ILMU itu sifatnya membersihkan hati dan pikiran, bukan untuk mengotori atau membuatnya sakit.
Maka semakin tinggi ilmu seseorang seharusnya semakin menjadikan hatinya bersih dan berkualitas imannya.
Maka tak salah bila dikatakan ilmu yang berkah adalah yang membuat seseorang takut kepada Allah dan berakhlak mulia kepada manusia.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa, “Semakin seseorang banyak membaca, semakin dia banyak berpikir; semakin banyak belajar, semakin sadar bahwa dia tak mengetahui apa pun.”
“Semakin banyak hal yang dipelajari, justru merasakan semakin banyak hal yang belum diketahui”
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata,
العلم ثلاثة أشبار، من دخل في الشبر الأول تكبر، ومن دخل في الشبر الثانى تواضع، ومن دخل في الشبر الثالث علم أنه ما يعلم
“Ilmu itu ada tiga jengkal. Barangsiapa yang masuk jengkal pertama, dia menjadi sombong. Barangsiapa yang masuk jengkal kedua, dia menjadi tawadhu’. Barangsiapa yang masuk jengkal ketiga, dia baru menyadari bahwa dirinya tidak tahu (masih sedikit ilmunya).” (Hilyah Thalibil ‘Ilmi, hal. 79)
BACA JUGA: 10 Bahaya Bicara Agama tanpa Ilmu
Banyak yang baru tahu tentang sesuatu tapi sudah merasa yang paling tahu, mudah menjustifikasi, menyalahkan dan meremehkan orang lain. Di dunia nyata ataupun maya hatinya tidak selamat dari ujub dan sombong. Menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.
Saat melihat status, tulisan atau postingan orang lain hatinya sakit dan melabeli orang dengan berbagai jenis keburukan. Atau saat keluar rumah merasa lebih baik dengan segala kelebihan yang dimilikinya.
Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ
“Siapa yang menjelek-jelekkan saudaranya karena suatu dosa, maka ia tidak akan mati kecuali mengamalkan dosa tersebut.” (HR. Tirmidzi no. 2505)
Hasan Al Basri berkata,
“Para sahabat dan tabi’in memiliki konsep, barang siapa yang mencela saudaranya, karena dosa-dosanya, sedangkan saudaranya itu sudah bertaubat kepada Allāh, maka si pencela tidak akan meninggal dunia kecuali dia akan mengalami dosa saudaranya tersebut.”(HR Ibnu Abid dunya)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus Salikin, 1: 176)
Bahkan terkadang hanya dengan bergumam dalam hati dan tidak berkomentarpun akan membuat seseorang terputus dari kebaikan. Amal sholihnya terhenti dan sulit langgeng hingga ia meminta maaf kepada manusia dan bertaubat kepada Allah.
Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata, “Aku pernah terhalang (tidak bisa bangun) untuk mengerjakan shalat malam selama lima bulan disebabkan satu dosa yang telah aku lakukan.”
Ditanyakanlah kepada beliau, “Dosa apakah itu?“
Beliau menjawab, “Aku melihat seorang laki-laki yang menangis, lalu aku katakan di dalam hatiku bahwa itu dilakukan nya sebagai bentuk kepura-puraan saja.”
Itulah mengapa tawadhu disebut kunci untuk mendapatkan taufik. Yakni dimudahkan terus untuk melakukan ketaatan.
BACA JUGA: 10 Adab dalam Menuntut Ilmu
Ulamapun berproses untuk bisa menjadi tawadhu. Mereka pun belajar dan berlatih sebagaimana kita hari ini belajar dan berlatih untuk bisa tawadhu. Bukan hanya untuk perkara ilmu melainkan setiap kelebihan yang Allah titipkan. Harta, keturunan terhormat, jabatan, kecerdasan atau apapun kelebihan kita bukan untuk menghinakan diri melainkan untuk mengangkat derajat di sisi Allah.
Menurut Ulama salaf, Hasan Bashri,
“Tawadhu adalah tidaklah seseorang bertemu dengan orang lain kecuali menganggap semua lebih baik darinya. Ketika bertemu orang yang lebih tua menganggap bahwa ia lebih banyak amalnya, dan ketika melihat yang lebih muda berpikir bahwa ia lebih sedikit dosanya. Dan inilah yang menjadi puncak ketawadhuan.
Tawadhulah hingga satu titik kita merasa tidak tahu apa-apa. Senantiasa belajar menjaga hati dan lisan karena begitu mudahnya hati terjerat dalam perkara yang akan menjatuhkannya. Semakin seseorang mengangkat dirinya semakin Allah hinakan ia. Semakin seseorang merasa tidak lebih baik semakin banyak kelebihan yang Allah perlihatkan dan Allah jaga aib-aibnya.
Wallahu a’lam bi showab. []