TARAWIH merupakan ibadah shalat malam yang dilaksanakan selama bulan Ramadhan. Apa saja fakta unik seputar tarawih dalam sejarah Islam?
Seperti diketahui, banyak perkara terkait tarawih yang mengandung perbedaan pendapat dari kalangan ulama. Salah satunya tentang jumlah rakaat tarawih. Kendati demikian, hal itu tidak jadi masalah. Sebab, menilik sejarahnya, tarawih memang disyariatkan sejak masa Rasulullah ﷺ. Praktik tarawih pun dihidupkan di masa Khulafaur Rasyidin.
Nah, berikut fakta unik seputar tarawih dalam sejarah Islam:
1 Fakta unik seputar tarawih di masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
- Tidak ada perubahan tentang tarawih di masa Khalifah Abu Bakar
Berkaitan dengan shalat malam Ramadhan, tidak ada perubahan pada masa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, menjabat sebagai khalifah. Di kalangan sahabat maupun di masjid Nabawi masih mempraktikkan seperti yang dilakukan Rasulullah ﷺ.
Dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Malik dalam kitabnya al-Muwatho’, beliau meriwayatkan anjuran Nabi ﷺ tentang menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan ibadah akan tetapi anjuran itu tidak mantap atau bighairi ‘azimah.
Kemudian anjuran tersebut disambung dengan pernyataan Ibn Syihab yang menyebut bahwa apa yang terjadi di masa Nabi hidup itu berlaku juga juga tidak berubah di masa Sayyidina Abu Bakar menjabat sebagai khalifah sampai pada masa awal-awal Sayyidina Umar RA menjabat. Riwayat ini termaktub dalam kitab Shahih Imam al-Bukhari dan juga Imam Muslim dengan redaksi yang sama.
Ibn Syihab berkata: Nabi ﷺ wafat dan keadaan (shalat malam Ramadhan) begitu saja di masa Abu Bakar ra dan masa awal-awal menjabatnya Sayyidina Umar (HR Malik)
- Pada masa Khalifah Abu Bakar, anak-anak yang hafal al-Quran dijadikan imam pada shalat tarawih.
Ibn Syihab berkata: Nabi ﷺ wafat dan keadaan (shalat malam Ramadhan) begitu saja di masa Abu Bakar ra dan masa awal-awal menjabatnya Sayyidina Umar (HR Malik)
Hanya saja, ada riwayat yang disebutkan dalam beberapa kitab hadis, termasuk oleh Imam al-Marwadzi dalam kitabnyanya Qiyam Ramadhan, tentang ‘Aisyah yang memasakkan qaliyyah 14 dan juga khusykar 15; yakni sejenis roti untuk anak-anak yang menjadi imam mereka.
Dari ‘Aisyah, kami menjadikan anak-anak dari kuttab 16 (pondok Qur’an) untuk kami jadikan imam shalat kami di bulan Ramadhan, lalu kami masakan untuk mereka qaliyyah dan juga khusykar.
Sheikh ‘Athiyah Salim dalam kitabnya al-Tarawih Aktsar min Alfi ‘Aam, menyebut bahwa riwayat ‘Aisyah yang menjadikan anak-anak penghafal Qur’an menjadi Imam untuk sholat malam mereka di Ramadhan ini terjadi di zaman Abu Bakar menjabat sebagai khalifah. Karena itu tidak terjadi di zaman Nabi.
BACA JUGA: Ketika Aisyah Ditanya Seperti Apa Tarawih Rasulullah SAW?
Menurut Ahmad Zarkasih Lc, dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Tarawih”, kejadian ini mungkin berangkat dari apa yang pernah disebutkan oleh Nabi ﷺ untuk mengangkat imam, orang yang paling banyak hafalan Qur’annya. Dan mungkin ketika itu, anak-anak dari Kuttab itulah yang paling banyak hafalan Qur’annya dibanding yang lain. Maka jadilah mereka imam.
Di samping itu, kata Syaikh ‘Athiyah Salim, di masjid Nabawi muncul fenomena saling membagus-baguskan bacaan agar banyak diikuti oleh makmum. Karena memang tidak ada komando satu jamaah. Jamaah mengikuti siapa yang bagi mereka bagus bacaannya.
- Shalat tarawih dilakukan sendiri-sendiri atau berkelompok sekitar 3, 4, dan atau 6 orang
Pada masa Abu Bakar, shalat tarawih dengan satu imam di masjid belum ada, sehingga pada masa tersebut rakaat shalat tarawih pun belum ada ketetapan yang secara jelas, karena para shahabat ada yang melaksanakan shalat 8 rakaat kemudian menyempurnakan di rumahnya seperti pada keterangan di awal.
2 Fakta unik seputar tarawih di masa Umar bin Khattab
- Shalat tarawih berjamaah di masjid
Umar berinisiatif mengumpulkan para sahabat shalat tarawih dalam satu Masjid dengan satu imam. Sebagaimana keterangan:
“Dari ‘Abdirrohman bin ‘Abdil Qori’ beliau berkata; ‘Aku keluar bersama Umar bin Khatthab ra ke Masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjama’ah. Lalu Umar berkata: ‘Aku punya pendapat andaikata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah satu imam, niscaya itu lebih bagus.’ Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam, yakni Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata: ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjamaah)’” (HR: Bukhari)
- Tarawih 20 rakaat
Dari riwatar di atas, dapat diketahui bahwa orang yang mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan tarawih dengan cara berjama’ah adalah Umar, sedangkan jama’ah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan 20 rakaat. Sebagaimana keterangan dari Yazid bin Ruman yang berkata, “Manusia senantiasa melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat,” (HR. Malik).
Yang dimaksud 23 rakaat adalah, melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat dan witir. Dengan bukti hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid, “Dari Saaib bin Yazid berkata, “Para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat.” (HR. Al-Baihaqi)
- Posisi imam tarawih pada masa Umar
Pada masa Umar, ada banyak imam yang memang dikumpulkan oleh beliau.
3 Fakta unik seputar tarawih di masa Utsman bin Affan
- Melanjutkan warisan Umar
Tradisi baik terkait penyelenggaraan shalat tarawih yang ditetapkan Umar bin Khattab dilanjutkan di masa Utsman. Sehingga tarawih di masa Khalifah Utsman sama seperti di masa Khalifah Umar.
Shalat tarawih dilakukan di Masjid Nabawi dengan 20 tarawih dan 3 rakaat witir.
- Posisi imam tarawih pada masa Utsman
Posisi imam tarawih pada masa Utsman lebih sering ditempati oleh Ali bin Abi Thalib. Beliau memimpin tarawih selama 20 malam. Sisanya, tarawih dipimpin oleh Abu Halimah Muadz Al Qarri.
4 Fakta unik seputar tarawih di masa Ali bin Abi Thalib
- Audisi bagi para Qurra’ untuk dipilih menjadi imam sholat tarawih
Pada zaman Ali bin Abi Thalib ra menjabat sebagai khalifah, format shalat tarawih tidak berubah. Bedanya, tentu saja pada posisi imam. Dan memang posisi itulah yang selalu pasti terjadi rotasi dari khalifah ke khalifah yang lain.
Pada zaman Ali, shalat tarawih dikerjakan berjamaah di masjid, dan yang menjadi imam adalah imam yang lulus seleksi audisi yang dilakukan oleh khalifah.
Dalam riwayat Imam al-Baihaqi dalam kitab Sunan-nya, disebutkan bahwa Khalifah Ali memanggil para Qurra’ (jamak Qari’) untuk dipilih salah satu di antara mereka memimpin salat di Masjid Nabawi. Akan tetapi, itu hanya untuk 20 rakaat tarawih.
Sedangkan witir, Khalifah Ali sendiri yang menjadi imam.
- Format tarawih di masa khalifah Ali bin Abi Thalib
Perubahan kedua yang terjadi dan dilakukan oleh Khalifah Ali adalah format tarawih, yakni jeda istirahat. Dahulu, di masa Umar menjabat tarawih itu ada di setiap selesai 2 rakaat. Artinya, dalam 20 rakaat, istirahat ada 10 kali.
Sedangkan di zaman Ali, format tarawih berubah. Beliau hanya mengizinkan tarawih dari 20 rakaat itu hanya 5 kali. Artinya bahwa tarawih tidak dilakukan setiap selesai 2 rakaat, melainkan setiap 4 rakaat.
- Rotasi imam untuk jamaah perempuan
Khalifah Ali juga merotasi jabatan Imam untuk jamaah perempuan. Awalnya Sulaiman bin Abi Hatsmah yang menjadi imam sejak masa khalifah Umar bin Khattab. Lantas, Khalifah Ali merotasinya. Posisi imam jamaah perempuan ditempati kemudian ditempati oleh ‘Urfujah. []
Referensi: Sejarah Tarawih/Karya: Ahmad Zarkasih, Lc