Oleh : Desti Ritdamaya
Praktisi Pendidikan
mabdagabek000@gmail.com
SUNATULLAH kebangkitan ada di tangan pemuda. Bukti nyata adalah dakwah Rasulullah ﷺ baik di Mekah dan Madinah. Rasulullah ﷺ berkata:
نَصَرَنِي الشَّبَابُ وَ خَذَلَنِي الشُّيُوخُ
Artinya : Yang menolongku adalah pemuda dan yang menentangku adalah kalangan tua
Dalam dakwah fase Mekkah, 40 orang assabiqunal awwalun mayoritasnya adalah pemuda. Seperti Sa’ad bin Abi Waqqash saat itu berumur 17 tahun, Ja’far bin Abi Thalib (18 tahun), Mush’ab bin Umair (24 tahun), Abu Bakar as Shiddiq (37 tahun), dan masih banyak shahabat besar yang lainnya. Bai’at Aqabah 1 dan 2 yang menjadikan Rasulullah ﷺ secara de facto menjadi pemimpin Madinah juga mayoritas pemuda.
Mengapa pemuda kunci kebangkitan? Karena pemuda memiliki keistimewaan berupa hiddatul uquul (ketajaman aqal). Sehingga mudah menerima kebenaran aqidah Islam, mengamalkan dan berpegang teguh pada syari’at Islam serta tangguh dalam mengemban dakwah Islam.
Berbeda dengan as syuyuukh (kalangan tua). Saat dakwah Rasulullah ﷺ, mereka pro status quo. Karena mereka berada pada zona nyaman baik sisi ekonomi, kekuasaan, dan jabatan dalam sistem jahiliyah. Dalam sirah, para penentang dakwah Rasulullah ﷺ level pertama kebanyakan mati dalam kekafiran. Seperti Walid bin Mughirah, Abu Lahab, Abu Jahal dan sebagainya. Hanya sedikit yang Allah SWT selamatkan kalangan mereka sehingga beriman, seperti Abu Sufyan.
BACA JUGA: Pemuda dan Al-Quran
Dalam 13 abad kekhilafahan, Islam kaya data pemuda produktif apapun posisinya baik ulama, ilmuwan atau penguasa. Imam Syafi’I umur 15 tahun sudah duduk sebagai mufti.
Ibnu Sina umur 17 tahun, ahli bidang kedokteran dan fisika. Usamah bin Zaid 15 tahun menjadi panglima perang melawan peradaban besar Romawi dan menang. Muhammad Al Fatih diangkat menjadi pemimpin umur 20 tahun, dan mampu menaklukan konstantinopel umur 25 tahun, dan masih banyak pemuda cermerlang lainnya. Ini menggambarkan bahwa urgennya peran pemuda dalam kebangkitan Islam.
Pembinaan Sistematis Rasulullah ﷺ Pada Pemuda
Untuk mereposisi pemuda hari ini pada kebangkitan Islam tentu tak bisa kerja individual. Diperlukan sinergitas elemen masyarakat. Merujuk pada sirah, kebangkitan pemuda dimotori kelompok dakwah dipimpin oleh Rasulullah ﷺ. Adanya kelompok dakwah ini adalah perintah Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 104.
Kelompok dakwah yang mengemban amanah dakwah secara pemikiran bukan dengan kekerasan. Dakwah yang menyadarkan pemuda mulai dari aqidah Islam. Untuk menjawab dari mana diri berasal, untuk apa diri hidup di dunia, serta kemana dan apa yang terjadi pada diri setelah kematian datang.
Aqidah Islam yang meliputi aqidah ruhiyah (menjadikan Allah sebagai al Khaliq dan al Mudabbir) dan aqidah siyasiyah (aturan Islam secara kaffah). Dakwah yang menyadarkan pemuda bahwa aqidah Islam haruslah dijadikan qaidah dan qiyadah fikriyyah (pandangan hidup). Serta menyadarkan pemuda akan kewajiban di pundaknya dalam perjuangan dakwah menegakkan izzah Islam.
BACA JUGA: 3 Fungsi Dakwah
Rasulullah ﷺ mendudukkan pemuda dalam majelis ilmu secara intensif di rumah Arqam bin Abi Arqam. Setiap wahyu turun, Rasulullah ﷺ membacakan dan menjelaskan secara mendalam makna ayat-ayat Allah tersebut kepada para pemuda. Sehingga ayat-ayat tersebut menyentuh aqal dan qalbu pemuda. Rasulullah ﷺ pun kerap mengajak mereka menunaikan shalat dan ibadah lainnya secara bersama. Semua itu diperkuat dengan teladan amal dari Rasulullah ﷺ secara langsung. Sehingga ayat-ayat Allah tersebut terinternalisasi dalam kata dan perbuatan mereka.
Tak cukup itu, Rasulullah ﷺ menggerakkan pemuda dalam kerja dakwah. Melibatkan mereka untuk menyampaikan Islam kepada kerabat, shahabat dan masyarakat. Contohnya melalui tangan Abu Bakar as Siddiq ra, masuk Islam banyak shahabat yang harum namanya, seperti Ustman bin Affan ra, Abdurrahman bin Auf ra, Zubair bin Awwam ra dan sebagainya. Melalui tangan Khabab bin Art ra masuk Islam Umar bin Khattab ra. Melalui tangan Mush’ab bin Umair ra masuk Islam mayoritas penduduk Madinah.
Jadi, tak ada cara lain membangkitkan pemuda kecuali dengan pembinaan ilmu dan kerja dakwah. Dilakukan dengan keikhlasan mengharap ridha Allah dan balasan pahala dari Nya, bukan iming-iming kenikmatan dunia yang fana.
Wallahu a’lam bish-shawabi. []