Oleh: Daud Bachtiar
dawudbachtiar@gmail.com
MENURUT UNICEF kemiskinan merupakan ketidakmilikan hal-hal secara materi berupa kebutuhan minimal manusia, diantarnya kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa lainnya. Zakat menjadi salah satu instrumen penting untuk dapat menipiskan bahkan menghilangkan kemiskinan. Hal ini sejalan dengan esensi dari tujuan zakat yang pernah terbukti saat kepemimpinan Muadz bin Jabal di Yaman.
Dalam konteks kemiskinan di Indonesia sebenarnya mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun setelah era krisis ekonomi angkanya cenderung naik. Seperti di era 1976-1996 jumlah penduduk miskin turun drastis dari 54 juta jiwa atau 40% dari jumlah penduduk pada tahun 1976 turun menjadi 22,5 juta jiwa atau 11% di tahun 1996. dan sedari 1998 hingga saat ini angka kemiskinan terus naik turun namun tidak signifikan, di tahun 2021 angkanya sebanyak 26, juta jiwa (BPS).
BACA JUGA: 9 Tugas dan Bagian Amil Zakat
Islam menaruh perhatian penting terhadap pemberantasan kemiskinan hingga ke akar-akarnya. Bahkan instrumen pendukung itu termasuk rukun Islam, yakni zakat. Zakat tidak bisa dipungkiri ketika dikelola dengan badan yang amanah, transparan, serta profesional akan berdampak terhadap angka kemiskinan. Hal ini dikarenakan esensi zakat merupakan harta yang diambil dari orang kaya untuk didistribusikan kepada yang berhak menerimanya dengan tujuan mensejahterakan kehidupan sosial kemasyarakatan.
PIRAC (Public Interest Research and Advocacy) menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia berkisar 19-20 triliun per tahun, sebuah angka yang cukup bagi pembangunan masyarakat, dan jumlah ini akan terus bertambah seiring pertumbuhan kesadaran masyarakat untuk berzakat serta kemampuan fiqh untuk menjadi dalil subjek zakat kontemporer.
Potensi zakat yang besar harus diiringi dengan kualitas amil (pengelola zakat) baik berupa badan atau perorang yang terorganisir bersama. Dengan kapabilitas memanfaatkan dana maka kemiskinan dapat ditekan bahkan dihilangkan. Hal ini pernah terjadi dimasa sahabat Rasulullah Saw. yakni Muadz Bin Jabal. Ia sukses menghilangkan angkan kemiskinan yang ada di Yaman pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab.
Muadz bin Jabal adalah pengelola zakat yang ditunjuk langsung oleh Rasul melalui mandatnya dalam sebuah hadits “sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka atas zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang miskin mereka”. dalam hadits ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa selain esensi zakat untuk menyejahterakan orang miskin, namun juga perlu adanya lembaga pemerintah yang mengambilnya serta mengelola zakat tersebut, karena Muadz ditunjuk untuk menjadi pemimpin, qadhi sekaligus pengumpul zakat.
Zakat ditangan kelola pemerintahan Muadz bin Jabal mengalami kemajuan signifikan, sebagaimana yang dikutip oleh Yusuf Qardhawi dalam Fiqh Zakat bahwa dalam tahun pertama kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, Muadz menyerahkan satu pertiga dari total zakat yang terkumpul di Yaman untuk disalurkan di Madinah, namun hal ini ditentang oleh Umar dengan dalih bahwa zakat tidak untuk disentralisasikan, melainkan dibagikan ditempat pengumpulan zakat tersebut.
BACA JUGA: Inilah 6 Keutamaan Ibadah Zakat yang Jarang Diketahui
Muadz bin Jabal tetap menyerahkan dana zakat tersebut dikarenakan itu merupakan surplus dari yang telah didistribusikan di Yaman. Hal ini terus berulang ketika tahun selanjutnya zakat terus bertumbuh di Yaman, sehingga satu perdua dari dana yang terkumpul Muadz berikan ke Madinah dan puncaknya di tahun ketiga melalui kepemimpinan Muadz bin Jabal seluruh dana zakat yang terkumpul di Yaman diberikan ke Madinah dikarenakan tidak ditemukannya kembali masyarakat miskin disana.
Zakat memegang peranan penting untuk pembangunan manusia menuju arah lebih baik. Namun memang zakat bukan satu-satunya instrumen yang dapat dimanfaatkan untuk menghilangkan kemiskinan, namun zakat terbukti pernah menghilangkan angka kemiskinan suatu wilayah. []