HIDUP serba kekurangan, jangan anggap enteng. Bahaya hidup sengsara, bagi siapapun, termasuk seorang Muslim, amat buruk.
Tidak sedikit bangsa ini memiliki masyarakat yang pengangguran. Banyak di antara mereka merasakan hidup yang sulit baik sulit menemukan makan, tempat, materi. Mereka yang belum menemukan kehidupan yang layak akan sangat berpikir kesusahan yang dia alami, bahkan kesengsaraan bisa menimbulkan sifat takabur dan tercela.
Adapun ketika kita mengalami kesengsaraan yang luar biasa, frutasi akan sangat mungkin menghampiri kita. Sehingga keimanan pun akan tergoyahkan. Lalu bagaimana jika seseorang yang sedang sengsara sedang ia tidak memiliki keimanan yang kuat?
Bahaya Hidup Sengsara, Faktor Keimanan yang Utama
Sungguh jika keimanan itu tiada dalam diri kita, hidup akan hampa dan akan selalu mengedepankan hawa nafsunya. bahkan dikatakan dalam sebuah hadits, bahwa kesengsaraan akan dekat dengan kekufuran nikmat. Dan hal itu akan menimbulkan kriminalitas yang akan merusak tatanan hidup.
BACA JUGA: Alangkah Sengsaranya Hidupku
Dalam sebuah Riwayat diceritakan. “Saya bertanya kepada Rasulullah SAW., “Dosa apakah yang paling besar ?” ‘Rasulullah SAW menjawab, “Menyekutukan Allah yang telah menjadikanmu.” Saya bertanya lagi, “Dosa apalagi?” Rasulullah menjawab, Membunuh anakmu karena takut makan bersamamu (sengsara).” Saya bertanya lagi, “Dosa apa lagi?” Rasululllah SAW menjawab, “Berzina dengan isteri tetangga,”( HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun firman Allah dalam surat al-isra’ ayat 31. “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizqi kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar,” (QS. al-Isra’: 31)
Bahaya Hidup Sengsara, Keluasan Rizqi Sebagai Ujian
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla -lah yang memberi keluasan rizqi kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya sebagai ujian baginya, apakah dia mensyukurinya atau bahkan mengkufurinya? Dia juga yang menyempitkan rizqi bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya, sebagai cobaan pula baginya, apakah dia bersabar atau tidak? itu semua merupakan pengetahuan dan kebijaksanaan Allah Azza wa Jalla atas hamba-Nya.
Jika kita sudah mengetahui bahwa kaya dan miskin itu adalah ujian dari Allah Azza wa Jalla semata, maka bukankah dibalik ujian tersebut terdapat hikmah dan pahala yang besar? Terutama jika seorang hamba lulus dalam ujian tersebut?
Pasti dia akan mendapatkan balasan yang besar dan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya. Oleh karena itu, hendaknya seorang hamba tetap bersyukur dan bersabar dalam keadaan bagaimanapun dengan tetap melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Bahaya Hidup Sengsara, Jangan Takut Miskin
Di antara larangan Allah Azza wa Jalla atas hambanya adalah membunuh anak-anaknya karena takut kemiskinan. Allah Azza wa Jalla melarang hal tersebut di dalam ayat ini karena kebiasaan bangsa Arab di zaman jahiliyah adalah membunuh anak-anak mereka karena takut miskin dan aib.
Kemudian Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa yang menanggung dan memberi rizqi anak-anak mereka juga rizqi mereka adalah Allah Azza wa Jalla semata , (sudah jelas kiranya bahwa) bukanlah mereka yang memberi rizqi kepada anak-anak mereka, (akan tetapi Allah Azza wa Jalla -lah yang memberi rizki) bahkan (sebenarnya) mereka sendiri pun tidak mampu untuk memberi rizki kepada diri mereka sendiri. Maka, tidak pantas bagi mereka merasa keberatan (untuk membiarkan anak-anak mereka hidup bersama mereka).
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena sebab kemiskinan. Kam-ilah yang akan memberikan rizqi kepadamu dan juga kepada mereka. (Al-An’am: 151)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa kasih sayang Allah Azza wa Jalla terhadap hamba-Nya melebihi kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Karena itu, Allah Azza wa Jalla melarang orang tua membunuh anaknya, sebagaimana Dia juga mewasiatkan kepada orang tua untuk memberikan bagian harta warisannya kepada anaknya.
Bahaya Hidup Sengsara, Jangan Sampai Lakukan Ini pada Keturunan
Hal ini juga sebagaimana disebutkan pada hadits berikut:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنْ السَّبْيِ قَدْ تَحْلُبُ ثَدْيَهَا تَسْقِي إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ أَخَذَتْهُ فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ قُلْنَا لاَ وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لاَ تَطْرَحَهُ فَقَالَ لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا. رواه البخاري ومسلم