SAHABAT Islampos, hari Rabu ternyata sangat istimewa. Rabu merupakan waktu yang dipilih oleh para ulama untuk memulai sesuatu hal, termasuk belajar atau menuntut ilmu.
Imam Az-Zarnuzi dalam kitabnya Ta’Limul Mutallim menceritakan, bahwa gurunya Syekh Al-Imam Burhanudin Rahimahullah menetapkan Rabu untuk memulai belajar. Dalam hal ini beliau telah meriwayatkan sebuah hadis, dan menjadikannya sebagai dasar. Beliau berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tiada sesuatu yang dimulai pada hari Rabu, melainkan akan menjadi sempurna.”
Dan seperti ini pula yang biasa dikerjakan oleh Abu Hanifah. Beliau juga meriwayatkan hadis di atas dengan sanadnya dari guru beliau Syekh Al-Imam Qiwamuddin Ahmad bin Abdur Rasyid.
Meneurutnya, Syekh Al-Imam Yusuf Al Hamdani juga mendapatkan Semua amalan baik pada hari Rabu. Dan ini ada riwayatnya. Karena pada hari Rabu itu Allah menciptakan cahaya, dan hari itu merupakan hari Isilah bagi orang kafir. Sehingga hari itu menjadi diberkahi bagi orang mukmin.
BACA JUGA: Berikut Ini 16 Hadits Menuntut Ilmu
Abu Hanifah meriwayatkan dari Syekh Al-Qadi Al-Imam Umar bin Abu Bakar Az-Zaranjariyah bahwa ia berkata, “Guru-guru kami mengatakan. Sebaiknya standar bagi orang yang baru mulai belajar adalah sekira ia mampu memahami pelajaran dengan mengulangi dua kali.”
Kemudian menambahkan satu kata sedikit demi sedikit setiap hari, bahkan meskipun pelajarannya panjang dan banyak sekalipun, ia masih mampu memahami dengan mengulangi dua kali. Disamping itu, ia harus bersikap bijak dan bertahap dalam belajar.
Namun, apabila pelajaran pertama yang dikaji ini terlalu panjang sehingga seorang pelajar memerlukan mengulang materi hingga 10 kali, maka untuk seterusnya sampai yang terakhir pun harus seperti itu. Sebab, hal itu akan menjadi kebiasaannya, dan dia tidak bisa meninggalkan kebiasaan tadi, kecuali dengan susah payah.
Imam Az-Zarnuzi menyarankan, sebaiknya, seorang penuntut ilmu mulai belajar dari ilmu-ilmu yang paling mudah dipahami. Ini sebagaimana Syekh Al-Islam Al-Ustadz Syarafudin Al Uqaili berkata, “Menurut hemat saya, yang benar dalam masalah ini adalah seperti yang telah dipraktikkan oleh para guru kita untuk murid-murid baru, mereka memilih dan kitab-kitab yang kecil dan ringkas karena hal itu akan lebih mudah dipahami dan dihafalkan. tidak membosankan, dan banyak diperhatikan di masyarakat.
Seyogianya seorang penuntut ilmu membuat catatan sendiri mengenai pelajaran-pelajaran yang sudah diajarkan, setelah dihafal dan diulang-ulang karena cara itu akan sangat bermanfaat. Selain itu, jangan sampai menulis sesuatu yang tidak ia pahami. Karena hal ini akan menyebabkan tumpul atau menghilangkan kecerdasan dan membuang-buang waktu,” katanya.
BACA JUGA: Miliki Ribuan Guru, Inilah Semangat Menuntut Ilmu yang Dicontohkan 9 Ulama Salaf
Seorang penuntut ilmu harus bersungguh-sungguh untuk memahami pelajaran dari sang guru, yakni dengan cara merenungkan, memikirkan dan sering mengulang-ulang. Sebab, apabila pelajaran yang baru ini masih sedikit, sering mengulang-ulang, dan direnungkan maka akan dapat di mengerti dan dipahami.
Dikatakan, “Menghafal dua huruf kata lebih baik daripada mendengar dua karung dari buku tanpa menghafalnya. Dan memahami dua huruf kata lebih baik daripada menghafal dua karung dari buku.”
Apabila seorang penuntut ilmu pernah mengabaikan pemahaman, dan tidak mau berusaha satu dua kali, maka itu akan menjadi kebiasaan, dan ia pun tidak bisa memahami kalimat yang mudah sekalipun. Maka dari itu, hendaknya tidak mengabaikan pemahaman, akan tetapi ia harus bersungguh-sungguh mengalaminya, lalu memanjatkan doa kepada Allah.
“khusyuk tunduk kepadanya karena Allah pasti akan mengamalkan doa orang yang memohon kepadanya, dan tidak mengabaikan orang yang berharap kepadaNya.” []
SUMBER: REPUBLIKA