Pebisnis pemula pada umumnya cari modal dulu baru jalankankan bisnis. Hal inilah alasannya mereka takut terjun ke bisnis, karena tidak ada modal, belum punya modal, dan takut kehabisan modal. Akibatnya mereka sampai tua tak punya bisnis. Selamanya berkhayal kapan punya bisnis? Kapan bisa jadi orang sukses?
Padahal kalau memang niat punya bisnis banyak sekali caranya, meskipun tak punya modal. Memangnya bisa berbisnis tanpa modal? Ya, bisa, asal otak kita terus berpikir kreatif. Kalau boleh jujur, salah satu beban pikiran saya hampir setiap hari adalah modal untuk bisnis. Modal… modal… dan modal. Pagi, siang, sore, malam, dan ketika termenung saya berpikir mencari modal.
Tahukah Anda apa yang saya dapatkan? Hasilnya nol, boro-boro dapat modal, isi perut sehari-hari saja sudah syukur. Nah, ini bukan membanggakan diri, tapi ini adalah soal prinsip hidup, lebih spesifiknya lagi adalah prinsip bisnis, lakukan saja dulu apa yang ada, sisanya belakangan. Hal itulah yang saya lakukan bertahun-tahun, hingga akhirnya Allah SWT memberikan jalan. Saya kembali mendapatkan bisnis yang cukup baik.
Tapi sebelum menemukan bisnis itu kegiatan saya tetap menulis, mengembangkan beberapa situs yang tetap di-monetize. Ya, namanya juga situs kecil, penghasilannya juga sangat tragis. Tidak usah tanya berapa penghasilannya, sebab saya malu kalau menyebutkannya. Jauh lebih kecil dari hasil pedagang asongan. Atau boleh jadi penghasilan pengemis di lampu merah jauh lebih besar ketimbang penghasilan situs saya.
Malu sekali saya ketika itu, seorang penulis situs yang bicara hebat-hebat tentang politik, hukum, sosial, budaya, bisnis, wisata Indonesia, motivasi, dan lain sebagainya, padahal dompet saya selalu tipis. Menyedihkan sekali saudara-saudara. Kalah saya dengan nenek-nenek yang jualan di jalanan, atau juga berjualan di Pasar Bringharjo, Yogyakarta.
Nanar mata saya melihat orang-orang yang sudah sepuh tetap berjualan mengais rezeki, demi menyambung hidup. Sementara saya pemuda yang masih gagah, kuat fisik dan mental, namun faktanya saya kalah, kalah.
Selain menulis, saya juga berjualan kaos, tapi penghasilannya juga tidak seberapa, mungkin tidak ada apa-apanya dengan nenek-nenek tadi. Karena tidak ada cara lain, maka saya tetap menulis apa yang ada di kepala, apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan.
Mungkin Anda bertanya, sudah tahu susah kenapa tidak bekerja? Sejak saya “pensiun dini” alias keluar dari perusahaan yang tidak membawa bekal apa-apa, maka saya haramkan pikiran, tenaga, hati, dan jiwa raga saya di perusahaan orang lain lagi. Tampak sombong sekali memang. Sekali lagi ini bukan soal membanggakan diri, tapi ini adalah soal prinsip hidup.
Bagi saya bekerja di perusahaan sama saja dengan memperbudakkan diri. Dibodoh-bodohi, gaji tak sesuai, dan selalu makan hati. Nah, bersukurlah Anda jika bekerja di tempat yang layak, perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, bukan menjadikan manusia seperti “hewan”, yang “dicambuk”, dikatai kasar, dan tidak diperdulikan hidupnya.
Maka tak ada pilihan lain, satu-satunya adalah berbisnis, meskipun itu berjualan kecil-kecilan. Dan lebih konyol bin tragis lagi, prinsip saya adalah lebih baik ditanam tanah daripada di bawah kaki orang lain (perbudakan perusahaan). Kekerasan hati dan pikiran semakin memantapkan lagi prinsip itu, maju terus pantang mundur.
Teman-teman saya di Sumatera, ataupun di mana saja, sering menanyai kabar saya dan tentunya menanyakan apa pekerjaan saya sekarang. Dan saya jawab dengan mantap yakni penulis, dan bisnis kecil-kecilan. Terus tahu apa balasannya? “Oh, mantap”, katanya. Ya, saya bilang memang mantap, meskipun di dalam hati, hahaha.
Keluarga saya di kampung juga bertanya hal yang sama, lagi-lagi, ya, saya jawab seperti tadi. Karena memang itu kegiatan saya di Yogyakarta ini. Terus ditanya lagi, “Berapa penghasilannya?”, nah inilah yang pusing saya jawab, berapa penghasilan saya. Kalau saya sebutkan angkanya tentulah saya disuruh pulang kampung. Jauh-jauh ke Yogyakarta cuma penghasilan segitu.
Selalu banyak alasan saya ini-itu, agar mereka bisa memahami impian saya. Dan saya tekankan, beri kesempatan saya beberapa tahun lagi untuk menjalankan ini semua. Mereka pun mau tak mau, ya, harus mau, terima tak terima, ya, memang harus diterima, karena saya sudah ngotot tak akan menyerah.
Baik, itu sedikit kisah pilu dan latar belakang saya beberapa tahun terakhir, dan di akhir tahun 2016, bisnis pun mulai dikibarkan. Tahukah Anda apa bisnis saya selanjutnya? Ternyata bisnis jilbab, saudara-saudara. Seorang pemuda garang ternyata bisnis milik perempuan. Namun mau bagaimana lagi itulah bisnis yang saat ini diberikan Allah SWT kepada saya, maka saya jalankan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.
Ide bisnis itu muncul dari Rizka Wahyuni, lalu saya okekan saja, karena apapun bisnis kalau dijalankan dengan cara benar, baik, dan cerdas pasti menghasilkan. Maka kami beri nama brand Padusi Hijab. Inisiatif dengan nama itu karena Rizka berdarah Minangkabau, dan agar daya tariknya kuat, sebab pastinya perempuan Minang akan bangga sekali memakainya. Ini salah satu trik dalam membuat nama brand.
Saya pesankan jangan pernah membuat nama brand ikut-ikutan dengan brand orang lain, karena pastilah tertinggal. Sebab penggagas pertama sudah menguasai pasar duluan. Saya pikir, seorang pebisnis paham soal ini. Jadi bagi Anda yang ingin membuat usaha baru, pikirkanlah nama brand yang belum ada, kalau bisa unik, mudah diingat, dan enak disebut.
Bisnis boleh sama, tapi brand jangan sama (hampir sama). Tidak keren, tidak kreatif, dan tidak produktif. Coba telusuri di Google sudah ada belum nama brand yang dibuat, kalau sudah ada, jangan pilih. Cari lagi! Mengingat semua bisnis sekarang pastilah terdeteksi di Goodle.
Nah, kita sekarang ke yang paling penting dalam tulisan ini, modalnya darimana bisnis itu? Jujur saja untuk mengawali bisnis itu kami hanya bermodal beberapa juta saja. Saya sendiri karena memang tidak begitu bermodal, hanya menyumbang dana Rp 400.000. Kecil sekali, ya? Ya, memang kecil. Tahu tidak itu uang darimana? Itu adalah hasil menang lomba blogger terfavorit di VivaLog.
Dari hasil tulisan itulah modal untuk berbisnis jilbab. Saya jadi teringat, ketika orang-orang sepele sekali dengan saya, ngapain menulis kalau nggak ada duitnya. Oh, mereka mungkin suatu hari nanti akan paham kenapa saya dari dulu getol sekali menulis. Karena memang menulis itu asyik, bisa berbagi, bisa mengenalkan apapun ke dunia, juga mendapatkan uang.
Dan faktanya uang-uang ratusan itu kini berlipat-lipat. Cukuplah kami sendiri yang tahu berapa keuntungan kami selama ini, hahaha. Nah, untuk yang satu ini bukan seperti pengalaman lalu yang menyedihkan. Amin, syukur, ya, Allah.
Lalu bagaimana cara berjualannya? Yah, itu, sih, gampang. Soal menawari produk saya memang belajar sejak duluuuuu sekali. Jadi bagi saya berjualan itu kecil, yang penting berani dan pintar menawarkan produk ke siapa saja. Terlebih lagi ke calon konsumen yang kompeten.
Tahukah Anda saking tidak memandang bulu mencari konsumen, saya pernah menawari produk asuransi ke Pimred Islampos. Hahahaha. Kacau kagak, tuh?
Kalau ingat itu, saya geli sendiri, dan merasa tak enak hati. Tapi, ya, sudah yang lalu biarlah berlalu. Paling tidak Mas Saad pasti mengertilah bagaimana saya untuk mencari sesuap nasi ketika pertama kali menapakkan kaki di Kota Kesultanan ini.
Lagi-lagi keuntungan saya menulis adalah bisa menempelkan iklan bisnis di situs yang dikelola tadi. Mantap, kan?
Mantaplah! Coba kalau pasang iklan di situs orang lain, bisa jadi jutaan hanya untuk beberapa hari saja. Terlebih lagi situs yang trafiknya banyak.
Nah, karena saya menulis sudah bertahun-tahun di media online, pembaca setia, kan, banyak, juga teman-teman sesama penulis. Ya, sudah saya tawari saja ke mereka. Hasilnya lumayan. Ada yang jadi reseller, ada pula yang beli lusinan dan eceran. Sedangkan konsumen dari Rizka teman kampusnya, baik dari kampusnya di Bukittinggi, juga kampus di Yogyakarta. Selain itu teman-temannya dari Padang.
Terlebih lagi Rizka yang juga seorang perawat di salah satu klinik Gigi di Jl. Kaliurang, Yogyakarta, tentulah dia juga banyak relasi. Kenalannya itulah konsumen berikutnya.
Perhatikan pembaca! Semakin banyak kenalan, maka peluang berjualan laris manis terbuka lebar. Anda bisa ingat apa yang saya tulis ini!
Begitu terus yang kami lakukan berbulan-bulan, yaitu jualan… jualan.. jualan. Sampai di bulan April 2017, barulah penjualan stabil. Insya Allah tak pernah sepi orderan, dan semoga juga semakin laris. Nah, ini tips berjualan di media sosial, biasakan setiap transaksi itu diposting ke akun medsos yang kita kelola. Ini bukan berarti pamer, tidak!
Bukan itu maksudnya, ini adalah agar menarik perhatian calon konsumen. Netizen itu sifatnya paling suka yang heboh-heboh, dan ikut-ikutan, maka sekalian saja diheboh-hebohkan. Biar yang lain juga ikut-ikutan beli. Coba Anda praktikkan! Lalu lihat hasilnya.
Tidak usah malu berapapun transaksinya, yang penting upload terusss! Kebanyakan reseller pemula itu upload produk melulu, sementara foto pengiriman barang tidak di-upload, bagaimana mau dipercaya coba? Bisnis online, itu tidak sama dengan bisnis offline, kalau bisnis online, butuh kepercayaan 100 persen ke penjual. Kalau ragu-ragu, bakal ditinggal, deh. Serius.
Terus bagaimana memasuki masa-masa sepi orderan? Gampang, jangan dianggap susah, saudara-saudara. Buatlah harga promosi jualan Anda. Terserah promosinya seperti apa, yang penting adalah harganya miring, atau mendapat bonus, misalnya beli 4 dapat 5. Boleh juga beli 1 produk dapat hadiah souvenir unyu-unyu, hehehe. Kreatif sajalah kuncinya.
Nah, ini yang paling penting, karena saya orangnya mudah kesal terhadap layanan buruk saat menjadi konsumen. Maka dalam menjalankan bisnis, saya memberikan pelayanan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya, dan memastikan pelayanan yang memuaskan terhadap konsumen. Dan itu saya tularkan ke Rizka. Yakin, deh, pelayanan seperti itu Anda berikan ke konsumen Anda, ditambah lagi harga produknya murah, siap-siap mereka menjadi pelanggan Anda.
Ketika Anda memulai bisnis, dan sudah menjalankannya, tentu ada masa-masa sulitnya. Inilah ujian terberat di bisnis Anda, lanjut atau mundur. Kalau mundur, Anda kalah, kalau bertahan dan terus untuk maju, insya Allah Anda akan mudah menjalankan bisnis ke depannya.
Saya tekankan, semua yang saya sampaikan adalah pengalaman saya berbisnis, berjualan di media online, dan medsos, jadi real bukan tori atau mengutip dari sana-sini. Percaya atau tidak itu hak Anda, setidaknya ketika saya membuka keran rezeki orang lain, maka saya pun kebanjiran rezeki. Amin. Saya percaya sekali hal itu! Sebab itu juga janji Sang Pemberi Rezeki.
Dan terakhir, berapa modal Anda untuk memulai bisnis? Kalaupun Anda memang benar-benar sulit saat ini, tetaplah untuk berpikir keras nan cerdas untuk menjalankan bisnisnya, soal modal belakangan. Sebab saya berbisnis dulu baru modal belakangan. Apakah Anda tahu ketika bisnis kami mulai lancar, ada yang mau bergabung dengan kami. Itu artinya modal tambahan ada.
Nah, Rizka sudah cerdas, langsung ditolak secara halus. Jadi kesimpulannya lebih sulit untuk memulai bisnis daripada mencari modal. Namun kalau Anda suatu hari nanti ada yang ingin bergabung di bisnis Anda, dan tentunya membawa modal, terserah Anda mau menerima atau ditolak. Tapi saran saya, sih, tolak saja, hahaha.
Coba bayangkan Anda dari nol memulai bisnisnya, eh, ketika sudah mulai berdiri, lebih tepatnya berdiri, orang yang bermodal langsung menjadi salah seorang di bisnis Anda. Kan dia yang menang banyak kalau begitu, tak perduli berapapun modalnya. Itu bisnis Anda, perjuangkan, dan nikmati sendiri hasil kesuksesan bisnis Anda. Memangnya mau dibagi-bagi, hehehe. []