Table of Contents
KURBAN yang dilaksanakan pada 10-13 Dzulhijah merupakan sebuah ibadah kepada Allah SWT. Lantas, bagaimana cara mengetahui diterima tidaknya ibadah kurban?
Seperti diketahui, hari raya Idul Adha 1443 hijriah akan segera tiba. Sebagian muslim mengerjakan ibadah haji. Sebagian lagi akan melaksanakan ibadah kurban.
Sebagaimana dikutip dari Okezone, Pimpinan Majelis Taklim Dzikrul Muhajirin Depok Ustadz Amar Ma’ruf atau akrab disapa Gus Ma’ruf Halim mengatakan, amal ibadah diterima atau tidak oleh Allah Subhanahu wa ta’ala memang sulit diukur.
Ia mengungkapkan, siapa pun tidak boleh mengklaim atau meyakini diri bahwa ibadah yang dilakukan telah diterima oleh Allah Azza wa Jalla.
“Begitu pula sebaliknya, seseorang tidak boleh pesimis atas amal ibadah yang telah dilakukan, apakah ditolak oleh Allah Subhanahu wa ta’la. Diterima atau ditolaknya sebuah amal ibadah merupakan hak prerogratif-Nya,” kata Gus Ma’ruf saat dihubungi MNC Portal beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, para ulama sangat hati-hati dalam membahas hal ini. Ulama hanya bisa memberikan ciri-ciri atau tanda-tanda bahwa amal ibadah diterima oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Salah satu ulama yang memberikan ciri atau tanda bahwa amal ibadah diterima oleh Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Syekh Ibnu Athoillah As-Sakandari al Misry.
Dalam kitabnya yang bernama ‘Kitab Al Hikam’, beliau berkata:
. من وجد ثمرة عمله عاجلاً فهو دليل على وجود القبول
“Siapa yang memetik buah dari amalnya seketika di dunia, maka itu menunjukkan Allah menerima amalnya.”
Mengenali Buah Amal untuk Mengetahui Diterima Tidaknya Ibadah Kurban
Syekh Ahmad Zarruq dalam mensyarahi kitab ‘Al Hikam’ memberikan penjelaskan bahwa buah dari amal itu berbentuk kemaslahatan keagamaan dan kemaslahatan duniawi. Ia menyebut secara konkret bahwa buah dari amal ibadah adalah:
1 Kebahagiaan hidup yang diukur dengan perasaan bebas dari kekhawatiran dan kesedihan
قلت ثمرة العمل ما ينشأ عنه من الفوائد الدينية والدنياوية. وذلك يدور على ثلاثة: حصول البشارة بزوال الخوف والحزن
“Menurut saya, buah amal itu adalah faedah keagamaan dan keduniaan apa pun yang muncul dari amal tersebut. Buah dari amal itu hanya terdiri atas tiga bentuk: Pertama, munculnya kebahagiaan karena sirnanya kekhawatiran dan kesedihan,” (Lihat Syekh Ahmad Zarruq, Syarhul Hikam, As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H, halaman 80)
2 Ketenangan hidup yang ditandai dengan keridhaan batin dan sifat qana’ah atas segala pemberian Allah Subhanahu wa ta’ala
والحياة الطيبة بالرضا والقناعة
“Kehidupan yang baik karena hati penuh ridha dan qonaah.”
3 Keterbukaan rahasia atas penguasaan alam semesta
وظهور سر الخلافة بتسخير الكائنات وانفعالها ظاهرا وباطنا
“Penampakan rahasia kuasa atas penundukan dan pengaruh terhadap alam semesta lahir dan batin.”
BACA JUGA: 5 Syarat Sah Penyembelihan Hewan Kurban dalam Kitab Minhajul Muslim
4 Kenikmatan dalam menjalankan ibadah itu sendiri sudah merupakan buah dari amal
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa kenikmatan dalam menjalankan ibadah itu sendiri sudah merupakan buah dari amal.
Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam bersabda:
وفى الحديث الصحيح قول ذلك الصحابي: فمنا من أينعت له ثمرته فهو يهديها، ومنا من مات لم يستوف من أجره شيئا منهم مصعب بن عمير رضى الله عنهم أجمعين. ومن طيب الحياة حلاوة الطاعة، فمن ثم يصح كونها ثمرة لا من حيث ذاتها فتدبر ذلك، وبالله التوفيق.
“Dalam hadis shahih seorang sahabat Rasul berkata, ‘Sebagian kami ada yang memiliki ‘buah’ matang, lalu Allah menghadiahkan untuknya. Tetapi sebagian kami ada yang wafat dan belum sempat mencicipi buah dari amalnya, salah satu dari mereka adalah Mush’ab bin Umair Radhiyallahu anhu.’ Salah satu bentuk ketenangan hidup adalah merasakan kelezatan aktivitas ibadah. Dari sini kemudian dapat dipahami bahwa kelezatan aktivitas ibadah itu sendiri bisa disebut sebagai bentuk dari buah amal, bukan sekadar aktivitasnya itu sendiri.” (Lihat Syekh Ahmad Zarruq, Syarhul Hikam, As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H, halaman 80-81)
5 Bertambahnya ketakwaan
Ada pula ulama yang mengatakan bahwa ukuran diterima atau tidaknya sebuah amal ibadah termasuk berkurban pada hari raya Idul Adha adalah setelah seseorang melakukannya. Ia makin tambah ketakwaannya. Di antaranya lebih rajin beribadah menjalankan perintah Allah Subhanahu wa ta’ala dan menjauhi larangan-Nya.
Syekh Ahmad Zarruq menyebut, jika setelah melakukan ibadah dan di kemudian hari tidak berdampak positif terhadap diri sendiri, maka patut introspeksi diri. Bisa jadi amal ibadah yang pernah dilakukan belum diterima Allah Subhanahu wa ta’ala.
“Setidaknya setelah seseorang melakukan ibadah kurban diharapkan mendapat keberkahan yaitu tambahnya kebaikan kepada diri orang yang telah berkurban tersebut,” pungkasnya. []
SUMBER: OKEZONE