dimensi lalu hancur secara total.
BACA JUGA: Teknologi Tepat Guna di Era Keemasan Peradaban Islam
Rumus Hancur Tidaknya Sebuah Peradaban
Kita mengenal dalam sejarah, berbagai bangsa dengan peradabannya yang dihancurkan Allah. Kaum Nabi Nuh, kaum ‘Aad, Tsamud, Fir’aun dan lain-lain. merupakan bangsa-bangsa hebat yang pernah berperadaban tinggi, namun kemudian diluluh lantakkan Allah karena kekufuran telah merasuk dalam sel-sel kehidupan mereka sehinga menjadi karakteristik umum bangsa-bangsa tersebut.
Proses kehancuran suatu peradaban membutuhkan waktu yang panjang namun upaya membangun kembali peradaban tersebut menghabiskan waktu yang lebih lama lagi. Suatu peradaban memungkinkan untuk diselamatkan dari kehancuran. Bisa cepat atau lambat tergantung proses perubahannya bila ke arah yang positif akan selamat dan maju tapi bila berubah ke arah hal-hal negatif berarti akan cepat menghancurkan.
Umat Islam pernah memiliki peradaban tinggi bahkan dianggap terhebat dan terlama sepanjang sejarah peradaban manusia. Di bidang sosial dan kemanusiaan Islam telah mencapai puncaknya. Di bidang iptek Islam telah meletakkan sendi-sendi dasarnya. Seandainya umat Islam tetap istiqamah dan memiliki kesiapan untuk berprestasi lebih baik niscaya menjadi pewaris dunia sekarang ini, memimpin dunia, beramar ma’ruf dan nahi munkar, menebarkan ketenangan jiwa ke seantero dunia.
Ketika umat Islam ‘berubah’ dan ‘menyimpang’ dari jalan ajarannya yang lurus, mulailah muncul perpecahan dan orang-orang terbaiknya pun dikuasai oleh para thaghut.
Penyimpangan ini dimulai dari sistem pemerintahan. Dari sistem syura berubah menjadi sistem otoriter. Hubungan sosial horizontal antara individu yang bersendikan kebebasan umat pun hilang sirna. Dan puncak penyelewengan ini adalah hancurnya hubungan manusia secara vertikal dengan Allah SWT. yaitu ditinggalkannya sholat lima waktu oleh sebagian besar umat Islam. Keislaman mereka tinggal namanya saja sedangkan perilakunya jauh dari nilai-nilai Islam dan menjurus kepada kehancuran individu dan sosial.
Rumus Hancur Tidaknya Sebuah Peradaban
BACA JUGA: Sejarah Peradaban Manusia, Ini Siklusnya
Bila ketiga faktor ini telah sirna yaitu faktor rohani (spiritualitas) untuk melestarikan hubungan dengan Allah lewat shalat, faktor kepemimpinan dengan sistem syura dan faktor solidaritas umat yang tercermin dalam sistem ekonomi Islam, ketiganya semakin menghilang dalam kehidupan umat Islam, maka akan terjerembablah ke dalam kemunduran. Kalau kita buat rumus kehancuran adalah sebagai berikut:
Kehancuran spiritualisme + Otoriterianisme + kemiskinan = kehancuran umat.
Bila tiga faktor di atas yang nota bene menjadi keistimewaan peradaban Islam telah lenyap maka akan tumbanglah umat ini menuju kehancuran.
Rumus kehancuran tersebut tersirat dalam berbagai hadits Rasulullah SAW:”Simpul-simpul Islam akan lepas terurai satu persatu. Simpul pertama yang terurai adalah sistem pemerintahan dan simpul yang terakhir adalah sholat” (H.R. Imam Ahmad dalam kitab Musnad Juz IV hal 232).
Terurainya simpul sistem pemerintahan ini tercermin pada sistem otoriter yang meninggalkan aspek syura dari umat Islam dan terciptanya kesenjangan antara penguasa dengan Alquran. []
SUMBER: IKADI