Oleh: Hendriyan Rayhan
Alumni Ma’had Khairul Bariyyah Kota Bekasi
rayhanmuslim@gmail.com
Al-Qur’an telah berkisah tentang Bani Israil yang diperintahkan untuk menyembelih sapi. Setidaknya kisah ini dapat dilihat pada Surat al-Baqarah mulai dari ayat 67 sampai 71. Di sana diceritakan Bani Israil yang banyak bertanya tentang kriteria sapi itu. Akibatnya pertanyaan-pertanyaan itu justru menyulitkan mereka.
Maka sapi yang mulanya bersifat umum, menjadi semakin spesifik akibat terus ditanyakan: Sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, kuning tua warnanaya lagi menyenangkan orang yang memandangnya, belum pernah dipakai untuk membajak tanah , tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak cacat dan tidak ada belangnya. Akhirnya spesifikasi semacam inilah yang justru semakin menyulitkan mereka.
Mengenai banyak bertanya ini, Abu Hurairah bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan sekuat tenaga kalian. Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak tanya, dan sering berselisih dengan para Nabi mereka.” (Muslim 4348)
Pada kesempatan lain, Al-Mughirah bin Syu’bah juga berkata bahwa Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak wanita hidup-hidup, serta membenci atas kalian dari qiila wa qaala (memberitakan setiap yang didengar tanpa jelas sumbernya), banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta”. (Bukhari 2231; Muslim 3237)
Al-Baghowi menyebutkan bahwa banyak bertanya ada dua macam: (1) banyak bertanya dalam rangka ingin belajar ilmu yang dibutuhkan, (2) banyak bertanya yang nanti akan memberat-beratkan diri sendiri. Berhubungan dengan jenis ke dua ini, Ali bin Abi Thalib pernah bercerita: “Tatkala turun ayat “mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”, para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, haji di setiap tahun?’. Beliau diam saja. Kemudian mereka bertanya kembali, ‘Apakah di setiap tahun?’. Beliau menjawab: ‘Tidak, jika aku katakana ya, pasti akan menjadi wajib setiap tahun’. Maka turunlah ayat: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu”. (Ibnu Majah 2875)
Ayat tentang larangan bertanya tersebut terdapat dalam Surat al-Maidah [5] ayat 101. Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengutip perkataan Ibnu Abdil Barr bahwa mengajukan pertanyaan karena mencari kepahaman, cinta pada ilmu pengetahuan, menghilangkan kebodohan dari dirinya ataupun ingin mengetahui hal-hal yang wajib diketahui dalam urusan agama, maka tidak masalah mengajukan pertanyaan tersebut. Sebab obat kebodohan adalah bertanya.
Ada sebuah ungkapan bahwa malu bertanya sesat di jalan. Artinya sebelum melakukan sesuatu tentu harus terlebih dahulu menanyakan caranya. Sebelum menerima atau menolak suatu berita tentu harus terlebih dahulu menanyakan sumbernya. Bahkan Allah SWT. juga memerintakan untuk bertanya jika tidak mengetahui sesuatu. Firman-Nya, “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An-Nahl: 43).
Dengan demikian, pada dasarnya bertanya itu diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Bertanya merupakan salah satu jendela pengetahuan. Bertanya akan menerangi jalan dan menghindari kesesatan dalam melangkah. Bertanya untuk menambah ilmu tentu dibenarkan. Namun, sebagaimana susu yang menyehatkan pun tak boleh boleh diminum berlebihan, maka begitu juga bertanya. Bertanya harus dalam dosis yang tepat dan sesuai keperluannya.
Maka larangan di awal tadi ialah untuk pertanyaan-pertanyaan yang tidak bermanfaat dan berlebihan. Karena sangat berbeda orang bertanya untuk menambah ilmu dengan orang yang sekedar main-main, apalagi mencari celah untuk memutarbalikkan fakta.
Setiap amalan tergantung pada niatnya. Maka niatkanlah bertanya untuk menghapus kebodohan diri, bukan untuk menampakkan kebodohan orang lain. Maka niatkanlah bertanya untuk membangun kebaikan bersama, bukan untuk menjatuhkan pihak tertentu. Mari menjadi Muslim yang cerdas. Wallahu a’lam. []